ppmindonesia.com.Jakarta,- Sejumlah alumni Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Alumni UI (FORSA UI) meluncurkan Petisi Asta Cita Rakyat di Jakarta, Kamis (4/9/2025). Petisi ini memuat delapan tuntutan yang mereka sebut lahir dari keprihatinan mendalam atas kondisi bangsa yang terangkum dalam “tragedi 2025”.
Koordinator FORSA UI, Alip Purnomo, menyebut petisi ini sebagai representasi jeritan nurani rakyat yang telah lama terpendam. Alip, yang juga menjabat Wakil Sekretaris Jenderal Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional, menegaskan bahwa kemarahan rakyat bukanlah reaksi sesaat.
“Kemarahan rakyat bukan letupan sesaat. Ia lahir dari luka yang menganga, dari ketidakadilan yang menumpuk: pajak yang mencekik, korupsi yang merajalela, kekerasan aparat, hingga nyawa manusia yang diperlakukan seolah tak bernilai,” ujarnya.
Delapan Tuntutan Rakyat
Petisi Asta Cita Rakyat memuat delapan langkah konkret yang dinilai krusial untuk memulihkan demokrasi dan menegakkan kembali kedaulatan rakyat, yakni:
- Menangkap dan mengadili koruptor tanpa pandang bulu.
- Segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor.
- Mengadili seluruh pelaku kekerasan terhadap rakyat, termasuk aktor intelektual di balik aksi massa.
- Membebaskan pejuang aspirasi rakyat yang ditahan serta memberi kompensasi bagi korban kekerasan aparat.
- Menghentikan kebijakan kenaikan pajak yang membebani rakyat kecil dan kelas menengah.
- Menciptakan regulasi adil bagi pekerja transportasi online, dengan jaminan upah layak dan perlindungan hukum.
- Melaksanakan reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian, termasuk wacana menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri.
- Merampingkan jumlah kementerian dan membatasi fasilitas pejabat negara demi efisiensi anggaran.
 
Lanjutan Aksi Massa Agustus
Sekretaris Jenderal PPM Nasional, Anwar Hariyono, menambahkan bahwa peluncuran petisi ini tidak bisa dilepaskan dari rangkaian demonstrasi yang berlangsung pada 25–28 Agustus 2025.
Menurutnya, respons parlemen yang hanya sebatas evaluasi kinerja belum menjawab tuntutan publik.
“Rakyat menuntut aksi nyata. DPR bukan kepanjangan tangan partai, dan rakyat bukan hanya diperlukan suaranya ketika pemilu. Janji kampanye harus dibuktikan,” kata Anwar.
Ia juga mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk fokus pada pelayanan publik. “Maksimalkan sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat, bukan untuk segelintir orang. Dan jangan menambah beban rakyat dengan menaikkan pajak di tengah kesulitan ekonomi,” tegasnya.
Affan Kurniawan, Martir Demokrasi
Dalam kesempatan yang sama, FORSA UI juga menyinggung wafatnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang meninggal setelah terlindas kendaraan taktis saat aksi unjuk rasa di Jakarta. Sosok Affan disebut sebagai martir demokrasi dan simbol perjuangan rakyat melawan ketidakadilan.
Alip, yang juga dikenal sebagai aktivis ’98, menegaskan bahwa pengorbanan Affan menjadi pengingat agar negara tidak lagi abai terhadap suara rakyat.
“Petisi Asta Cita Rakyat adalah gema dari bawah—suara yang menuntut negara hadir, melindungi, mendengar, dan menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Seruan Kebangkitan
FORSA UI mengajak masyarakat luas untuk mendukung petisi ini sebagai langkah bersama memulihkan cita-cita reformasi.
“Dengan mendukung dan menjalankan petisi ini, mari kita kembalikan marwah demokrasi, tegakkan kedaulatan rakyat, dan wujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Alip.(acank)
 













 
							

 












