ppmindonesia.com. Jakarta – Bayangkan sebuah dunia di mana manusia hidup dalam harmoni, tanpa konflik dan permusuhan. Sebuah dunia yang didasarkan pada nilai-nilai kasih sayang, kelembutan, dan sikap saling menghormati.
Dalam Al-Qur’an, konsep rahmatin minallah (rahmat dari Allah) menjadi kunci utama dalam menciptakan masyarakat yang penuh kedamaian. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali ‘Imran (3:159):
“Maka, dengan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap kasar dan keras hati, niscaya mereka akan menjauh dari sekelilingmu.”
Ayat ini menegaskan bahwa kelembutan adalah pilar utama dalam menjaga hubungan antar manusia. Sikap kasar dan keras hati (ghalizhal qalb) hanya akan menciptakan jurang perpecahan yang membuat orang saling menjauh dan menumbuhkan benih konflik.
Dalam konteks masyarakat multikultural, prinsip ini menjadi semakin relevan karena keberagaman sering kali menjadi tantangan tersendiri dalam membangun kebersamaan.
Rahmatin Minallah sebagai Perekat Sosial
Dalam interaksi sosial, sikap penuh kasih dan kelembutan bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan dan harmoni. QS. Al-Maidah (5:91) mengingatkan bahwa syaitan selalu mencari celah untuk menebarkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.
Oleh karena itu, sikap lembut dan penuh kasih adalah cara untuk menutup ruang bagi konflik dan perselisihan.
Lebih lanjut, QS. Ali ‘Imran (3:133-134) memberikan petunjuk konkret mengenai bagaimana sifat rahmatin minallah harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Ayat ini mengajak manusia untuk:
- Bersegera menuju ampunan Allah dan surga-Nya.
- Menjadi pribadi yang dermawan, baik dalam keadaan lapang maupun sempit (sarro’i wad dhorro’i).
- Menahan amarah dan tidak mudah tersulut emosi (wal kaazhimiinal ghaidha).
- Memaafkan sesama manusia (wal ‘aafiina ‘aninnaas).
Jika setiap individu menerapkan nilai-nilai ini, maka alasan bagi terjadinya konflik menjadi tidak relevan. Seharusnya, tidak ada lagi permusuhan di antara umat beragama atau kelompok sosial karena semuanya telah berlandaskan kasih sayang dan keadaban.
Membangun Masyarakat Berbasis Kasih Sayang
Maraknya konflik dalam berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa konsep rahmatin minallah belum sepenuhnya dipahami dan diamalkan dengan baik.
Banyak pertikaian terjadi akibat kepentingan sempit yang mengabaikan prinsip dasar kelembutan dan kasih sayang. Padahal, jika setiap individu menempatkan rahmatin minallah dalam hatinya, perdamaian bukan lagi sekadar impian, melainkan sebuah realitas yang terwujud.
Untuk mewujudkan hal tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperdalam pemahaman tentang rahmatin minallah.
Kita perlu meneladani mereka yang telah berhasil mengimplementasikan nilai ini dalam kehidupan mereka. Orang-orang yang hidup dalam cahaya rahmat Allah bukan hanya menghindari kejahatan, tetapi juga membenci segala bentuk kemaksiatan, kefasikan, dan kekafiran. Mereka mencintai keimanan dan menjadikan iman sebagai keindahan dalam hidup mereka.
Bayangkan jika mayoritas manusia mencapai tingkatan spiritual ini—dengan sendirinya, potensi kejahatan akan sirna. Masyarakat tidak lagi perlu menghabiskan energi untuk menangkal kejahatan karena kejahatan itu sendiri telah kehilangan tempat dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian, dunia yang damai, penuh kasih, dan harmonis bukan sekadar utopia, melainkan sesuatu yang benar-benar dapat diwujudkan.
Rahmatin minallah adalah konsep mendasar yang dapat menjadi fondasi bagi terciptanya perdamaian dalam masyarakat multikultural. Kelembutan, kasih sayang, dan pengendalian diri bukan hanya menjadi prinsip individual, tetapi juga menjadi landasan dalam membangun relasi sosial yang harmonis. Jika setiap individu dan kelompok menerapkan nilai-nilai ini, maka dunia akan menjadi tempat yang lebih baik—sebuah dunia yang dipenuhi dengan ketenangan, persaudaraan, dan keadaban yang luhur.
Mari bersama-sama menanamkan rahmatin minallah dalam hati kita, menjadikannya sebagai pedoman dalam berinteraksi, serta menyebarkannya dalam setiap aspek kehidupan. Dengan begitu, perdamaian bukan lagi sekadar angan-angan, tetapi sebuah kenyataan yang kita bangun bersama.(husni fahro)