Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Menelusuri Jejak Tuhan: Antara Transendensi, Imanensi, dan Kehidupan Manusia

231
×

Menelusuri Jejak Tuhan: Antara Transendensi, Imanensi, dan Kehidupan Manusia

Share this article

ppmindonesia.com. Jakarta -Sejak awal peradaban, manusia telah mencari jejak ketuhanan di dalam kehidupannya. Keberadaan Tuhan menjadi sumber perenungan yang mendalam, melahirkan berbagai pemahaman tentang hubungan antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Dalam perjalanan spiritual dan intelektual, dua konsep utama muncul dalam menjelaskan hakikat Tuhan, yaitu transendensi dan imanensi.

Tuhan yang transenden adalah Tuhan yang melampaui segala sesuatu, tidak terikat oleh ruang dan waktu, serta berada di luar jangkauan nalar manusia. Sementara itu, Tuhan yang imanen adalah Tuhan yang hadir dalam kehidupan manusia, terlibat dalam setiap peristiwa, serta menampakkan kehendak-Nya melalui hukum-hukum yang mengatur alam semesta.

Bagaimana manusia dapat memahami dua sifat ini secara bersamaan? Bagaimana Tuhan yang Maha Tinggi sekaligus dekat dalam setiap aspek kehidupan? Inilah pertanyaan yang terus dipikirkan oleh para pencari kebenaran sepanjang sejarah.

Transendensi Tuhan: Keagungan yang Tak Terjangkau

Konsep transendensi menegaskan bahwa Tuhan tidak dapat disamakan dengan makhluk atau terbatas dalam dimensi yang dikenal manusia. Dalam Islam, konsep ini ditegaskan dalam QS. Al-An’am: 103:

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan, tetapi Dia dapat melihat segala sesuatu.”

Ayat ini mengingatkan bahwa keberadaan Tuhan berada di luar batas indra manusia. Tuhan tidak terbatas oleh ruang dan waktu, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal atau penglihatan, namun keberadaan-Nya meliputi segala sesuatu.

Dalam pemikiran filsafat dan sains, transendensi Tuhan sering dikaitkan dengan keberadaan yang mutlak. Tuhan bukan sekadar bagian dari alam semesta, melainkan berada di luar dan menciptakan alam semesta itu sendiri. Inilah yang membedakan konsep ketuhanan dalam agama dengan pandangan filsafat seperti panteisme yang melihat Tuhan sebagai bagian dari alam.

Imanensi Tuhan: Kehadiran dalam Kehidupan

Meskipun Tuhan bersifat transenden, manusia tetap merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Kehadiran Tuhan ini bukan dalam bentuk fisik atau zat, melainkan melalui hukum-hukum yang mengatur alam semesta dan kehidupan manusia. Dalam QS. Ar-Rahman: 29 disebutkan:

“Setiap waktu, Dia dalam kesibukan (mengatur ciptaan-Nya).”

Ayat ini menggambarkan bahwa Tuhan tidak menciptakan alam semesta lalu membiarkannya berjalan sendiri, melainkan senantiasa mengatur, memelihara, dan menetapkan hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupan. Kehadiran Tuhan dapat dirasakan melalui tanda-tanda kebesaran-Nya dalam alam, dalam kejadian-kejadian yang terjadi, serta dalam ilham dan petunjuk yang diberikan kepada manusia.

Dalam berbagai tradisi keagamaan, imanensi Tuhan juga diwujudkan dalam nilai-nilai kebaikan yang dianut manusia. Ketika seseorang berbuat adil, menebarkan kasih sayang, atau memperjuangkan kebenaran, ia sedang menghadirkan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupannya.

Dengan demikian, Tuhan tidak hanya berada jauh di luar jangkauan manusia, tetapi juga hadir dalam setiap tindakan yang mencerminkan kehendak-Nya.

Menemukan Jejak Tuhan dalam Kehidupan

Pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana manusia dapat menemukan jejak Tuhan dalam kehidupannya? Jika Tuhan bersifat transenden, bagaimana manusia dapat merasakan kehadiran-Nya? Jawabannya terletak pada bagaimana manusia membaca tanda-tanda Tuhan di alam semesta dan dalam dirinya sendiri.

Dalam Islam, Tuhan telah memberikan petunjuk melalui wahyu yang terkandung dalam kitab suci. Wahyu bukan sekadar teks suci, tetapi juga merupakan manifestasi kehendak Tuhan yang membimbing manusia untuk menjalani kehidupan sesuai dengan hukum-hukum-Nya.

Selain itu, jejak Tuhan juga dapat ditemukan dalam keajaiban alam semesta. Keindahan langit yang bertabur bintang, keseimbangan ekosistem, hingga keteraturan hukum alam menjadi tanda bahwa ada kekuatan yang mengatur segalanya. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Fussilat: 53:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa (Al-Qur’an) itu adalah benar.”

Ayat ini mengajarkan bahwa tanda-tanda Tuhan tidak hanya ada dalam kitab suci, tetapi juga dalam realitas kehidupan. Orang yang merenung akan menemukan bahwa segala sesuatu memiliki keteraturan yang mengarah pada kebesaran Tuhan.

Menghadirkan Tuhan dalam Kehidupan

Menemukan jejak Tuhan bukan hanya sebatas pemahaman intelektual, tetapi juga tentang bagaimana manusia menghadirkannya dalam kehidupan nyata. Tuhan tidak hanya dikenal melalui konsep teologis, tetapi juga melalui tindakan yang mencerminkan sifat-sifat-Nya.

Dalam Islam, manusia diajarkan untuk menjadi “khalifah” di bumi, yang berarti bertanggung jawab dalam menegakkan keadilan, menjaga keseimbangan, serta berbuat baik kepada sesama. Kehadiran Tuhan dalam kehidupan bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga tentang bagaimana manusia mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupannya.

Maka, menghadirkan Tuhan dalam kehidupan berarti:

  1. Menjalani kehidupan dengan kesadaran ilahiah – bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya.
  2. Berbuat adil dan penuh kasih sayang – karena Tuhan adalah Maha Adil dan Maha Penyayang.
  3. Menjaga keseimbangan alam – karena alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dijaga.
  4. Mengamalkan kebaikan dalam setiap tindakan – karena itulah bentuk nyata dari iman kepada-Nya.

Dengan demikian, menelusuri jejak Tuhan bukan sekadar pencarian intelektual, tetapi juga perjalanan spiritual yang mengarahkan manusia pada kehidupan yang lebih bermakna.

Kesimpulan

Hakikat Tuhan dalam kehidupan manusia adalah perpaduan antara transendensi dan imanensi. Tuhan tetap Maha Tinggi, melampaui segala sesuatu, tetapi juga hadir melalui hukum dan kehendak-Nya yang mengatur alam semesta.

Menelusuri jejak Tuhan berarti membaca tanda-tanda kebesaran-Nya dalam ciptaan, memahami kehendak-Nya dalam wahyu, dan menghadirkan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan. Pada akhirnya, keberadaan Tuhan bukan hanya untuk dipahami, tetapi juga untuk diwujudkan dalam tindakan nyata yang mencerminkan keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan-Nya.

Dengan kesadaran ini, manusia dapat menemukan makna sejati dari kehidupannya—sebuah perjalanan yang tidak hanya mencari Tuhan di luar dirinya, tetapi juga menemukan-Nya dalam setiap langkah yang diambilnya di dunia ini. (husni fahro)

Example 120x600