ppmindonesia.com.Jakarta– Dalam sesi pelatihan kader dakwah bil hal PPM, Mas Faqih Suhada menyampaikan gagasan besar tentang krisis pertanian dan peternakan nasional serta tawaran solusinya: integrated farming berbasis wakaf produktif.
Ia memulai dengan potret suram pertanian saat ini. “Sekarang bertani itu hanya menghasilkan 5 ton per hektare, dan itu dianggap hebat. Padahal dulu, 12 ton itu biasa. Sekarang 5 ton sudah dianggap menggembirakan. Kenapa? Karena kita tergantung pupuk kimia yang bukan hanya mahal, tapi merusak tanah.” Tambahnya, “Tiap tahun pupuknya ditambah, hasilnya malah turun. Ini bukan pertanian berkelanjutan.”
Masalah lainnya adalah sistem distribusi pupuk subsidi yang penuh manipulasi. Pupuk yang seharusnya jadi hak petani, seringkali berpindah tangan dan nilainya dipermainkan di lapangan.
Kotoran Ternak: Pabrik Pupuk Kita
“Sapi, domba, kambing — itu bukan hanya ternak. Itu adalah pabrik pupuk kita,” tegas Mas Faqih. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan kotoran ternak 100% sebagai pupuk organik, sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap pupuk urea hingga 90%. Biaya produksi menurun, margin keuntungan meningkat.
Satu hektare sawah yang biasanya membutuhkan biaya operasional sekitar 8–10 juta rupiah, bisa ditekan jika pupuk berasal dari kotoran ternak. Dengan panen 8 ton gabah per hektare, harga minimal Rp5.000 per kilogram, potensi pendapatan bisa mencapai Rp40 juta. “Kalau ini kita kombinasikan dengan sistem wakaf, maka pendekatan bisnisnya akan sangat kuat. Wakaf jangan cuma untuk masjid atau kuburan. Tapi untuk sawah, peternakan, atau kebun sawit.”
Wakaf Produktif: Kunci Kemandirian Umat
Mas Faqih mengutip visi para pendiri PPM seperti Almarhum Ali Mustafa Yaqub yang sejak lama memimpikan lembaga wakaf produktif. “Wakaf bukan hanya amal jariyah untuk akhirat, tapi juga untuk dunia. Kalau dikelola profesional, umat ini bisa bangkit. Tapi pengelola wakaf harus paham bisnis!”
Ia mencontohkan banyak lembaga wakaf besar seperti Muhammadiyah, NU, dan BWI yang memiliki aset tanah luas namun tidak produktif. “Karena tidak dikelola dengan visi usaha. Padahal sejarah wakaf dimulai dari wakaf kebun kurma yang produktif, bukan tanah kosong.”
Strategi Praktis Integrated Farming
Mas Faqih menjelaskan teknis pengolahan pupuk organik berbasis kotoran ternak. Untuk sapi, dibuat kolam fermentasi berjenjang menggunakan teknologi E4. Untuk kambing dan domba, kandang panggung dengan kolam di bawahnya. “Saya tidak bilang ini pupuk, saya bilang ini kotoran cair. Supaya tidak dikomplain macam-macam. Tapi nyatanya sangat efektif untuk lahan sawah dan kebun.”
Selain aspek teknis, ia menegaskan pentingnya breeding dalam peternakan. “Jangan hanya menggemukkan, tapi juga kembangkan pembibitan. Kalau cuma penggemukan, saya jamin dua-tiga tahun bangkrut. Susah cari bakalan.”
Ia juga menyinggung tentang program “Lumbung Domba Nasional” yang sedang ia inisiasi sebagai upaya penyediaan bibit berkelanjutan.
Mandiri Tanpa Menunggu Pemerintah
Menanggapi pertanyaan peserta dari Dompu, NTB, tentang kemandirian petani, Mas Faqih menjawab lugas: “Jangan harapkan pemerintah. Jalani sendiri. Kalau lahannya sendiri, olah sendiri. Jangan berharap bantuan, karena itu justru membuat kita tergantung.”
Ia juga menekankan bahwa modal bisa dihimpun dari wakaf, dari keluarga, atau sistem bagi hasil dengan tetap menjaga prinsip amanah. “Yang berat itu bukan modal, tapi amanah. Bisa dipercaya atau tidak. Kalau tidak amanah, semua sistem akan runtuh.”
Refleksi dan Perbandingan Global
Mas Pupun Purwana, Presidium PPM, dalam tanggapannya membandingkan dengan negara-negara seperti Cina, Thailand, dan Vietnam yang telah mengintegrasikan teknologi dan ketahanan pangan secara sistemik. “Di Cina, bahkan Dirjen Pertanian lebih besar pengaruhnya daripada menteri. Karena mereka sadar, kalau tidak menjaga perut rakyat, pemerintah bisa runtuh.”
Ia menggambarkan model pertanian terpadu di Cina: sawah terapung dengan sistem akuaponik, parit untuk kelapa dan nangka, serta efisiensi dalam pengolahan hasil panen.
Harapan: Kader PPM Jadi Pelopor
Di akhir sesi, Anwar Hariyono, Sekjen PPM Nasional, menyimpulkan: “Apa yang disampaikan Mas Faqih malam ini semoga menjadi pencerahan. Integrated farming, wakaf produktif, dan model peternakan berkelanjutan adalah jalan dakwah bil hal kita di tengah umat.”
Ia menambahkan bahwa diskusi tentang Kelompok Usaha Bersama (KUB), kelembagaan fungsional, dan metodologi pengorganisasian akan dibahas lebih detail dalam sesi berikutnya.
Pelatihan ditutup dengan semangat dan tepuk tangan untuk Mas Faqih yang telah menyampaikan gagasan sekaligus pengalaman lapangan yang nyata dan menginspirasi.(emha)