Scroll untuk baca artikel
BeritaSosial Budaya

 Ki Suratno Hayuningrat: Cerita “Khalifah Kecil”

297
×

 Ki Suratno Hayuningrat: Cerita “Khalifah Kecil”

Share this article
Baby (pexels.com)
Example 468x60

Ki Suratno Hayuningrat adalah tokoh Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Nasional, pernah sebagai Presidium Periode 1989-1993, dan Sekretaris Jenderal dari tahun 1994-1989, 1999 – 2004.

ppmnasional.com, Jakarta, Ki Suratno Hayuningrat dalam karya“ Khalifah Kecil”

Alkisah, ada seorang anak bayi yang sedang menunggu kelahirannya di alam kandung. Datanglah seorang Malaikat mendapatkannya.

“Saya datang untuk mengucapkan selamat kepada yang mulia” kata Malaikat itu dengan mantap.

“Ada apa Malaikat?” tanya bayi itu tak mengerti. Malaikat tersenyum.

Dengan tajam ia memandangi anak manusia itu.

“Yang mulia, sebentar lagi anda akan lahir ke muka bumi. Berbahagialah Yang Mulia, karena anda akan diangkat oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi. Saya datang mengucapkan selamat kepada Yang Mulia atas pengangkatan tersebut.”

Sang bayi diam seribu basa. Lalu katanya kemudian “Wahai Malaikat, tolong berikan aku gambaran tentang bagaimana keadaanku di dunia nanti”. Untuk kedua kalinya Malaikat tersenyum. Sebuah senyuman penghormatan tentunya.

“Baiklah Yang Mulia, Yang Mulia akan lahir dari seorang janda yang papa, hidup di suatu desa yang miskin dan gersang. Masyarakatnya kebanyakkan berpendidikan rendah dan separoh dari padanya masih belum mau menjalankan perintah-perintah Illahi. Di tempat seperti itulah yang mulia akan berada dan anda diberi usia oleh Tuhan selama 14 tahun.”

Demi mendengar sabda sang Malaikat, anak manusia tersebut menjadi tertegun. Pandangan matanya redup dan tiba-tiba seperti tersungkur ke bawah. Berulang kali ia membaca tasbih bersujud kepada Khaliq-nya. Kemudian ia kembali duduk dan diam seribu basa. Ia diam dan terus terdiam, hingga Malikat bertanya lagi.

“Kenapa Yang Mulia, tampaknya Anda sedih sekali. Apakah Anda tidak senang dengan tugas yang dibebankan kepada Anda.”

“Bukan begitu ya Malaikat. Bagaimana aku harus mewujudkan eksistensi kekhalifahan saya, dalam usia yang hanya 14 tahun, sementara ibuku adalah seorang janda yang papa, desa yang aku tinggali adalah desa yang kering dan gersang, masyarakatnya miskin dan bodoh pula, bagaimana Malaikat ?

Malaikat tersenyum. Katanya kemudian ” Sudahlah Yang Mulia, tak usah dipikir terlalu berat. Percayalah bahwa Tuhan tidak membebani manusia di luar tanggung jawab kemampuan manusia.

” Ya, anda betul Malaikat, tetapi jangan hanya karena itu manusia lalu tidak berbuat maksimal dalam hidupnya.”

” Ya, Anda betul Yang Mulia, dan selamat atas perintah Allah.” Malaikat terus pergi meninggalkan bayi yang sedang kebingungan seorang diri.

Hari-hari berlalu dengan cepatnya. Dan….pada detik-detik yang telah ditentukan maka lahirlah bayi itu ke atas dunia. Dan ketika ia membuka matanya dan pertama kali melihat dunia, maka iapun menjerit sejadi-jadinya. Ia menangis, menjerit, karena masih ingat dengan percakapannya dengan Malaikat sewaktu di alam kandungan dulu.”….Bagaimana aku harus mewujudkan eksistensi kekhlifahan saya, dalam usia yang hanya 14 tahun, sementara ibuku adalah seorang janda yang papa, desa yang aku tinggali adalah desa yang kering dan gersang, masyarakatnya adalah miskin dan bodoh pula, bagaimana Malaikat   ?”

Ia terus menangis dan berteriak-teriak sejadi-jadinya. Sementara tetangga kiri kanan berdatangan mengucap salam ;

” Selamat atas kelahiran putra pertama, aduh cakepnya anak ini.”

Sang bayi menjadi berpikir : “Hari ini aku menangis, sedangkan orang-orang disekitarku tertawa, besok kalau aku hendak meninggal, aku akan tersenyum walau orang-orang di sekitarku menangis.(ppm)

Reasoning :

Tugas, fungsi atau eksistensi kekhalifahan tidak mengenal anak siapa, usia berapa, tinggal di mana, menghadapi keadaan yang bagaimana.

Example 120x600