ppmindonesia.com.Bogor– Di banyak rumah muslim Indonesia, Surat Yasin kerap dibaca pada malam Jumat, saat tahlilan, atau peringatan kematian. Lantunan ayatnya mengalun merdu, bahkan hafal di luar kepala.
Namun, dalam kajian tematik Qur’ani yang disampaikan Husni Nasution di kanal Syahida, muncul pertanyaan penting: apakah Surat Yasin hanya menjadi bacaan, atau sudah benar-benar menjadi jalan hidup?
“Banyak orang membacanya rutin, tapi tidak menyadari bahwa di awal surat inilah Allah menegaskan jalan hidup seorang mu’min sejati,” ujar Husni Nasution membuka pembahasan.
Al-Qur’an: Hakim Kehidupan
Ustaz Husni mengajak jamaah memulai dari QS An-Nisa ayat 65 yang menegaskan syarat keimanan:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh kepasrahan.”
Menurutnya, menjadikan Rasulullah sebagai hakim pada hakikatnya adalah menjadikan Al-Qur’an — wahyu yang beliau bawa — sebagai sumber keputusan dalam hidup.
Shirathal Mustaqim dalam Surat Yasin
Hubungannya menjadi jelas saat kita melihat QS Yasin ayat 2-5:
وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ • إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ • عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ • تَنزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
“Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar termasuk dari para rasul, (yang berada) di atas jalan yang lurus, (yaitu) wahyu yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.”
Tafsir ringkasnya, sebagaimana disampaikan Husni Nasution, adalah bahwa shirathal mustaqim (jalan yang lurus) bukanlah konsep kabur atau mustahil diraih. “Ia adalah jalan hidup yang nyata: mengikuti Rasulullah dengan berpegang pada wahyu,” tegasnya.
Doa yang Sebenarnya Sudah Dijawab
Setiap hari, jutaan muslim memohon dalam shalat:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS Al-Fatihah: 6)
Doa ini diulang di setiap rakaat, dari hari ke hari, tahun ke tahun. “Seakan-akan kita belum tahu jawabannya,” kata Ustaz Husni. “Padahal Allah sudah menunjukkannya dalam Surat Yasin: jalan lurus itu adalah wahyu yang dibawa Rasulullah.”
Kesalahan Fatal: Membaca Tanpa Memahami
Sayangnya, meski sering dibaca, banyak orang tak memahami makna ayat-ayat Surat Yasin. Bahkan ada yang menggambarkan shirathal mustaqim seperti rambut dibelah tujuh — terlalu halus untuk diikuti.
Di sinilah relevansi QS An-Nisa ayat 43:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ… ٤
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan…”
“Makna luasnya,” jelas Husni Nasution, “ibadah tidak boleh dilakukan tanpa pemahaman. Membaca Surat Yasin hanya sebagai rutinitas tanpa memahami isinya sama saja kita kehilangan pesan utamanya.”
Kembali Menjadikan Yasin sebagai Pedoman Hidup
Husni Nasution menutup kajian dengan pesan yang kuat: “Kalau Surat Yasin hanya jadi bacaan malam Jumat, kita kehilangan intinya. Jadikanlah ia kompas hidup: teguh pada Al-Qur’an, mengikuti Rasulullah, dan menempuh shirathal mustaqim yang Allah tunjukkan.”
Dengan memahami maknanya, Surat Yasin bukan lagi sekadar lantunan ayat yang indah, tetapi petunjuk praktis yang memandu langkah setiap muslim — dari satu rakaat ke rakaat berikutnya, dari satu hari ke hari berikutnya, hingga akhir hayat.(syahida)
*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an. Ia dikenal dengan konsep ‘Nasionalisme Religius’ yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.