Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Lima Pilar Ketakwaan: Tafsir Kontekstual atas Surat Al-Baqarah Ayat 1-4

96
×

Lima Pilar Ketakwaan: Tafsir Kontekstual atas Surat Al-Baqarah Ayat 1-4

Share this article

Penulis; emha | Editor: asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Dalam sebuah kajian yang disampaikan Buya Syakur Yasin, ulama karismatik asal Indramayu, konsep takwa kembali dikupas secara kritis dan kontekstual. Menurutnya, pemahaman takwa yang selama ini diwariskan melalui kitab-kitab klasik (kitab kuning) perlu ditinjau ulang langsung dari sumber utama: Al-Qur’an.

Secara tradisional, takwa didefinisikan para ulama sebagai الامتثال لأوامره واجتناب نواهيه (al-imtitsāl li-awāmirihi wa al-ijtināb ‘an nawāhīhi), yang berarti “melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

” Namun, Buya Syakur mempertanyakan, “Adakah manusia yang mampu menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya secara sempurna? Jika tidak ada, maka kita perlu kembali mendengarkan langsung definisi Allah dalam Al-Qur’an.”

Ketakwaan dalam Al-Baqarah

Buya Syakur mengutip ayat pembuka surat Al-Baqarah setelah Al-Fatihah:

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2)

Menurutnya, ayat-ayat berikutnya (QS. Al-Baqarah 2:3-4) justru menegaskan siapa yang dimaksud dengan orang bertakwa. Allah menjelaskan lima pilar ketakwaan, yakni:

  1. Iman kepada yang gaib
    الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
    “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib…” (QS. Al-Baqarah [2]: 3)
    — Buya menyebut ini sebagai fondasi visi hidup yang melampaui realitas kasat mata.
  2. Mendirikan shalat
    وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
    “…dan mendirikan shalat…” (QS. Al-Baqarah [2]: 3)
    — Sebagai bentuk komunikasi spiritual yang terjaga dengan Allah.
  3. Kedermawanan
    وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
    “…serta menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah [2]: 3)
    — Menunjukkan kepedulian sosial dan jiwa dermawan.
  4. Mengakui wahyu terdahulu dan Al-Qur’an
    وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ
    “Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu, dan (kitab-kitab) yang diturunkan sebelum kamu…” (QS. Al-Baqarah [2]: 4)
    — Ini, menurut Buya, adalah pesan toleransi antaragama.
  5. Keyakinan pada akhirat
    وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
    “…serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 4)
    — Pilar terakhir yang mengajarkan pandangan hidup jangka panjang, bahkan melampaui dunia fana.

Menyempurnakan, Bukan Menyalahkan

Buya Syakur menegaskan, penafsiran para ulama terdahulu tetap patut dihargai. “Ilmu yang kita nikmati hari ini lahir dari jerih payah mereka. Kita tidak boleh menyalahkan, tapi boleh menyempurnakan. Dan Allah sendiri sudah memberi definisi takwa yang jelas dalam Al-Qur’an,” ujarnya.

Kajian ini sekaligus mengajak umat Islam untuk menempatkan Al-Qur’an sebagai rujukan utama dalam memahami konsep takwa. Bagi Buya Syakur, ketakwaan bukanlah standar yang mustahil dicapai, melainkan identitas yang dapat dijalani dengan beriman, beribadah, dermawan, toleran, dan selalu ingat akhirat.(emha)

Referensi:

Artikel ini disarikan dari kajian Buya Syakur Yasin dan ditujukan untuk memandu umat dalam merefleksikan makna takwa secara lebih aplikatif.

 

Example 120x600