Jakarta – Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak program iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) dengan skema memotong gaji pekerja. Kebijakan baru Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat gaji atau penghasilan pekerja akan dipotong 3% per bulan.
Presiden Partai Buruh dan KSPI Said Iqbal mengatakan pada dasarnya pihaknya mendukung program perumahan untuk rakyat karena rumah merupakan kebutuhan primer seperti makanan dan pakaian. Persoalannya adalah kondisi dan skemanya saat ini dinilai tidak tepat.
“Dalam UUD 1945, negara diperintahkan untuk menyiapkan dan menyediakan perumahan sebagai hak rakyat. Hal ini juga masuk dalam 13 platform Partai Buruh, di mana jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan kami perjuangkan. Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat,” kata Presiden Partai Buruh dan KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2024).
Menurut Said Iqbal, setidaknya ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini
Pertama, belum ada kejelasan terkait program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini dinilai bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tuturnya.
Saat ini upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Jika dipotong 3% per bulan, maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000/bulan atau Rp 1.260.000/tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.
“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah,” ucapnya.
“Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” tambah Said Iqbal.
Alasan kedua mengapa Tapera tidak tepat dijalankan saat ini adalah, dalam lima tahun terakhir upah riil buruh (daya beli buruh) disebut turun 30%. Jika dipotong lagi 3% untuk Tapera, beban hidup buruh dinilai semakin berat sehingga program Tapera dianggap tidak tepat dijalankan saat ini.
“Dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat,” kata Said Iqbal, yang sekaligus menjadi alasan ketiga mengapa Tapera tidak tepat dijalankan sekarang.
Menurutnya, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.
Sedangkan alasan keempat, program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.
“Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera,” imbuhnya.
Usulan Partai Buruh dan KSPI kepada pemerintah terkait program Tapera:
- Merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat di mana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.
- Meminta pengusaha membayar iuran sebesar 8%, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh membayar iuran 0,5%. Total akumulasi dana tabungan sosial itu dinilai bisa membuat peserta Tapera memiliki rumah saat pensiun. Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka tabungan sosial tersebut bisa dicairkan di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya.
- Program Tapera jangan dijalankan sekarang, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan terhindarnya korupsi hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera.
- Naikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh. Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia.
Baca artikel detikfinance, "Iuran Tapera Disebut Cuma Tambah Beban Buruh!"