Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Kembali ke Al-Qur’an: Membongkar Kesesatan Peringatan di Luar Wahyu

349
×

Kembali ke Al-Qur’an: Membongkar Kesesatan Peringatan di Luar Wahyu

Share this article

ppmindonesia.com, Jakarta– Dalam dinamika kehidupan beragama, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam menempati posisi sentral dan tak tergantikan. Sebagai petunjuk hidup, Al-Qur’an tidak hanya menjadi sumber ajaran, tetapi juga menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menyikapi setiap persoalan kehidupan, termasuk dalam hal memberi peringatan atau nasihat.

Namun, di tengah derasnya arus modernisasi dan perkembangan pemikiran, muncul fenomena dimana banyak peringatan diberikan tanpa dasar dari Al-Qur’an. Ironisnya, peringatan tersebut kadang-kadang menggunakan kitab lain yang dianggap lebih “relevan” atau “memadai” oleh sebagian kalangan, padahal sesungguhnya hal ini dapat dianggap menyimpang dari ajaran wahyu.

Al-Qur’an: Sumber Peringatan yang Hakiki

Al-Qur’an dengan tegas memberikan arahan bagaimana peringatan harus disampaikan. Dalam QS. Qaf: 45, Allah berfirman, “Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, dan engkau (Nabi Muhammad) bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka, berilah peringatan dengan Al-Qur’an kepada siapa pun yang takut pada ancaman-Ku.” Ayat ini secara eksplisit menggariskan bahwa peringatan yang diberikan kepada umat harus bersandar pada Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang mengandung kebenaran mutlak, sehingga setiap peringatan yang disampaikan dengan dasar Al-Qur’an memiliki kekuatan tersendiri yang tak bisa dibandingkan dengan kitab atau nasihat lainnya.

Namun, meski perintah ini jelas, kita melihat fenomena di mana kitab-kitab selain Al-Qur’an dijadikan landasan utama untuk memberikan peringatan. Salah satu contoh yang paling mencolok adalah penggunaan apa yang disebut sebagai “kitab kuning”, yang meskipun berisi kumpulan pemikiran para ulama terdahulu, tidak memiliki jaminan otoritas sebagaimana Al-Qur’an.

Kitab kuning dan kitab-kitab lain mungkin memiliki nilai ilmiah, tetapi tidak dapat disamakan dengan wahyu Allah. Memberikan peringatan dengan menggunakan kitab-kitab ini, tanpa menyandarkan pada Al-Qur’an, merupakan suatu tindakan yang mengabaikan wahyu.

Kesalahan Mengabaikan Perintah Peringatan dari Al-Qur’an

Menyampaikan peringatan yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an bisa dipandang sebagai sebuah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah. Dalam logika Islam (mantiq), perintah yang disertai dengan instruksi tertentu, seperti “berilah peringatan dengan Al-Qur’an”, juga bisa dimaknai sebagai larangan untuk menggunakan alat selain yang diperintahkan.

Dengan demikian, penggunaan sumber lain dalam menyampaikan peringatan, selain Al-Qur’an, adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap wahyu.

Penting dipahami bahwa nilai dari peringatan yang diberikan tergantung pada kesesuaiannya dengan perintah Allah. Ketika Al-Qur’an jelas memerintahkan peringatan disampaikan dengan wahyu, maka peringatan yang disampaikan tanpa wahyu bisa dianggap tidak bernilai.

Hal ini karena peringatan tersebut tidak dijalankan sesuai perintah yang utuh, sehingga dapat dikategorikan sebagai pembangkangan atau penyimpangan dari ajaran yang hakiki.

Bahaya Mengikuti Jalan di Luar Al-Qur’an

Mengabaikan Al-Qur’an sebagai dasar peringatan agama membawa dampak serius bagi umat. Dalam QS. Al-An’am: 153, Allah memperingatkan: “Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya.” Allah dengan jelas menegaskan bahwa mengikuti selain dari wahyu-Nya akan menyebabkan perpecahan dalam umat.

Ketika umat berpegang pada kitab-kitab selain Al-Qur’an, atau pada ajaran yang tidak memiliki landasan wahyu, perpecahan dan kesalahpahaman akan mudah terjadi.

Ini bukan sekadar persoalan metodologi, melainkan persoalan ketaatan pada wahyu. Penggunaan selain Al-Qur’an dalam memberi peringatan mengarah pada munculnya berbagai penafsiran yang subyektif dan tidak dijamin kebenarannya.

Akibatnya, umat tidak hanya akan jauh dari pemahaman yang benar tentang agama, tetapi juga akan terjebak dalam jalur-jalur pemikiran yang menyimpang, yang justru memperburuk situasi umat.

Membangun Kembali Kesadaran Berbasis Wahyu

Kesadaran untuk kembali kepada Al-Qur’an dalam menyampaikan peringatan sangat penting demi menjaga kemurnian ajaran Islam. Ulama dan para pemuka agama memiliki tanggung jawab besar untuk senantiasa merujuk pada Al-Qur’an sebagai sumber utama peringatan.

Sebagaimana dinyatakan dalam QS. Ar-Rum: 31-32, Allah melarang kita mengikuti golongan-golongan yang memecah agama menjadi kelompok-kelompok kecil. Ini adalah peringatan keras untuk tidak mengikuti ajaran yang menyimpang dari wahyu.

Kesadaran kolektif ini harus dibangun dengan kuat, dimulai dari pemuka agama hingga masyarakat awam, agar segala peringatan yang disampaikan kepada umat benar-benar bersumber dari wahyu, bukan dari interpretasi yang terbatas pada nalar manusia semata. Hanya dengan kembali ke Al-Qur’an, umat Islam dapat bersatu dalam kebenaran dan terhindar dari perpecahan yang terus melanda akibat kesesatan jalan-jalan lain.

Kesimpulan

Membongkar kesesatan peringatan yang tidak bersandar pada Al-Qur’an adalah langkah penting untuk menjaga integritas ajaran Islam. Peringatan yang diberikan tanpa dasar wahyu tidak memiliki kekuatan otoritatif, dan bahkan bisa membawa umat kepada perpecahan dan kebingungan.

Oleh karena itu, setiap upaya dalam menyampaikan peringatan harus selalu berlandaskan pada Al-Qur’an, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah dalam QS. Qaf: 45. Dengan demikian, umat dapat tetap berada di jalan yang lurus, terhindar dari kesesatan, dan memperoleh hidayah yang sesungguhnya.(husni fahro)

 

4o
Example 120x600