Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Menjadikan Al-Qur’an sebagai Fardhu dalam Kehidupan

12
×

Menjadikan Al-Qur’an sebagai Fardhu dalam Kehidupan

Share this article
Example 468x60

ppmindonesia.com, JakartaAl-Qur’an adalah kitab suci yang Allah turunkan sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Dalam surah Al-Qasas (28:85), Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an itu difardhukan, artinya Allah telah menetapkan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang wajib ada dan dijadikan pegangan dalam kehidupan manusia.

Kewajiban ini bukan hanya untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah semata, tetapi juga untuk membimbing manusia dalam hubungan sosial, ekonomi, politik, dan seluruh aspek kehidupan.

Kewajiban menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup tidak lain adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur’an, pedoman ini dirancang untuk mengarahkan manusia kepada jalan yang lurus, jalan yang akan menuntun mereka menuju tempat kembali yang hakiki, yaitu kehidupan akhirat yang penuh rahmat. Bagi mereka yang berharap menemukan keselamatan dan kesejahteraan hidup, menjadikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup adalah suatu keniscayaan.

Namun, kenyataan yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa tidak banyak orang yang benar-benar menyikapi Al-Qur’an sebagai sesuatu yang wajib dalam kehidupan mereka. Kondisi ini, meskipun mengkhawatirkan, sebenarnya telah Allah isyaratkan dalam beberapa ayat-Nya.

Dalam surah Al-Mu’minun (23:70) dan Az-Zukhruf (43:78), Allah menjelaskan bahwa kebanyakan manusia membenci kebenaran (al-haq). Padahal, al-haq itu sendiri adalah risalah kerasulan yang Allah turunkan, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah (2:147), Ali ‘Imran (3:60), dan As-Sajdah (32:3).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan telah menyadari bahwa di masa mendatang Al-Qur’an akan menjadi sesuatu yang ditinggalkan. Hal ini diungkapkan dalam surah Al-Furqan (25:30): “Berkatalah Rasul, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang ditinggalkan.’” Ayat ini menggambarkan kesedihan Rasulullah atas sikap umatnya yang melalaikan Al-Qur’an, baik dalam hal pembelajaran, pemahaman, maupun pengamalannya.

Menjadikan Al-Qur’an sebagai fardhu dalam kehidupan tidak hanya berarti membaca dan menghafalnya, tetapi juga memahami dan mengamalkan isinya dalam setiap aspek kehidupan. Al-Qur’an harus menjadi sumber nilai dan hukum yang membimbing perilaku individu maupun masyarakat. Dalam konteks ini, penting bagi umat Islam untuk introspeksi: sejauh mana Al-Qur’an telah menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari? Apakah nilai-nilai Al-Qur’an sudah terlihat dalam keputusan, sikap, dan tindakan kita?

Selain itu, menjadikan Al-Qur’an sebagai fardhu juga berarti melawan kecenderungan yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu manusia yang lebih condong kepada kebatilan dibandingkan kebenaran. Ini menuntut upaya yang sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur’an. Pemahaman ini harus diiringi dengan ketaatan dan komitmen untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi.

Sebagai kesimpulan, menjadikan Al-Qur’an sebagai fardhu dalam kehidupan adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Meski tantangan untuk mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan nyata sangat besar, umat Islam harus terus berusaha mewujudkan ajaran Al-Qur’an dalam setiap aspek kehidupan mereka.

Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama, manusia tidak hanya akan mendapatkan keselamatan di dunia, tetapi juga keberuntungan di akhirat. Al-Qur’an adalah jalan menuju keselamatan dan kesejahteraan sejati yang telah Allah tetapkan untuk umat manusia.(husni fahro)

Example 120x600