Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Dari Rahmat Allah ke Sistem Sosial: Jalan Qur’an Mewujudkan Negeri Adil Makmur

9
×

Dari Rahmat Allah ke Sistem Sosial: Jalan Qur’an Mewujudkan Negeri Adil Makmur

Share this article

Penulis: syahida| Editor: asyary|

ppmindonesia.com.Jakarta — Dalam kajian Qur’an bil Qur’an yang dibawakan Husni Nasution di kanal Syahida, muncul pertanyaan penting: Apakah rahmat Allah hanya bersifat individual, ataukah juga memiliki dimensi sosial-politik? 

Menurutnya, Al-Qur’an menegaskan bahwa rahmat Ilahi tidak berhenti pada wilayah personal, melainkan harus diwujudkan dalam bentuk sistem sosial yang adil, makmur, dan menyejahterakan semua.

Husni Nasution menggarisbawahi bahwa rahmat Allah adalah fondasi yang menopang terbangunnya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur — negeri yang baik dengan limpahan ampunan Allah. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS al-A’raf [7]: 96).

Ayat ini, jelas Husni, mengandung janji sosial. Keimanan dan ketakwaan bukan sekadar urusan ritual, melainkan syarat untuk menghadirkan barakatun min as-sama’i wal-ardh — keberkahan struktural yang meliputi pangan, keamanan, ekonomi, dan lingkungan hidup.

Rahmat Allah sebagai Energi Sosial

Menurut Nasution, Al-Qur’an menegaskan bahwa kehadiran Nabi Muhammad saw. membawa rahmat yang berdimensi universal, bukan hanya untuk kaum Muslimin, melainkan bagi seluruh umat manusia.

وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS al-Anbiya [21]: 107).

“Rahmat ini,” kata Husni, “bukan berhenti di ruang batin. Ia harus diterjemahkan ke dalam kebijakan publik, sistem ekonomi, keadilan hukum, serta perlindungan bagi yang lemah. Jika rahmat berhenti di tataran pribadi, masyarakat akan tetap timpang.”

Dari Etika ke Sistem

Husni menegaskan, Al-Qur’an menghendaki agar rahmat Allah menjadi basis bagi sistem sosial yang berkeadilan. Ini artinya, etika Qur’ani harus menjelma dalam struktur hukum dan tata kelola bangsa.

Ia mencontohkan prinsip distribusi kekayaan dalam QS al-Hasyr [59]:7:

كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ

“… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”

Ayat ini, menurutnya, merupakan kritik langsung terhadap sistem yang menumpuk kekayaan hanya pada segelintir elite. Rahmat Allah harus terwujud dalam kebijakan distribusi, pemberdayaan masyarakat, dan keadilan ekonomi.

Menuju Baldatun Thayyibah

Kajian ini menegaskan bahwa rahmat Allah bukan sekadar harapan, tetapi jalan menuju peradaban Qur’ani. Baldatun thayyibah hanya dapat terwujud jika iman diterjemahkan menjadi kebijakan, takwa menjadi etika politik, dan rahmat Ilahi menjadi inspirasi sistem sosial.

“Indonesia sudah diberi limpahan rahmat berupa alam, kekayaan, dan keberagaman. Tantangan kita adalah bagaimana mengubah rahmat itu menjadi sistem sosial yang melahirkan keadilan,” pungkas Husni.

Dengan demikian, Al-Qur’an menuntun kita agar rahmat Allah tidak berhenti sebagai doa dan retorika, melainkan bergerak menjadi energi sosial yang membentuk negeri adil, makmur, dan berdaulat.

*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an. Ia dikenal dengan konsep ‘Nasionalisme Religius’ yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.
Example 120x600