Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Lailatul Qadar: Peristiwa Historis dalam Al-Qur’an

76
×

Lailatul Qadar: Peristiwa Historis dalam Al-Qur’an

Share this article
Ilustrasi Lalatul Qadar (ppm.doc)

ppmindonesia.com.Jakarta– Secara tradisional, banyak yang meyakini bahwa para malaikat turun ke bumi setiap tahun pada malam ke-27 Ramadhan untuk melaksanakan perintah tertentu dan menjawab doa-doa manusia. Namun, keyakinan ini tidak pernah dinyatakan atau diisyaratkan dalam teks Arab Al-Qur’an.

Sebaliknya, 97:4 secara eksklusif mengacu pada satu malam tertentu lebih dari 1400 tahun yang lalu, di mana peristiwa besar terjadi: pengungkapan Al-Qur’an kepada manusia.

Malam Diberkahi: Momen Historis dalam Sejarah Wahyu

Penting untuk memahami bagaimana Al-Qur’an menggambarkan peristiwa turunnya wahyu. Dalam Surah 44, Allah menjelaskan bahwa kitab suci ini diturunkan pada satu malam khusus yang disebut sebagai malam yang diberkahi (لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ – laylatun mubarakah):

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ ۝٣

[44:3] “Kami menurunkannya (anzalnāhu) pada malam yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami memberi peringatan.”

فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ ۝٤

[44:4] “Di dalamnya (feeha), setiap urusan kebijaksanaan dijelaskan.”

اَمْرًا مِّنْ عِنْدِنَاۗ اِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَۖ ۝٥

[44:5] “Sebagai perintah yang telah ditentukan dari Kami bahwa Kami mengutus seorang rasul.”

Dalam ayat 44:3, kata kerja “anzalnāhu” (Kami menurunkannya) menggunakan bentuk maskulin tunggal, yang dalam bahasa Arab merujuk pada Al-Qur’an sebagai kitab suci.

Kemudian dalam 44:4, Allah tetap merujuk pada malam itu, menggunakan bentuk feminin “feeha” (di dalamnya), yang sesuai dengan bentuk kata “laylatun” (malam). Jika yang dimaksud adalah Al-Qur’an, maka bentuknya seharusnya “feehi” (maskulin).

Dengan demikian, jelas bahwa Allah sedang berbicara tentang satu malam tertentu di masa lalu, di mana segala urusan kebijaksanaan ditetapkan dalam wahyu kepada Nabi Muhammad.

Hal yang sama ditegaskan dalam Surah 97, yang menyatakan bahwa pada malam itu (feeha), para malaikat dan Jibril turun dengan setiap perintah:

تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ ۝٤

[97:4] “Para malaikat dan Roh turun ke dalamnya (feeha), dengan izin Tuhan mereka, membawa setiap perintah.”

Makna Proses Turunnya Al-Qur’an

Konsep ini semakin diperjelas dalam ayat-ayat lain yang menggambarkan bagaimana wahyu diturunkan:

يُنَزِّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةَ بِالرُّوْحِ مِنْ اَمْرِهٖ عَلٰى مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖٓ اَنْ اَنْذِرُوْٓا اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاتَّقُوْنِ ۝٢

[16:2] “Dia menurunkan para malaikat dengan wahyu, membawa perintah-Nya, kepada siapa pun yang Dia pilih di antara hamba-hamba-Nya: ‘Kamu harus memberitakan bahwa tidak ada tuhan selain Aku; Kamu harus menghormati Aku.’”

رَفِيْعُ الدَّرَجٰتِ ذُو الْعَرْشِۚ يُلْقِى الرُّوْحَ مِنْ اَمْرِهٖ عَلٰى مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلَاقِۙ ۝١٥

[40:15] “Pemilik peringkat tertinggi dan Penguasa segala kekuasaan. Dia mengirimkan ilham, membawa perintah-Nya, kepada siapa pun yang Dia pilih di antara hamba-hamba-Nya, untuk memperingatkan tentang Hari Pemanggilan.”

وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَاۗ مَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَاۗ وَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ ۝٥٢

[42:52] “Jadi, Kami mengilhami kamu dengan wahyu yang menyatakan perintah-perintah Kami. Kamu tidak tahu tentang kitab suci atau iman, tetapi Kami menjadikannya cahaya untuk membimbing siapa pun yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Sesungguhnya, engkau memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

Dari ayat-ayat ini, jelas bahwa para malaikat adalah perantara dalam proses turunnya wahyu. Mereka membawa perintah Allah kepada para nabi yang dipilih-Nya. Ini sesuai dengan peran mereka dalam 97:4, di mana mereka turun pada malam khusus di masa lalu, bukan sebagai ritual tahunan.

Kesalahan dalam Pemahaman Tradisional

Banyak orang meyakini bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang berulang setiap tahun, di mana para malaikat turun untuk melaksanakan perintah atau mengabulkan doa-doa. Namun, tidak ada pernyataan dalam Al-Qur’an yang mendukung gagasan ini.

Kesalahan utama dalam pemahaman tradisional ini adalah:

  1. 97:4 tidak menyebutkan bahwa malaikat turun setiap tahun, tetapi hanya pada malam tertentu di masa lalu.
  2. Istilah “feeha” dalam 97:4 dan 44:4 mengacu pada malam khusus itu, bukan suatu peristiwa yang terus berulang.
  3. Allah menggunakan kata “Kami menurunkannya” dalam bentuk lampau, yang menegaskan bahwa peristiwa ini telah selesai.

Tidak ada dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa doa-doa dikabulkan secara khusus pada malam ini setiap tahun.

Linguistik dan konteks Al-Qur’an

Dari analisis linguistik dan konteks Al-Qur’an, kita dapat menyimpulkan bahwa:

  • Lailatul Qadar adalah malam di mana Al-Qur’an diturunkan, bukan peristiwa tahunan yang terus berulang.
  • Penggunaan istilah “feeha” dalam 97:4 dan 44:4 merujuk pada satu malam tertentu di masa lalu.
  • Para malaikat turun dalam rangka penyampaian wahyu, bukan untuk mengabulkan doa secara rutin setiap tahun.
  • Kesalahpahaman tentang Lailatul Qadar yang berulang setiap tahun tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an.

Maka, pemahaman yang benar adalah bahwa Lailatul Qadar adalah satu malam historis di mana Al-Qur’an diturunkan, dan bukan suatu peringatan tahunan. (husni fahro)

Example 120x600