Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

80 Tahun Indonesia: Mengapa Kita Belum Menjadi Baldatun Thayyibah?

47
×

80 Tahun Indonesia: Mengapa Kita Belum Menjadi Baldatun Thayyibah?

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Delapan dekade sudah Indonesia merdeka, tetapi cita-cita menjadi bangsa yang sejahtera, adil, dan diridhai Allah—sebuah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur—belum juga terwujud sepenuhnya. 

Pertanyaan inilah yang mengemuka dalam kajian Qur’an bil Qur’an oleh Husni Nasution di kanal Syahida.

Menurutnya, bangsa ini telah bekerja keras membangun infrastruktur, demokrasi, dan perekonomian, namun kerap melupakan fondasi spiritual dan etis yang ditawarkan Al-Qur’an.

Ideal Qur’ani: Negeri yang Diberkahi

Al-Qur’an menggambarkan cita-cita sebuah negeri dalam QS Saba’ [34]:15:

 لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍۖ كُلُوا۟ مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لَهُۥۚ بَلْدَةٌۭ طَيِّبَةٌۭ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu adalah) negeri yang baik dan Tuhanmu Maha Pengampun’.”

Husni menekankan bahwa ayat ini bukan sekadar kisah sejarah, melainkan visi peradaban. Negeri yang baik (baldatun thayyibah) adalah negeri yang mampu menjaga keseimbangan antara ketersediaan rezeki, syukur kolektif, dan keadilan sosial.

Mengapa Indonesia Belum Sampai?

Menurut Husni, ada tiga sebab utama mengapa Indonesia belum mencapai derajat itu:

  1. Syukur yang Terlupakan

Bangsa ini diberkahi kekayaan alam melimpah, namun lebih sering dieksploitasi tanpa keberlanjutan. “Padahal syukur dalam Qur’an bukan hanya ucapan, tetapi pengelolaan dan distribusi yang adil,” jelasnya.

  1. Pemimpin yang Lalai

Al-Qur’an menegaskan pentingnya kepemimpinan yang adil dalam QS An-Nisa [4]:58:

 إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّوا۟ ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”

Namun praktik politik sering melenceng dari prinsip ini, dengan amanah yang berubah menjadi komoditas.

  1. Rakyat yang Terbelah

Al-Qur’an juga memperingatkan dampak buruk perpecahan. QS Ali Imran [3]:103 menegaskan:

> وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟

“Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.”

Sayangnya, menurut Husni, perbedaan politik dan mazhab sering diperbesar hingga melupakan persatuan yang lebih mendasar.

Jalan Keluar Qur’ani

Kajian ini menekankan bahwa jalan keluar menuju baldatun thayyibah bukanlah semata-mata pembangunan fisik, melainkan pembangunan karakter bangsa yang Qur’ani: pemimpin amanah, rakyat bersyukur, dan persatuan yang kokoh.

“Jika tiga pilar ini ditegakkan, maka 80 tahun Indonesia bukanlah perjalanan yang sia-sia, melainkan momentum menuju negeri yang benar-benar diridhai Allah,” pungkas Husni. (syahida)

*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an. Ia dikenal dengan konsep ‘Nasionalisme Religius’ yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.
Example 120x600