ppmindonesia.com, Jakarta-Dalam kehidupan umat manusia, kesungguhan iman adalah salah satu ujian yang pasti akan dihadapi. Al-Qur’an menegaskan bahwa pengakuan iman tidak cukup hanya dengan ucapan semata, melainkan harus dibuktikan melalui ujian yang menunjukkan ketulusan dan kekokohan keimanan tersebut.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-‘Ankabut (29:2): “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?” Ayat ini menunjukkan bahwa iman sejati bukanlah sekadar klaim, melainkan sesuatu yang harus teruji dan terbukti melalui tindakan dan keteguhan hati.
Sebagai contoh, dalam surah Al-Hujurat (49:14), disebutkan tentang orang-orang Arab yang mengaku beriman. Allah meluruskan pengakuan mereka dengan menyatakan bahwa iman belum masuk ke dalam hati mereka, sehingga mereka hanya diperkenankan untuk mengaku sebagai Muslim.
Firman Allah: “Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, “Kami telah tunduk (Islam),” karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.” (QS. 49:14). Ayat ini memberikan pelajaran bahwa iman bukan hanya sekadar pengakuan lisan, melainkan kondisi hati yang mendalam.
Indikator seseorang yang imannya telah benar-benar masuk ke dalam hati dijelaskan dalam surah Al-Hujurat (49:7). Dalam ayat ini, disebutkan bahwa orang yang iman telah menghiasi hati mereka akan memandang indah keimanan itu dan, sebaliknya, sangat membenci kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan.
Dengan kata lain, seseorang yang imannya sudah masuk ke dalam hati akan menolak segala bentuk kejahatan dan tidak akan melanggar hukum. Hal ini menjadi tanda nyata bahwa iman telah berakar kuat dalam dirinya. Jika banyak orang memiliki karakter seperti ini, maka kecenderungan terhadap perilaku jahat akan lenyap dengan sendirinya, tanpa perlu biaya besar untuk menanggulanginya.
Namun, kecenderungan manusia terhadap keburukan adalah bagian dari fitrah, sebagaimana diungkapkan dalam surah Yusuf (12:53): “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Ayat ini menegaskan bahwa hanya dengan rahmat Allah manusia mampu menghindari kecenderungan jahat dalam dirinya.
Untuk memperoleh rahmat Allah, manusia diperintahkan untuk mentaati Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Salah satu perintah penting adalah mendengarkan Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-A’raf (7:204): “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” Mendengarkan Al-Qur’an dengan hati yang khusyuk adalah salah satu jalan untuk membuka pintu rahmat Allah.
Lebih dari itu, perintah untuk menyampaikan peringatan dengan Al-Qur’an adalah bentuk dakwah yang paling utama. Dalam surah Qaf (50:45), Allah berfirman: “Maka berilah peringatan dengan Al-Qur’an kepada siapa pun yang takut kepada ancaman-Ku.” Perintah ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah sumber petunjuk yang paling mulia dan menjadi sarana peringatan terbesar bagi umat manusia.
Hal ini ditegaskan pula dalam surah Al-An’am (6:19), yang menyebut Al-Qur’an sebagai “akbaru syahadah” (persaksian terbesar): “Katakanlah, “Apakah yang paling besar persaksiannya?” Katakanlah, “Allah adalah saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku agar aku memberi peringatan kepada kamu dan kepada orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya).”” Dengan demikian, Al-Qur’an bukan hanya menjadi pedoman hidup, tetapi juga alat utama untuk memberikan peringatan agar manusia tetap berada di jalan kebenaran.
Kesimpulannya, iman yang sejati adalah iman yang terbukti melalui ujian kehidupan. Iman tersebut menghiasi hati seseorang dengan kecintaan kepada kebaikan dan kebencian terhadap segala bentuk keburukan. Untuk meraih kondisi ini, rahmat Allah adalah kunci utamanya, yang dapat diraih melalui ketaatan, mendengarkan Al-Qur’an, dan mengambil pelajaran darinya. Dengan begitu, manusia dapat menjadi individu yang teguh dalam keimanan, menjauh dari kejahatan, dan menjadi rahmat bagi lingkungannya.(husni fahro)