Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Tuhan Tidak Diam: Cara Al-Qur’an Menjawab Penderitaan Manusia

27
×

Tuhan Tidak Diam: Cara Al-Qur’an Menjawab Penderitaan Manusia

Share this article

Penulis: syahida | Editor; asyary

Dalam setiap kesedihan, ada ayat yang berbisik: Tuhan tidak pernah pergi. (ilustrasi)

Tuhan tidak diam. Ia berbicara melalui setiap luka dan keheningan, agar manusia belajar mengenal makna kasih-Nya.”

ppmindonesia.com.Jakarta – Pertanyaan paling tua dalam sejarah manusia bukan tentang penciptaan, melainkan tentang penderitaan.

“Jika Tuhan Maha Pengasih, mengapa ada perang, bencana, dan ketidakadilan?”
Al-Qur’an tidak menutup mata terhadap jeritan itu. Ia tidak menjawab dengan dogma, tetapi dengan pengungkapan makna eksistensial penderitaan — bahwa kesakitan bukanlah tanda absennya Tuhan, melainkan bagian dari dialog antara manusia dan Tuhannya.

Penderitaan sebagai Ujian Kesadaran

Al-Qur’an membuka dengan penegasan bahwa hidup memang dirancang sebagai ujian kesadaran, bukan sekadar kenikmatan.

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)

Ujian bukan bentuk kejahatan Tuhan, melainkan ruang bagi manusia mengenal dirinya dan menumbuhkan kesadaran spiritual. Dalam bahasa Qur’an, penderitaan menjadi madrasah jiwa — tempat di mana keikhlasan diuji dan iman dimurnikan.

Tuhan Tidak Pergi: Ia Lebih Dekat dari Segalanya

Saat manusia merasa ditinggalkan, Al-Qur’an justru menegaskan kedekatan Tuhan yang melampaui segala jarak.

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri.” (QS. Qaf [50]: 16)

Tuhan bukan sosok jauh di langit yang hanya mengawasi, tetapi realitas kehadiran yang menembus inti kesadaran manusia.
Ketika air mata jatuh tanpa kata, Dia tahu. Ketika doa tak lagi bersuara, Dia mendengar.
Kedekatan Tuhan dalam Al-Qur’an bukan konsepsi metafisik — ia adalah pengalaman eksistensial yang bisa dirasakan dalam keheningan hati yang berserah.

Penderitaan dan Tanggung Jawab Manusia

Namun Al-Qur’an juga mengingatkan: tidak semua penderitaan datang dari Tuhan. Sebagian lahir dari tangan manusia sendiri.

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum [30]: 41)

Ayat ini menyentuh akar sosial penderitaan — eksploitasi, ketidakadilan, keserakahan — bukanlah takdir, melainkan pilihan.
Maka Al-Qur’an menolak fatalisme. Tuhan tidak diam, tapi menunggu manusia bangkit menegakkan keadilan dan memperbaiki dunia.

 Kesabaran: Jalan Menuju Pemahaman

Penderitaan dalam Qur’an tidak disuruh dihindari, tapi dihayati dengan sabr — kesabaran aktif.
Kesabaran bukan pasrah tanpa usaha, tapi keteguhan menegakkan kebaikan meski dunia tampak runtuh.

إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah [2]: 153)

Kalimat “ma’a al-shabirin” — bersama orang sabar — menunjukkan relasi dua arah: Tuhan hadir di tengah daya tahan manusia, bukan di luar dirinya.

Dari Duka Menuju Kesadaran: Spirit Transformasi

Setiap luka, dalam pandangan Qur’an, menyimpan potensi pencerahan.
Penderitaan mengikis ego, menumbuhkan empati, dan membuka ruang bagi tazkiyah (penyucian jiwa).
Karena itu, kisah para nabi — dari Nuh hingga Muhammad ﷺ — bukan kisah kemenangan cepat, melainkan proses panjang melewati penderitaan menuju kesadaran.

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا • إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah [94]: 5–6)

Ayat ini bukan sekadar penghiburan, tapi struktur spiritual kehidupan: bahwa setiap penderitaan membawa benih transformasi.

Tuhan Tidak Diam, Tapi Mengajar

Al-Qur’an memutarbalikkan cara pandang lama tentang penderitaan:
bahwa Tuhan bukan sumber duka, melainkan Guru yang membimbing manusia melalui duka.
Penderitaan bukan tanda kutukan, tapi panggilan untuk bangkit, memahami, dan kembali kepada makna sejati hidup.

وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS. Adz-Dzariyat [51]: 21)

Tuhan tidak jauh — Ia berbicara melalui setiap pengalaman manusia, bahkan dalam tangisan yang paling sunyi.(syahida)

*Syahida – Saluran menampilkan telaah al quran dengan menggunakan metode “tafsir qur’an bil ayatil qur’an artinya menguraikan al qur’an dengan merujuk apada ayat ayat alquran..

Example 120x600