Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

PMK 49/2025 Berlaku, Koperasi Desa Bisa Pinjam ke Bank dengan Jaminan Dana Publik

90
×

PMK 49/2025 Berlaku, Koperasi Desa Bisa Pinjam ke Bank dengan Jaminan Dana Publik

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmindonesia.com. Jakarta – Pemerintah resmi menerbitkan regulasi yang membuka akses pembiayaan perbankan bagi koperasi desa dan kelurahan melalui jaminan dana publik. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

Melalui peraturan tersebut, Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) kini dapat mengajukan pinjaman hingga Rp 3 miliar ke bank-bank milik negara (Himbara), dengan bunga 6 persen per tahun dan jangka waktu hingga 72 bulan. Pinjaman ini juga dilengkapi masa tenggang maksimal delapan bulan.

Namun, ketentuan yang menarik perhatian publik terdapat pada Pasal 11 PMK, yakni penggunaan dana desa atau dana alokasi umum dan dana bagi hasil (DAU-DBH) sebagai jaminan atas pinjaman koperasi. 

Jika koperasi gagal mengembalikan pinjaman, maka dana publik tersebut dapat digunakan untuk menalangi kewajiban koperasi, dan dicatat sebagai piutang pemerintah desa atau daerah.

Talangan Dicatat sebagai Piutang, Aset Koperasi Jadi Agunan

Selain dana desa atau DAU-DBH, aset koperasi juga dapat dijadikan jaminan atas dana talangan yang dikeluarkan negara. Hal ini mencakup aset fisik maupun hasil belanja modal dari pinjaman yang sebelumnya disetujui bank.

Meski membuka ruang pendanaan yang lebih luas, skema ini dinilai mengandung risiko jika tidak dibarengi dengan kesiapan usaha koperasi secara teknis dan manajerial.

“Skema ini bisa jadi peluang, bisa juga jadi bumerang. Koperasi harus benar-benar siap, bukan hanya sekadar dibentuk demi serapan program,” kata Sekretaris Jenderal Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional, Anwar Hariyono, Sabtu (26/7/2025).

PPM: Koperasi Harus Bankable dan Berbasis Usaha Nyata

Anwar menegaskan bahwa koperasi yang mengajukan pinjaman harus memiliki unit usaha yang jelas dan rencana bisnis yang bankable. Ia menyoroti kecenderungan pembentukan koperasi secara instan yang hanya mengejar target administratif tanpa memperhatikan substansi usaha.

“Koperasi yang ideal adalah yang tumbuh dari bawah, dari semangat bersama, bukan dibentuk secara top-down karena program. Kalau dipaksakan, koperasi tidak akan punya daya tahan,” ujarnya.

Ia juga menyinggung kasus KDMP Pucangan di Tuban yang ditinggalkan mitra usaha akibat minimnya kesiapan dan perencanaan. Menurut dia, tanpa partisipasi aktif anggota dan kesamaan tujuan ekonomi, koperasi hanya menjadi nama tanpa kegiatan riil.

Prosedur Ketat, Verifikasi Ketat oleh Bank

Untuk mengakses skema pembiayaan ini, koperasi wajib memenuhi sejumlah syarat, mulai dari badan hukum, NPWP, rekening sendiri, hingga proposal bisnis yang memuat rencana penggunaan dan pengembalian pinjaman.

Bank juga akan melakukan penilaian kelayakan, termasuk memeriksa laporan keuangan, rencana usaha, dan rekam jejak koperasi. Pencairan dana dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang lolos verifikasi.

Misalnya, jika koperasi mengajukan pembangunan gudang senilai Rp 1 miliar, tetapi hasil verifikasi bank hanya menyetujui Rp 200 juta, maka dana yang dicairkan terbatas pada nilai yang disetujui.

Di Lapangan, Modal Awal Masih Sangat Terbatas

Di Kabupaten Sleman, DIY, sejumlah KDMP baru mulai beroperasi dengan modal yang sangat terbatas. KDMP Hargobinangun, misalnya, hanya memiliki modal awal sekitar Rp 4,5 juta yang berasal dari iuran pokok dan wajib 45 anggota.

Ketua KDMP Hargobinangun, Arif Yuwantoro, mengatakan dana tersebut digunakan untuk operasional dasar seperti pembelian alat tulis dan kebutuhan pengelolaan. Hingga kini, unit usaha yang telah berjalan baru satu, yakni penjualan gas elpiji bekerja sama dengan Pertamina. “Kami masih merintis. Baru satu unit usaha yang aktif, selebihnya masih tahap persiapan,” ujarnya, dikutip dari harianjogya.com, Selasa (22/7).

Koperasi tersebut merencanakan pengembangan sembilan unit usaha lainnya, mulai dari gerai sembako hingga layanan reparasi mobil wisata Jeep, seiring dengan potensi kawasan wisata Kaliurang.

Tantangan: Modal Lemah, Usaha Belum Siap, Tapi Harus Penuhi Standar Bank

PPM menyoroti bahwa meskipun regulasi membuka ruang pembiayaan, tidak semua koperasi siap secara teknis untuk memenuhi syarat perbankan. Koperasi harus memiliki rencana bisnis yang realistis, pasar yang jelas, serta pengelolaan yang transparan agar tidak menimbulkan gagal bayar yang pada akhirnya membebani dana publik.

“Jangan sampai dana desa jadi penopang kebijakan yang gagal di lapangan. Koperasi bukan sekadar formalitas, tapi harus jadi alat peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan,” tegas Anwar.

Refleksi: Jaga Semangat Asli Koperasi

Pemerintah diharapkan tidak hanya mendorong kuantitas pembentukan koperasi, melainkan juga memperhatikan kualitas pengelolaan dan relevansi usahanya. Semangat koperasi sebagai soko guru ekonomi rakyat perlu dijaga agar tidak bergeser menjadi instrumen jangka pendek.

“Jangan sampai koperasi yang sejatinya mulia justru disalahgunakan sebagai saluran proyek semu. Yang rugi nanti bukan hanya anggaran negara, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap koperasi,” tutup Anwar. (acank)

 

Example 120x600