ppmindonesia.com, Jakarta – Dalam pemahaman teologis, konsep ketuhanan sering dijelaskan melalui dua aspek utama: transendensi dan imanen. Transendensi mengacu pada hakikat Tuhan yang melampaui alam semesta, tidak terikat oleh ruang dan waktu, serta berada di luar jangkauan akal dan indera manusia.
Sementara itu, imanen menandakan kehadiran Tuhan dalam ciptaan-Nya, yang tercermin melalui hukum-hukum alam, kehendak-Nya, dan keterlibatan-Nya dalam kehidupan manusia.
Dalam perspektif Pemikiran dan Pemahaman Mendalam (PPM), kedua aspek ini tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi dalam memahami hakikat Tuhan. PPM menekankan bahwa Tuhan tetap transenden, tetapi hukum dan kehendak-Nya bersifat imanen dalam kehidupan dan alam semesta.
Tuhan yang Transenden: Melampaui Segala Sesuatu
Pemahaman tentang Tuhan sebagai entitas transenden menegaskan bahwa Dia tidak terbatas oleh ciptaan-Nya. Dalam Islam, konsep ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, seperti dalam QS. Al-Baqarah: 255 (Ayat Kursi), yang menyatakan bahwa kekuasaan Allah mencakup seluruh langit dan bumi, tanpa kelelahan ataupun keterbatasan.
Selain itu, dalam QS. Al-An’am: 103 disebutkan bahwa Allah tidak dapat dijangkau oleh penglihatan, tetapi Dia menjangkau segala sesuatu.
Pandangan ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak dapat disamakan dengan makhluk atau menjadi bagian dari sesuatu yang bersifat material. Jika Tuhan terikat oleh ruang dan waktu, maka eksistensi-Nya akan terbatas, sedangkan Tuhan dalam pemahaman PPM adalah Maha Mutlak, berada di luar segala batasan yang dikenali manusia.
Tuhan yang Imanen: Hadir melalui Hukum dan Kehendak-Nya
Meski bersifat transenden, Tuhan juga imanen dalam arti bahwa Dia tidak lepas dari kehidupan manusia dan alam semesta. Namun, dalam perspektif PPM, keimanan Tuhan tidak berarti bahwa zat-Nya hadir dalam makhluk atau menjadi bagian dari alam ini.
Yang hadir dalam kehidupan adalah hukum-hukum-Nya yang mengatur realitas dan manifestasi kehendak-Nya yang berlaku di setiap aspek kehidupan.
Dalam QS. Ar-Rahman: 29 disebutkan:
“Setiap waktu, Dia dalam kesibukan (mengatur ciptaan-Nya).”
Ayat ini menegaskan bahwa Tuhan senantiasa aktif dalam mengatur ciptaan-Nya, baik melalui hukum alam, ilham kepada manusia, maupun melalui ketetapan yang berlaku atas segala sesuatu. Dengan demikian, Tuhan tetap Maha Kuasa atas segala sesuatu, tetapi tidak menjadi bagian dari sesuatu yang dapat diukur atau terikat dalam dimensi duniawi.
Manifestasi Kehendak Tuhan dalam Kehidupan
Manifestasi kehendak Tuhan dalam kehidupan manusia dan alam semesta tidak selalu berbentuk kejadian luar biasa atau intervensi langsung, melainkan terjadi melalui hukum sebab-akibat yang telah ditetapkan-Nya. Manusia yang memahami dan menjalankan kehidupan sesuai dengan nilai-nilai ilahi berarti telah menampakkan “wajah Tuhan” dalam kehidupan.
Dalam perspektif PPM, pengabdian manusia kepada Tuhan bukan sekadar ritual ibadah, tetapi juga terwujud dalam upaya menjalankan firman-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Menegakkan keadilan, menebar kasih sayang, menjaga keseimbangan alam, serta memperjuangkan kebaikan merupakan bentuk konkret dari manifestasi kehendak Tuhan dalam kehidupan manusia.
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 177, kebajikan sejati bukan hanya dalam bentuk formalitas ibadah, tetapi juga dalam tindakan nyata yang mencerminkan nilai-nilai ketuhanan:
“Bukanlah kebajikan itu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi; serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan untuk membebaskan hamba sahaya…”
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa mewujudkan nilai-nilai ilahi dalam kehidupan adalah bentuk nyata dari iman kepada Tuhan. Dengan kata lain, manusia yang berusaha menjadikan firman Tuhan sebagai dasar setiap tindakan telah menampilkan esensi keimanan yang sejati.
Kesimpulan
Hakikat Tuhan dalam perspektif PPM mencakup keseimbangan antara transendensi dan imanen. Tuhan tetap Maha Mutlak dan melampaui segala sesuatu, tetapi hukum dan kehendak-Nya senantiasa hadir dan bekerja dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, pengabdian kepada Tuhan bukan hanya dalam bentuk ibadah ritual, tetapi juga dalam bentuk tindakan nyata yang mencerminkan keadilan, kasih sayang, dan kebermanfaatan bagi sesama.
Dengan memahami hubungan antara transendensi, imanensi, dan manifestasi kehendak Tuhan, manusia dapat menemukan makna keberadaan dan menjalani kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai ketuhanan.
Pada akhirnya, keberadaan manusia di dunia ini bukan hanya untuk mengenali Tuhan dalam konsep abstrak, tetapi untuk menghadirkannya dalam perilaku dan tindakan nyata yang mencerminkan firman-Nya dalam kehidupan sehari-hari.(husni fahro)