Scroll untuk baca artikel
Umkm

Wajib Sertifikasi Halal Mulai Oktober 2024, Pengusaha UMKM Teriak Ini

225
×

Wajib Sertifikasi Halal Mulai Oktober 2024, Pengusaha UMKM Teriak Ini

Share this article
Foto: Stiker Halal yang tertempel di pintu masuk salah satu restoran siap saji di Salemba, Jakarta, Jumat (15/3/2024). Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mengejar target 10 juta produk bersertifikat halal pada 2024, sebagai upaya menjadikan Indonesia sebagai produsen makanan dan minuman halal nomor satu dunia pada tahun yang sama. McDonalds Indonesia menjaadi restoran cepat saji pertama yang menerima sertifikat halal yang berlaku sepanjang masa dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Example 468x60
NEWS - Martyasari Rizky, CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia – Per Oktober 2024 nanti, pemerintah akan mulai mewajibkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal untuk produk makanan/minumannya.
Merespons hal itu, Ketua Umum Assosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny menyebut kebijakan sertifikasi halal untuk pelaku UMKM, khususnya bagi pedagang kaki lima (PKL) belum sepenuhnya tepat dan terkesan terburu-buru. Ini lantaran, aturan tesebut belum sepenuhnya diketahui pelaku usaha mikro, khususnya pedagang kaki lima yang menjadi sasaran pemerintah.

“Hal ini karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait kepada pelaku usaha mikro seperti pedagang kaki lima. Jadi menurut saya kebijakan ini belum sepenuhnya tepat untuk PKL. Terlalu terburu-buru, tidak semua pedagang kaki lima bisa menerima kebijakan tersebut,” kata Hermawati kepada CNBC Indonesia, Senin (13/5/2024).

Ia menyebut pelaku UMKM, termasuk pedagang kaki lima belum mendapat informasi syarat proseduralnya, hingga keuntungan yang didapat dengan adanya kewajiban sertifikasi halal tersebut.

“Ditambah ada biaya yang harus dikeluarkan, mengingat diperlukan biaya tertentu mengacu pada klasifikasi usaha untuk mengantongi sertifikat halal dari pemerintah. Seperti untuk biaya permohonan sertifikat halal yang ditetapkan pemerintah untuk usaha mikro, anggaran tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, transportasi, dan akomodasi serta pengujian laboratorium jika diperlukan,” terang dia.

Menurutnya, jika pemerintah tidak hati-hati dan bijaksana, kewajiban sertifikasi halal itu justru akan menjadi beban bagi mereka dan menjadikan pedagang enggan mendaftarkan sertifikat halal untuk produk yang dijualnya.

Lebih lanjut, Hermawati mengungkapkan bahwa sampai dengan saat ini pelaku UMKM yang sudah mendaftarkan sertifikasi halal masih di bawah 30%. Ia menyebut ada kendala dalam proses mendaftarkannya, yakni syarat legalitas seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) yang belum dimiliki para pelaku UMKM, serta syarat-syarat lainnya.

“Untuk persentase pelaku UMKM yang mendaftarkan sertifikasi halal baru dibawah 30%, kendalanya karena syarat legalitas yang belum punya seperti NIB dan lain-lain,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (GAKOPTINDO), Aip Syaifuddin menyebut aturan sertifikasi halal tersebut cukup aneh dan terkesan dibuat-buat. Meski demikian, kata dia, pada prinsipnya pengrajin tempe dan tahu tidak keberatan jika memang diharuskan membuat sertifikat halal.

“Pada prinsipnya, kita tidak keberatan (dan/atau) tidak masalah, cuma menurut kami ini agak lucu, aneh dan terlalu dibuat-buat. Kenapa? Itu bahan untuk membuat tempe dan tahu kan dari tumbuh-tumbuhan, kacang-kacangan, dan itu bicara halal dan haram selama ini berlaku untuk binatang, atau makanan yang bersumber dari binatang,” kata Aip.

Aip mengatakan, pihaknya tidak masalah jika memang diharuskan sertifikasi halal. Hanya saja, katanya, pihak pengrajin belum terbiasa dalam membuat laporan administrasi yang rapih dan terstruktur, lantaran mereka hanya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Administrasi nya mereka masih kurang bagus, sehingga perlu ada pembinaan oleh pemerintah, bentuk sertifikat halal itu yang seperti apa yang diminta pemerintah,” ucapnya.

Aip menekankan bahwa pihaknya tidak menolak, hanya saja masih mempertanyakan kenapa pengrajin tempe dan tahu juga mesti melakukan sertifikasi halal untuk produk makanannya, yang mana diketahui bahan untuk membuat tempe dan tahu bukan dari hewani.

Selain itu, Aip menilai sosialisasi dan informasi dari pemerintah terkait prosedural pembuatan sertifikasi halal masih kurang jelas dan menyentuh pelaku UMKM. Pasalnya, saat ini masih banyak pelaku UMKM yang kebingungan harus mengajukan permohonan sertifikat halal tersebut kemana.

“Mengenai sertifikat halal ini gimana, persyaratannya itu apa, masih belum jelas mesti kemana, dan selesai berapa hari ini kan kita belum jelas. Kita masih bertanya-tanya, masih belum keluar peraturan rinci atau detailnya oleh pemerintah, makanya kami bilang ‘ya oke kami bikin (sertifikat halal) begitu keluar (jelas detailnya)’. Tapi pada prinsipnya kita sih oke-oke saja kalau wajib harus bikin ini,” pungkasnya.

Artikel telah tayang di cnbcindonesia.com dengan judul ” Wajib Sertifikasi Halal Mulai Oktober 2024, Pengusaha UMKM Teriak Ini, klik untuk baca:

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240513121140-4-537565/wajib-sertifikasi-halal-mulai-oktober-2024-pengusaha-umkm-teriak-ini

Example 120x600