Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Maqaman Mahmudan: Antara Upaya Manusia dan Kehendak Allah

350
×

Maqaman Mahmudan: Antara Upaya Manusia dan Kehendak Allah

Share this article

ppmindonesia.com. Jakarta – Dalam kehidupan, manusia memiliki kecenderungan alami untuk meraih penghargaan dan pengakuan atas usaha yang dilakukannya. Namun, Islam mengarahkan manusia untuk tidak hanya mengejar penghargaan duniawi, tetapi juga mengupayakan penghargaan tertinggi yang berasal dari Allah.

Salah satu penghargaan agung yang dijanjikan Allah adalah kedudukan terpuji, atau yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai maqaman mahmudan. Istilah ini tercantum dalam Surah Al-Isra’ (17:79), di mana Allah menjelaskan bahwa kedudukan tersebut diperuntukkan bagi mereka yang menempuh jalan ibadah yang penuh kesungguhan dan keikhlasan.

Ayat ini mengungkapkan hubungan harmonis antara upaya manusia dan kehendak Allah dalam menentukan siapa yang berhak meraih kedudukan mulia ini. Allah berfirman:

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajjud sebagai tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji (maqaman mahmudan).” (QS Al-Isra’ [17]: 79)

Melalui ayat ini, tergambar bahwa maqaman mahmudan tidak semata-mata hasil dari usaha manusia, tetapi juga merupakan anugerah dari Allah yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Lalu, bagaimana hubungan antara usaha manusia dan kehendak Allah dalam konteks ini?

Upaya Manusia: Kesungguhan dalam Ibadah

Ayat tersebut menekankan pentingnya tahajjud sebagai salah satu bentuk ibadah tambahan yang mencerminkan kesungguhan seorang hamba. Shalat Tahajjud, yang dilakukan di tengah malam ketika kebanyakan manusia terlelap, merupakan ujian keikhlasan yang hanya dapat disaksikan oleh Allah. Dalam ibadah ini, seorang hamba menunjukkan dedikasi yang melampaui rutinitas, sebagai bukti kecintaannya kepada Allah.

Tahajjud bukan sekadar rutinitas tambahan, tetapi simbol usaha maksimal yang dilandasi oleh keimanan. Allah menekankan bahwa amal tambahan ini merupakan salah satu cara untuk meraih rahmat dan perhatian-Nya. Dengan demikian, maqaman mahmudan tidak mungkin diraih tanpa usaha manusia yang tulus dan sungguh-sungguh.

Kehendak Allah: Anugerah kepada Hamba Pilihan-Nya

Kendati manusia diwajibkan untuk berusaha, kedudukan maqaman mahmudan sepenuhnya bergantung pada kehendak Allah. Frasa asa (mudah-mudahan) dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa hasil akhir tetap berada dalam kekuasaan-Nya. Hal ini menegaskan bahwa penghargaan tertinggi hanya bisa diraih oleh mereka yang mendapatkan rahmat dan ridha Allah.

Allah adalah pemilik segala pujian (alhamdu lillah), dan Dialah yang memiliki hak mutlak untuk memberikan pujian kepada makhluk-Nya. Janji Allah tentang maqaman mahmudan adalah bentuk kasih sayang dan keadilan-Nya, di mana Dia memberikan penghargaan yang layak kepada hamba-hamba yang benar-benar berjuang di jalan-Nya. Namun, hamba yang paling layak meraih kedudukan ini adalah yang melakukan amalnya dengan penuh keikhlasan dan tanpa pamrih selain mengharap ridha Allah.

Maqaman Mahmudan dalam Perspektif Kehidupan

Maqaman mahmudan bukan sekadar kedudukan terpuji di sisi Allah, tetapi juga simbol puncak penghargaan bagi manusia yang telah menjalani hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaannya. Kedudukan ini mengajarkan manusia untuk tidak hanya berorientasi pada dunia, tetapi juga pada kehidupan akhirat.

Allah menegaskan bahwa maqaman mahmudan hanya dapat diraih melalui hubungan yang tulus dan mendalam dengan-Nya. Hal ini menjadi pengingat bahwa penghargaan sejati bukan berasal dari makhluk, melainkan dari Sang Pencipta. Sebaliknya, pujian dari sesama manusia sering kali bersifat sementara dan tidak memberikan dampak hakiki bagi kehidupan akhirat.

Antara Logika Usaha dan Rahmat Allah

Dalam Islam, usaha manusia tidak berdiri sendiri tanpa rahmat Allah. Kedudukan maqaman mahmudan menegaskan bahwa usaha terbaik manusia hanya akan bermakna jika disertai dengan kehendak Allah. Logika ini selaras dengan prinsip tauhid, di mana manusia menyadari bahwa segala sesuatu bergantung pada kuasa Allah. Bahkan upaya terbaik manusia tetap memerlukan rahmat dan pertolongan dari-Nya.

Namun, ayat ini juga mengingatkan bahwa rahmat Allah tidak diberikan tanpa alasan. Allah menjanjikan kedudukan terpuji bagi mereka yang mengupayakan amal tambahan (nafilatan laka), yang menunjukkan bahwa kehendak Allah selalu beriringan dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah tidak hanya memberi berdasarkan kehendak semata, tetapi juga sesuai dengan usaha yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya.

Pujian Tertinggi dan Tujuan Akhir

Maqaman mahmudan adalah cerminan dari perpaduan antara upaya manusia yang ikhlas dan kehendak Allah yang penuh rahmat. Kedudukan ini mengajarkan manusia untuk mengarahkan seluruh pengabdian hanya kepada Allah dan tidak mengharapkan pengakuan dari makhluk.

Dalam perspektif ini, upaya manusia untuk meraih maqaman mahmudan tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga perjalanan spiritual menuju tujuan akhir penciptaan, yaitu meraih keridhaan Allah.

Dengan demikian, Surah Al-Isra’ (17:79) menjadi pengingat bahwa perjuangan menuju kedudukan terpuji membutuhkan kombinasi usaha yang tulus, kesabaran, dan pengharapan kepada Allah. Hanya dengan rahmat-Nya, manusia dapat meraih penghargaan tertinggi yang melampaui segala bentuk pujian duniawi: maqaman mahmudan.(husni fahro)

Example 120x600