Scroll untuk baca artikel
ArtikelBerita

Muhammadiyah, BSI, dan Ekonomi Umat

312
×

Muhammadiyah, BSI, dan Ekonomi Umat

Share this article
M. Nur Rianto Al Arif (Foto: dok. pribadi)
Example 468x60


Oleh : Mohammad Nur Rianto Al Arif *

Jakarta – Publik dikejutkan dengan beredarnya memo internal Pimpinan Pusat Muhammadiyah kepada Majelis Dikti Litbang, Majelis PKU, Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Rumah Sakit, dan Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Memo internal menginstruksikan untuk melakukan rasionalisasi dan konsolidasi dana simpanan dan pembiayaan dari Bank Syariah Indonesia (BSI) kepada bank syariah lainnya yang telah terbukti bekerja sama dengan baik kepada Muhammadiyah. Diperkirakan akan terjadi penarikan dana sebesar Rp 13 – 15 triliun dari Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) perguruan tinggi dan rumah sakit, serta badan usaha milik Muhammadiyah.

Penarikan dana ini tentu menimbulkan pertanyaan publik mengapa hal ini dilakukan oleh Muhammadiyah. Mengutip pernyataan salah seorang Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas bahwa selama ini sebagian besar dana persyarikatan terkonsentrasi disimpan di BSI dan hal ini tentu menimbulkan potensi risiko konsentrasi. Selain itu, menurut dia dengan penarikan dana dari BSI dan kemudian dialihkan kepada bank syariah lainnya tentu akan menjadikan bank syariah lainnya ikut tumbuh.

Muhammadiyah secara organisasi sangat mendukung perkembangan bank syariah di Indonesia. Bahkan Muhammadiyah merupakan organisasi massa Islam yang pertama kali menginstruksikan seluruh pimpinan sampai ke tingkat ranting dan seluruh amal usaha untuk beralih menggunakan bank syariah. Sejatinya bank syariah merupakan bank yang mengemban misi tidak hanya aspek bisnis semata, namun juga ada aspek keumatan yang harus dipelihara.

Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa BSI memiliki pangsa aset terbesar, sementara bank syariah lainnya memiliki aset tergolong kecil. BSI yang merupakan hasil merger tiga bank (Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, dan Bank BRI Syariah) mencatatkan aset per Desember 2023 sebesar Rp 353,62 triliun. Aset BSI sangat berbeda jauh dibandingkan bank umum syariah lainnya.

Kondisi ini menjadikan seakan BSI tidak memiliki pesaing bank syariah yang berarti. Ketiadaan pesaing yang setara akan menjadikan pasar yang tidak sehat karena sebagai market leader BSI akan punya posisi lebih tinggi dibandingkan dengan bank syariah lainnya. Kondisi saat ini mengarah pada struktur pasar yang terkonsentrasi dan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hal ini menunjukkan situasi persaingan tidak sehat.

Langkah yang dilakukan oleh Muhammadiyah secara organisasi dengan melakukan rasionalisasi dan konsolidasi dana dari BSI ke bank syariah lainnya yang telah bekerja sama dengan baik merupakan ijtihad muamalah yang ditujukan untuk menuju kondisi persaingan yang sehat. Apabila regulator dalam hal ini OJK senantiasa mendorong konsolidasi beberapa bank syariah agar memunculkan pesaing BSI, maka Muhammadiyah melakukan pengalihan dana dalam rangka membantu bank syariah lainnya untuk tumbuh berkembang.

Perlu Dipertegas

Komitmen pemerintah terhadap perkembangan industri perbankan syariah perlu dipertegas. Ketegasan ini berkenaan dengan posisi BSI saat ini karena masih dikategorikan bank swasta nasional. Sebelum merger, ketiga bank syariah merupakan anak perusahaan dari tiga bank BUMN. Pascamerger mayoritas saham dimiliki oleh Bank Mandiri, maka BSI secara status menjadi anak perusahaan Bank Mandiri.

Menurut saya, pemerintah perlu menjadikan BSI sebagai bank BUMN dengan mayoritas saham dimiliki oleh negara. Saat ini negara hanya menaruh satu lembar saham seri A Dwiwarna. Dengan status menjadi bank BUMN, maka keberpihakan terhadap ekonomi umat akan dapat lebih ditingkatkan.

Hal berikutnya yang menjadi perhatian adalah semakin besarnya ukuran BSI, maka fokusnya akan lebih condong kepada sektor korporat dibandingkan dengan UMKM. Berdasarkan data per Maret 2024, jumlah penyaluran pembiayaan UMKM mencapai Rp 44,35 triliun atau hanya sekitar 18,88% dari total pembiayaan sebesar Rp 234,95 triliun. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan utama ketika melakukan merger atas tiga bank syariah menjadi BSI adalah selama ini bank syariah tidak memiliki kapasitas untuk membiayai proyek pembiayaan yang besar.

Komitmen terhadap UMKM inilah yang menjadi salah satu pertimbangan dalam keputusan PP Muhammadiyah untuk melakukan rasionalisasi dan konsolidasi dana dari BSI ke bank syariah lainnya. Dalam pengamatan saya, saat ini fokus BSI adalah bagaimana menjadi bank besar berskala global. Saat ini BSI telah membuka kantor cabang di Dubai dan dalam waktu dekat proses pembukaan kantor cabang di Arab Saudi.

Pertanyaan yang mengemuka, apabila BSI telah menjadi bank syariah global apa dampaknya terhadap ekonomi umat? Apakah BSI masih tetap dalam koridor untuk membawa visi keumatan? Seberapa besar pasar global akan berdampak terhadap peningkatan ekonomi umat di Indonesia?

Apabila pertanyaan-pertanyaan di atas mampu dijawab oleh BSI dengan suatu aksi nyata kepada umat, serta komitmen penuh terhadap pengembangan ekonomi umat, Muhammadiyah secara organisasi pasti akan mendukung penuh perkembangan BSI. Namun, apabila BSI masih mengambil posisi jemawa seperti saat ini, maka jarak dengan umat pun akan bisa semakin jauh. Bahkan bisa jadi Muhammadiyah akan menginstruksikan sampai ke seluruh AUM dan pimpinan di semua tingkatan untuk mengalihkan dananya dari BSI ke bank syariah lainnya.

Mohammad Nur Rianto Al Arif Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

Artikel ini telah ditayangkan di detiknews, pada tanggal 14 Juni 2024 dengan judul “Muhammadiyah, BSI, dan Ekonomi Umat”


Example 120x600