Scroll untuk baca artikel
HikmahNasional

Perbedaan Kesejahteraan: Jalan untuk Saling Memberdayakan

27
×

Perbedaan Kesejahteraan: Jalan untuk Saling Memberdayakan

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmindonesia.com.Bogor – Pernahkah kita bertanya, mengapa ada yang hidup serba cukup bahkan berlebih, sementara ada yang harus berjuang keras demi sesuap nasi? Apakah ini tanda ketidakadilan? Atau justru bagian dari rancangan ilahi yang penuh hikmah?

Dalam kajian tematik Qur’ani di kanal Kajian Syahida, Ustaz Husni Nasution mengajak jamaah melihat fenomena ini dengan kacamata wahyu. “Perbedaan tingkat kesejahteraan bukanlah cacat dalam sistem Allah,” ujarnya. “Justru, ia adalah mekanisme sosial yang membuat manusia saling membutuhkan, saling menguatkan.”

Al-Qur’an menjelaskan secara tegas dalam QS. Az-Zukhruf ayat 32:

نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّاۗ …۝٣٢

 “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain…” (QS. Az-Zukhruf [43]: 32)

Ayat ini, menurut Husni, mengungkap rahasia besar: Allah sendiri yang menetapkan tingkatan kehidupan. Sebagian diberikan kelebihan harta, sebagian dianugerahi ilmu, sebagian dikuatkan fisiknya, sebagian diperkaya dengan kesabaran. Semua berbeda, semua saling melengkapi.

Nikmat yang Tak Terhitung, Rezeki yang Terukur

Di sisi lain, Al-Qur’an mengingatkan betapa luasnya nikmat Allah, sebagaimana firman-Nya:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ۝١٨

 “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl [16]: 18)

Namun, meski nikmat itu tak terhitung, rezeki yang kita terima tetap terukur. Allah berfirman dalam QS. Al-Hijr ayat 21:

وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا عِنْدَنَا خَزَاۤىِٕنُهٗ وَمَا نُنَزِّلُهٗٓ اِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُوْمٍ ۝٢١

 “Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (QS. Al-Hijr [15]: 21)

“Semua ada dalam perbendaharaan Allah,” jelas Husni, “tapi Dia memberikannya sesuai ukuran yang tepat—tidak lebih, tidak kurang—demi kebaikan hamba-Nya.”

Lapangan dan Kesempitan: Dua Ujian yang Berbeda

Dalam QS. Ar-Ra’d ayat 26, Allah menegaskan:

اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُۗ… ۝٢٦

 “Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya (bagi siapa yang Dia kehendaki)…” (QS. Ar-Ra’d [13]: 26)

Husni mengingatkan bahwa kelapangan dan kesempitan sama-sama ujian. Orang yang rezekinya lapang diuji dalam rasa syukur dan amanah, sementara yang rezekinya sempit diuji dalam kesabaran dan tawakal.

“Kadang, kita terlalu cepat mengukur hidup dari materi,” katanya. “Padahal, kelapangan yang tidak diiringi syukur bisa menjadi jebakan. Dan kesempitan yang diiringi kesabaran bisa menjadi pintu kemuliaan.”

Makna Sosial dari Perbedaan

Perbedaan kesejahteraan, kata Husni, bukan untuk saling menjatuhkan atau merasa lebih tinggi, melainkan untuk saling memberdayakan. Yang punya kelebihan harta membantu yang kekurangan. Yang berilmu membimbing yang belum tahu. Yang kuat melindungi yang lemah.

“Inilah jembatan penghubung antarmanusia yang Allah rancang,” ujarnya. “Kita tidak diminta menyeragamkan nasib, tapi diminta memastikan tak ada yang terabaikan.”

Akhirnya, Semua Kembali ke Syukur

Ustaz Husni menutup kajian dengan mengutip QS. Ibrahim ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ۝٧

 “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

“Bersyukur bukan berarti pasrah tanpa usaha,” pungkasnya. “Bersyukur berarti menerima takaran Allah sambil mengoptimalkan peran kita untuk memberi manfaat bagi orang lain. Sebab, di hadapan Allah, yang terpenting bukan seberapa banyak kita memiliki, tapi seberapa banyak kita memberi.” (syahida)

 

Example 120x600