ppmindonesia.com, Jakarta- Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menetapkan target ambisius untuk meningkatkan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi 10%-20%. Target ini disampaikan pada acara pembukaan Rapat Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) pada 18 Desember 2024.
Saat ini, kontribusi koperasi terhadap PDB hanya sebesar 1,17%, dengan mayoritas berasal dari koperasi simpan pinjam. Dengan kondisi demikian, target tersebut dapat dianggap sebagai langkah ambisius atau sekadar retorika politik jika tidak diiringi dengan kebijakan konkret dan implementasi strategis.
Budi Arie menekankan perlunya pembenahan tata kelola koperasi serta memperkuat koperasi di sektor pertanian, sebuah sektor yang sangat strategis bagi perekonomian Indonesia. Pengalaman di negara maju menunjukkan bahwa koperasi memainkan peran penting dalam berbagai sektor.
Sebagai contoh, di Denmark, koperasi pertanian telah mendominasi 90% pangsa pasar produk pertanian, peternakan, dan perikanan sejak akhir abad ke-18. Koperasi di sana membantu petani dengan penyediaan alat dan mesin, konsultasi teknologi pertanian, hingga pemasaran hasil produksi. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi yang dikelola secara profesional mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian negara.
Sebaliknya, di Indonesia, sektor pertanian justru masih didominasi oleh tengkulak dan pengusaha besar yang mengendalikan distribusi produk dan saprotan (sarana produksi pertanian). Menurut Sekjen Pusat Peranserta Masyarakat Nasional (PPM), Anwar Hariyono, pemerintah perlu membuat kebijakan yang memfasilitasi koperasi untuk mengambil alih peran tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka sulit bagi koperasi untuk berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian nasional.
Langkah-Langkah Strategis
Jika pemerintah serius ingin mencapai target kontribusi koperasi sebesar 20% terhadap PDB, maka sejumlah kebijakan strategis harus dilakukan, antara lain:
1.Reformasi Tata Kelola Koperasi
Pemerintah harus melakukan pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola koperasi. Koperasi harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip koperasi. Selain itu, perlu ada pembenahan sumber daya manusia melalui pelatihan yang benar-benar aplikatif, bukan sekadar formalitas atau proyek menghabiskan anggaran.
2.Penguatan Koperasi di Sektor Pertanian
Koperasi harus diberdayakan untuk mengelola distribusi saprotan dan hasil pertanian. Model koperasi primer, sekunder, dan induk yang anggotanya terdiri dari petani bisa diterapkan, dengan skema bagi hasil yang adil. Ini akan mendorong petani untuk beralih dari sistem tradisional ke sistem koperasi yang lebih terstruktur.
3.Reformasi di Sektor Retail
Mengadopsi model koperasi seperti di Singapura, di mana sektor retail dikuasai koperasi, bisa menjadi solusi. Selain itu, pemerintah harus memberikan insentif seperti pembebasan pajak bagi koperasi yang memenuhi kriteria tertentu.
4.Penghapusan Koperasi Bermasalah
Koperasi simpan pinjam yang hanya menjadi kedok rentenir perlu dihapus. Pemerintah harus memberikan tindakan tegas terhadap koperasi yang tidak beroperasi sesuai prinsip koperasi.
5.Revitalisasi Aparatur Pemerintah
Pegawai Kementerian Koperasi, baik di pusat maupun daerah, harus direformasi agar lebih fokus pada pengawasan dan pembinaan koperasi, bukan sekadar menjalankan program yang menghabiskan anggaran tanpa dampak nyata.
7.Jaminan dan Perlindungan bagi Koperasi
Pemerintah perlu memberikan jaminan simpanan bagi koperasi simpan pinjam dan anggotanya, serta mempermudah akses permodalan.
Refleksi dan Harapan
Pada era Menteri Adi Sasono, program Kredit Usaha Tani (KUT) menjadi terobosan besar meskipun memiliki banyak kekurangan. Program tersebut nyata dirasakan manfaatnya oleh petani. Pengalaman ini seharusnya menjadi pelajaran bahwa kebijakan konkret yang berpihak kepada masyarakat mampu membawa perubahan nyata.
Jika langkah-langkah strategis di atas dapat dijalankan dengan konsisten, kontribusi koperasi terhadap PDB tidak hanya akan mencapai 20%, tetapi bahkan melampauinya. Program Kementerian Koperasi tidak boleh sekadar menjadi lip service atau retorika politik di tengah terpuruknya koperasi di berbagai sektor. Sebaliknya, program ini harus menjadi tonggak kebangkitan koperasi sebagai pilar utama perekonomian nasional.(asyary)