Scroll untuk baca artikel
ArtikelBerita

Bekal Menuju Yaumul Akhir: Telaah Qur’ani tentang Taqwa dan Kesadaran Akhirat

38
×

Bekal Menuju Yaumul Akhir: Telaah Qur’ani tentang Taqwa dan Kesadaran Akhirat

Share this article

Penulis: husni nasution| Editor; asyary

Cahaya keemasan menembus cakrawala di atas gurun yang sunyi, menggambarkan perjalanan ruhani manusia menuju kehidupan abadi.

 

“Sebaik-baik bekal adalah takwa.” — QS. Al-Baqarah [2]:197

 

ppmindonesia.com.Jakarta – Sesungguhnya, fokus telaah ini adalah tentang Yaumul Akhir , hari akhir yang menjadi titik puncak perjalanan hidup manusia. Namun karena pembahasan mengenai Yaumul Akhir erat kaitannya dengan kriteria orang yang bertakwa maka tidak dapat dilepaskan dari perbincangan tentang **taqwa** itu sendiri.

Salah satu keterkaitan mendasar antara taqwa dan kesadaran akhirat tampak dalam firman Allah:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۗ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ*

“Berbekallah kamu, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” *(QS. Al-Baqarah [2]: 197)

Penggunaan kata *tazawwadu* (berbekallah) memberi arah makna bahwa hidup di dunia adalah perjalanan menuju kehidupan sejati, dan taqwa adalah bekal terbaik untuk menapaki perjalanan itu.

Taqwa: Bekal untuk Kehidupan Sejati

Pentingnya berbekal untuk Yaumul Akhir sangat masuk akal, sebab menurut QS. Al-‘Ankabut [29]:64 kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, sedangkan **kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat.

وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ*

“Sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.”

Dalam konteks yang sama, QS. Al-Qashash [28]:77 menegaskan keseimbangan antara dua orientasi hidup manusia — dunia dan akhirat:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

“Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari dunia.”*

Ayat ini mengajarkan keseimbangan yang sempurna: mengutamakan akhirat tanpa mengabaikan dunia.

Dunia yang Menipu dan Lupa Akhirat

Orang yang tidak beriman kepada hari akhir, kata Al-Qur’an, akan **lari dari tuntunan Allah** (QS. Saba’ [34]:8), **mencintai dunia lebih dari akhirat** (QS. An-Nahl [16]:107), dan hanya memahami  zahir kehidupan dunia  tanpa menyadari makna hakikinya (QS. Ar-Rum [30]:7).

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

Mereka adalah orang yang perbuatannya tampak indah di mata mereka sendir (QS. An-Naml [27]:4–5), namun sesungguhnya merekalah yang paling merugi.

Dalam QS. At-Taubah [9]:38, Allah menegur dengan lembut tapi tegas:

Apakah kamu lebih menyukai kehidupan dunia daripada akhirat?

“Kecintaan berlebihan pada dunia membuat manusia lupa bahwa kehidupan sejati baru dimulai setelah kematian.”

Mereka yang lebih mencintai dunia daripada akhirat, sebut **QS. An-Nahl [16]:106–107** dan **QS. Ibrahim [14]:3**, akan mendapat **murka Allah (غَضَبٌ مِّنَ اللَّهِ)**, karena mereka menukar keabadian dengan kenikmatan sesaat.

Iblis dan Ujian Keimanan

Al-Qur’an menegaskan, iblis tidak memiliki kuasa atas manusia, kecuali sebatas ujian bagi mereka yang masih ragu terhadap akhirat (QS. Saba’ [34]:20–21).

Padahal, Allah menegaskan bahwa akhirat jauh lebih tinggi derajat dan keutamaannya (QS. Al-Isra’ [17]:21).

Kesadaran ini menuntut manusia untuk tidak tertipu oleh ilusi dunia, melainkan terus menguatkan orientasi spiritualnya menuju kehidupan abadi.

Ketika Langit dan Bumi Diganti

Gambaran Yaumul Akhir dalam Al-Qur’an sangat dahsyat. Salah satunya terdapat dalam QS. Ibrahim [14]:48

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَات

“Pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain, dan begitu pula langit.”*

Pada saat itu, seluruh sistem kehidupan dunia berhenti. Gunung-gunung dijalankan (QS. An-Naba’ [78]:20), manusia beterbangan seperti laron (QS. Al-Qari‘ah [101]:4), dan setiap umat dipanggil untuk mempertanggungjawabkan amalnya (QS. Hud [11]:103).

 “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.”*(QS. ‘Abasa [80]:34–36)*

Manusia tenggelam dalam ketakutan, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Namun bagi penghuni surga, kesibukan mereka justru dipenuhi kebahagiaan (QS. Yasin [36]:55–56).

Yaumul Qiyamah dan Yaumus Sa‘ah

Yaumul Qiyamah adalah hari ketika manusia berdiri di hadapan Rabbul ‘Alamin (QS. Al-Muthaffifin [83]:6), hari ditegakkannya keadilan dan timbangan amal (QS. Al-Anbiya’ [21]:47), dan hari di mana bumi berada dalam genggaman Allah (QS. Az-Zumar [39]:67).

Ketika manusia bertanya: “Kapan hari itu terjadi? (QS. Al-Qiyamah [75]:6), Al-Qur’an menjawab:

فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ، وَخَسَفَ الْقَمَرُ، وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ

“Apabila pandangan mata terbelalak, bulan hilang cahayanya, dan matahari serta bulan dikumpulkan.”*

Tak ada tempat lari (ainal mafarru). Itulah hari pembuktian di mana semua yang tersembunyi tersingkap.

 وَإِذَا السَّمَاءُ انشَقَّتْ، وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ 

Langit terbelah, bumi diratakan, dan manusia terbagi dua: yang menerima catatan amal dari kanan dan dari kiri.(QS. Al-Insyiqaq [84]:1–2)

Refleksi: Menghidupkan Kesadaran Akhirat

Orang yang benar-benar yakin terhadap hari akhir akan terlihat dalam cara hidupnya. Ia akan menata setiap langkah sebagai **bagian dari persiapan menuju Yaumul Akhir**.

Ia memandang dunia bukan sebagai tujuan, tetapi **sebagai ladang untuk menanam amal dan menyiapkan bekal taqwa.**

Sebagaimana pesan QS. Al-Qashash [28]:77

“Carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan jangan lupakan bagianmu di dunia.”

Telaah ini mengingatkan kita bahwa keyakinan terhadap Yaumul Akhir** bukan sekadar doktrin, melainkan **orientasi hidup yang menentukan arah, nilai, dan prioritas manusia.

Hidup yang dipandu oleh kesadaran akhirat akan melahirkan **jiwa bertaqwa**, yang mengutamakan keridaan Allah dalam setiap amalnya, dan memandang dunia dengan seimbang — sebagai sarana, bukan tujuan.

“Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.*(QS. Al-‘Ankabut [29]:64) (husninasution)

*Husni Nasution dikenal sebagai penulis dan pengkaji Qur’an dengan metode Qur’an bil Qur’an yang fokus pada rekonstruksi makna-makna sosial-keagamaan dalam konteks modern dan sistemik. Artikel-artikel seri  Tadabbur Qur’ani merupakan bagian dari karya-karya beliau yang ditulis semasa hidup, bertujuan mengajak pembaca menelusuri makna hidup dalam cahaya wahyu (Al-Qur’an) dengan pendekatan yang mendalam dan relevan..

Example 120x600