Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Manusia, Takdir, dan Kebebasan: Antara Jabariyah dan Qadariyah dalam Cermin Qur’an

21
×

Manusia, Takdir, dan Kebebasan: Antara Jabariyah dan Qadariyah dalam Cermin Qur’an

Share this article

Penulis: syahida| Editor: asyary

Manusia berdiri di tepi cakrawala, cahaya mentari pagi menembus kabut—melambangkan kebebasan dalam takdir Ilahi. (ilustrasi)

ppmindonesia.com.Jakarta – Sejak awal sejarah teologi Islam, perdebatan antara Jabariyah dan Qadariyah telah membelah pemikiran umat. Jabariyah menekankan bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebassemuanya digerakkan oleh takdir Ilahi. Sebaliknya, Qadariyah menegaskan kebebasan manusia sepenuhnya dalam menentukan tindakannya. Namun, bagaimana sesungguhnya Al-Qur’an memandang hubungan antara kehendak manusia dan kehendak Tuhan?

Kajian ini mencoba menelusuri relasi itu melalui pendekatan “Qur’an bil Qur’an”, yakni menafsirkan ayat dengan ayat, agar makna takdir, kebebasan, dan tanggung jawab moral manusia tampak jernih.

Takdir dalam Arti Pengaturan Ilahi (Taqdīr)

Al-Qur’an menyebut bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan berdasarkan ukuran dan ketetapan Allah.

وَكُلُّ شَيْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ**
“Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran (ketentuan) yang telah ditetapkan. “(QS. Ar-Ra’d [13]: 8)

Ayat ini menunjukkan bahwa takdir (taqdīr) bukan berarti paksaan, melainkan aturan dan keteraturan kosmik. Dalam sistem Ilahi, semua berjalan dengan hukum sebab-akibat (sunnatullah). Manusia hidup di dalam hukum itu, tetapi tidak berarti tanpa kebebasan.

Kebebasan sebagai Amanah Kehendak

Kebebasan manusia dijelaskan Al-Qur’an sebagai bagian dari fitrah dan tanggung jawab moral yang membedakan manusia dari makhluk lain.

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”(QS. Al-Insān [76]: 3)

Ayat ini memperlihatkan bahwa pilihan moral adalah inti kemanusiaan. Allah menunjukkan jalan, tetapi manusialah yang memilih. Maka, takdir tidak menafikan kebebasan, melainkan menyediakan ruang ujian bagi kehendak manusia untuk diuji dalam realitas.

Antara Jabariyah dan Qadariyah: Jalan Tengah Qur’an

Al-Qur’an tidak memihak ekstrem Jabariyah maupun Qadariyah. Ia memadukan antara qadar (ketetapan) dan ikhtiyar (usaha manusia) dalam satu kesatuan tanggung jawab.

لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ ۝ وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“(Al-Qur’an ini) bagi siapa di antara kalian yang ingin menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki kecuali bila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. At-Takwīr [81]: 28–29)

Ayat ini menunjukkan keterkaitan dua kehendak: manusia berkehendak di dalam ruang kehendak Allah. Dengan kata lain, **Allah memberi ruang bagi manusia untuk memilih, tetapi hasilnya tetap dalam ketentuan-Nya.

Ikhtiar, Doa, dan Tanggung Jawab Etis

Al-Qur’an mengajarkan bahwa hasil bukan semata takdir, tetapi buah dari usaha dan doa manusia.

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)

Ayat ini menegaskan syarat perubahan adalah kesadaran dan tindakan manusia.** Jika takdir berarti hukum Allah, maka ikhtiar berarti **respon aktif manusia terhadap hukum itu.

Kebebasan sebagai Jalan Ujian

Manusia diberikan kebebasan bukan untuk menyaingi kehendak Tuhan, tetapi untuk diuji.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”(QS. Al-Mulk [67]: 2)

Kebebasan menjadi wadah ujian spiritual, tempat manusia menentukan arah hidupnya—antara tunduk kepada petunjuk Ilahi atau tenggelam dalam ego dan hawa nafsu.

Jalan Tengah Qur’ani

Dalam pandangan Qur’an, takdir bukan paksaan dan kebebasan bukan absolut. Keduanya bersatu dalam sistem tanggung jawab Ilahi. Manusia bebas dalam batas takdirnya, dan takdir berfungsi sebagai bingkai keadilan dan keseimbangan kosmik.

Dengan demikian, polemik Jabariyah dan Qadariyah seharusnya tidak lagi membelah umat, melainkan disatukan oleh kesadaran bahwa kebebasan adalah bagian dari amanah, dan takdir adalah ruang bagi amanah itu untuk diuji. (syahida)

Example 120x600