Oleh : Ainur Rofiq, Senior PPM dan Tokoh Pergerakan Pemberdayaan Masyarakat Pusat Peranserta Masyarakat
ppmindonesia.com, Kalitidu, Akibat buruknya tata kelola keuangan negara di masa lalu, dampaknya kini dirasakan oleh pemerintah yang baru terpilih. Salah satu program ambisius yang terhambat adalah rencana makan gratis bagi anak-anak kurang gizi, yang diduga jumlahnya mencapai 25 juta jiwa. Meskipun tujuan program ini mulia, tanpa anggaran yang memadai, sebaiknya kebijakan tersebut ditunda.
Risiko Kebijakan Berbasis Utang
Memaksakan pelaksanaan program ini dengan mencari utang luar negeri bukanlah solusi bijak. Bagaimana kita bisa membayangkan anak-anak yang makan siang dari hasil utang? Bukan hanya tidak efektif, tetapi ada kekhawatiran akan muncul efek domino jangka panjang. Selain menambah beban utang negara, upaya ini justru berisiko memperburuk masalah malnutrisi karena ekonomi masyarakat tidak mengalami perbaikan fundamental.
Persoalan inti dari tingginya angka anak kurang gizi sebenarnya terletak pada kemiskinan rakyat yang akut. Oleh karena itu, langkah yang lebih strategis adalah memperbaiki taraf ekonomi masyarakat miskin. Jika ekonomi rakyat meningkat, secara otomatis daya beli dan pola konsumsi mereka, termasuk kebutuhan gizi, juga akan membaik.
Stagnasi Ekonomi dan Kebijakan Tidak Populis
Saat ini, ekonomi rakyat sedang mengalami stagnasi. Perputaran uang di kalangan masyarakat kecil sangat minim, sementara beban hidup semakin berat. Di tengah situasi ini, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% hanya akan memperparah kondisi.
Langkah ini dinilai tidak populis, terutama ketika perekonomian masyarakat sedang lesu. Sebelum kenaikan PPN, kelas menengah sudah menyusut dan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 64.000 pekerja. Dengan kenaikan PPN, dampak domino akan terasa lebih besar:
- Lonjakan PHK: Banyak perusahaan berpotensi bangkrut akibat penurunan daya beli masyarakat.
- Penurunan Ekonomi Sektor Riil: Minimnya konsumsi masyarakat akan berdampak pada kemunduran sektor riil.
- Penambahan Angka Kemiskinan: Kemiskinan akan bertambah, yang berarti jumlah anak kurang gizi akan semakin banyak.
Kredibilitas Pemerintah di Mata Rakyat
Jika kebijakan seperti ini terus dilakukan tanpa koreksi, kredibilitas pemerintah akan jatuh di mata rakyat. Pemerintah saat ini perlu memahami bahwa solusi yang diambil harus fokus pada penguatan ekonomi rakyat, bukan sekadar retorika atau langkah populis yang dangkal.
Membongkar Klaim Keberhasilan Jokowi
Selama ini, pemerintahan Jokowi sering mengklaim keberhasilan dalam menekan angka kemiskinan hingga satu digit. Namun, klaim tersebut patut dipertanyakan. Jokowi menggunakan standar angka kemiskinan yang jauh lebih rendah dibandingkan standar Bank Dunia, sehingga memberikan kesan seolah-olah program pemerintah berhasil.
Realitanya, kebijakan tersebut hanyalah permainan statistik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa angka kemiskinan sebenarnya jauh lebih tinggi, dengan banyak masyarakat yang hidup di bawah garis layak. Hal ini membuktikan bahwa pemerintahan sebelumnya tidak hanya gagal, tetapi juga menyesatkan rakyat dengan narasi-narasi palsu.
Solusi untuk Pemerintah Baru
Pemerintah baru perlu fokus pada langkah-langkah konkret untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
- Penguatan Ekonomi Rakyat: Berikan stimulus ekonomi kepada sektor UMKM dan petani kecil untuk mendorong perputaran uang di lapisan bawah.
- Reformasi Kebijakan Fiskal: Evaluasi kebijakan perpajakan agar lebih adil dan tidak membebani masyarakat kecil.
- Prioritas Infrastruktur Sosial: Alihkan dana proyek besar yang kurang mendesak ke sektor kesehatan dan pendidikan masyarakat miskin.
Dengan langkah ini, rakyat tidak hanya akan merasakan perbaikan ekonomi secara nyata, tetapi juga mendapatkan harapan baru untuk masa depan yang lebih baik. Jangan biarkan rakyat terus menjadi korban kebijakan yang salah arah. (ainur rofiq)