Scroll untuk baca artikel
ArtikelSosial Budaya

Bangkitnya Keberjayaan Melayu: Peran Kunci Indonesia dan Malaysia dalam Era Peradaban Baru

352
×

Bangkitnya Keberjayaan Melayu: Peran Kunci Indonesia dan Malaysia dalam Era Peradaban Baru

Share this article
Istana Maimun di Medan (id.wikipedia)
Example 468x60

ppmindonesia.com, Jakarta– Meskipun asal usul hubungan Indonesia dan Malaysia sudah sangat jelas secara sosiologis, antropologis, dan etnografi, peristiwa politik sejak abad ke-15 telah menanam benih perpecahan yang dahsyat. Bangsa-bangsa penjajah seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris memecah rumpun Melayu dalam dikotomi proto Melayu – Austronesia secara paradoksal.

Berbagai catatan masa silam, seperti yang ditulis oleh para pengembara Spanyol (Magelhaenz – Megelen) dan penulis Italia (Antonio Pigafetta), serta pertukaran wilayah jajahan antara Inggris dan Belanda, menunjukkan adanya kesengajaan menggunakan jalan politik untuk memisahkan kedua negara sejak awal. Hal ini adalah bagian dari strategi memecah Nusantara untuk mendapatkan sumber pangan dan energi bagi bangsa-bangsa penjajah tersebut, yang hanya bisa diperoleh dari wilayah Nusantara, khususnya Indonesia dan Malaysia.

Strategi bangsa penjajah dalam memarginalisasi bangsa Melayu yang sudah memiliki peradaban Dongsun dengan kemampuan mengelola logam sebagai perkakas kehidupan, merupakan bagian tak terpisahkan dari grand strategy 3 G (gold, gospel, dan glory). Namun, strategi ini menemukan jalan buntu di Nusantara, terutama karena Islam yang lebih tertanam kuat menggantikan sistem nilai Hindu-Buddha yang telah ada sebelumnya.

Malaysia dan Indonesia sebagai dua kunci dalam menemukan kembali ‘bangsa yang hilang’ di ‘jaziraatul mulq’ (antara Melaka – Maluku) telah terlanjur ditafsirkan sebagai bangsa yang akan menghambat bangsa Yahudi menemukan tanah ‘yang dijanjikan’. Bahkan, bangsa-bangsa penjajah (Yahudi dan Nasrani) fokus untuk merebut ‘wilayah gelap’ yang harus ‘diterangi’.

Merujuk pada pandangan Prof. Arysio Santos dalam “Atlantis” dan Stephen Oppenheimer dalam “Eden in The East: The Drowned Continent of East Asia,” peradaban Melayu kini sedang menemukan masa pembuktiannya melalui dekade perubahan dari Eropa-Amerika ke Asia-Pasifik. Indonesia dan Malaysia menjadi negara kunci untuk membangkitkan kembali kejayaan Melayu di dunia. Kedua negara ini kelak akan menjadi kekuatan besar, memenuhi sumpah Hang Tuah: Tak hilang Melayu di dunia.

Kesadaran akan eksistensi Indonesia dan Malaysia sebagai dua kekuatan besar bangsa Melayu diprediksi oleh Ibn Rusyd akan menjadi bangsa yang mampu mengalahkan dominasi Yahudi di seluruh aspek kehidupan. Inilah alasan politik pecah belah dan ‘adu domba’ digunakan, dimulai oleh Raffles dan Snouck Hurgronje dengan triangle strategy yang berbasis di Jayakarta, Aceh, dan Johor. Strategi ini diikuti dengan memasukkan komunisme melalui gerakan Henk Sneevliet yang mempengaruhi aksi konfrontatif Indonesia versus Malaysia.

Obsesi untuk menghidupkan kembali kejayaan Sriwijaya-Majapahit dan Sumpah Palapa Gajah Mada, dengan referensi Belanda dan Spanyol, mempengaruhi arus konflik Timur-Barat. Pemikiran Barat tentang Indonesia-Malaysia secara paradoksal, sampai kini masih mempengaruhi pandangan generasi baru di kedua negara.

Integralitas bangsa Melayu yang terbangun pada era peradaban agraris, terpolarisasi pada era industri, dan dipertajam pada era informasi, kini menjadi kerikil tajam dalam hubungan kedua negara. Jika ingin memandang ke masa depan, ke era peradaban baru (Conceptual Age) dengan perangai tamaddun berbasis Islam (ya’lu wa laa yu’la alaihi, ummatan waahidah, ummatan wasathan) dan kearifan budaya, sekarang adalah saat yang tepat bagi bangsa Melayu di Indonesia dan Malaysia untuk mengobarkan api perjuangan: éveiller le malais, Kebangkitan Melayu.

Museum Istana Kesultanan Melaka (id.wikipedia)

Para pemimpin di kedua negara harus menyadari perlunya proses transformasi peradaban menuju peradaban baru: Melayu sebagai sumber daya baru di Asia-Pasifik, secara setara dan adil dengan China, Eropa, Amerika, Asia Selatan, dan Asia Timur. Dalam era krisis perekonomian dan politik dunia kini, Asia Tenggara yang ditegakkan oleh Indonesia dan Malaysia adalah kawasan yang relatif stabil.

Pemimpin Indonesia dan Malaysia harus membuka cakrawala pandang baru untuk menjadikan rantau Asia Tenggara sebagai sentral transformasi dunia yang sedang bergerak ke Asia-Pasifik. Hal ini meliputi sosial, ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, dan budaya.

Menghidupkan kembali semangat kejayaan bangsa Melayu melalui aksi bersama Kebangkitan Nusantara, kedua pemimpin negara harus giat membangkitkan rakyatnya melahirkan dan menghidupkan local genius, menggerakkan transformasi kebangsaan sebagai bangsa yang mandiri, berdaya saing, dan berperadaban unggul.

Proses transformasi politik lokal di Indonesia dan Malaysia yang masih berkiblat pada arus politik global Amerika dan Eropa harus diimbangi dengan pendidikan politik rakyat yang lebih mendasar. Demokrasi harus menjadi cara mencapai harmoni, bukan sekadar alat berkuasa.

Aksi politisi harus diimbangi akademisi, ulama, dan budayawan untuk menciptakan praktik politik yang lebih berbudaya. Transformasi demokrasi harus dimulai dengan pembenahan sistem pendidikan dan ekonomi, membentuk kualitas ‘ahsanit taqwiim’ melalui kerjasama lembaga pendidikan tinggi dan dasar, termasuk memperjuangkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa kawasan ASEAN.

Di ekonomi, pemimpin kedua negara perlu membuat blueprint kebangkitan ekonomi Melayu, merancang infrastruktur ekonomi Asia Tenggara, dan membenahi sistem operasional seperti asas resiprokal industri perbankan dan jasa keuangan di dua negara. Pasar tenaga kerja, perdagangan, dan regulasi investasi juga harus diatur bersama.

Penggiat hubungan persaudaraan rakyat Indonesia-Malaysia perlu mengembangkan counter-counter budaya Melayu, yang kelak dikembangkan sebagai sentra budaya Melayu Nusantara di berbagai belahan dunia. Ini bertujuan mencapai tamaddun baru Melayu melalui Konvensi Antara Bangsa Tamaddun Melayu untuk merumuskan Wawasan Melayu 2045.

Indonesia dan Malaysia berkewajiban memberikan cakrawala baru pemikiran generasi baru, menghindari politisi yang hanya memelihara konflik untuk keuntungan politik. Dukungan terhadap Indonesia-Malaysia Champion Leaders yang berorientasi jauh ke masa depan sangat penting. Generasi muda harus difasilitasi untuk menjadi pemimpin yang memajukan Nusantara dan kejayaan Melayu di alaf baru.

Bangsa Melayu di Indonesia dan Malaysia harus keluar dari jebakan fantasi kegemilangan palsu dan mulai menentukan langkah transformasi dengan grand strategy yang matang dan visioner. Kejayaan bangsa Melayu melalui Kebangkitan Nusantara adalah keniscayaan. Mereka yang berkontribusi akan tercatat dalam sejarah sebagai johan-johan tamaddun yang dikenang sepanjang masa. Caranya: mengubah kata-kata menjadi rancangan dan mewujudkannya dalam aksi nyata. (Aicank)

Example 120x600