ppmindonesia.com, Jakarta- Awal berdirinya Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) dimulai pada awal tahun 1980-an, saat kebijakan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) diperkenalkan. Kebijakan ini bertujuan untuk membatasi aktivitas politik mahasiswa, namun malah dirasakan oleh para mahasiswa sebagai upaya pemerintah untuk mengekang ruang lingkup gerakan kemasyarakatan.
Para aktivis dan tokoh mahasiswa, seperti Adi Sasono dari Lembaga Studi Pembangunan (LSP), Dawam Rahardjo dari LP3ES, serta Ali Mustafa Trajutisna dan Ki Suratno Hayuningrat dari Dhworowati Institute, merespons kebijakan tersebut dengan mengadakan lokakarya gerakan dakwah bil hal di Malang dan Jogjakarta.
Gerakan dakwah pembangunan ini akhirnya menyebar keseluruh pelosok indonesia, dimulai dari Jakarta melalui Lembaga Studi Pembangunan (LSP), Kelompok Pemulung di pelopori oleh Mujito, Salma Al Farisi lalu mendirikan Yayasan Ummu Salamah. Di Bandung dengan Bina Karya yang di motori oleh Ali Thoyib, Adin Restiadi. Kumbo Karno Istitut di Semarang, LPTP di Solo yang motori oleh Bambang Agussalam, Hari Mulyadi, Yayasan Muhammadiyah yang gerakan oleh Adil Amrrullah, Faruq Abdillah, Lalu Gafar Ismail (Malang).
Di Bali dengan Yayasan Fajar Jua di pelopori oleh H.S.H. Adnan, Drs Mulyono, Drs. Suharyono, Parito, Erwin M Fauzi, wilayah Lombok di motori oleh Lalu Mujitahid, Hamidan dan dari berbagai aktifis mahasiswa bersepakat melakukan gerakan dakwah pembangunan.
Kegiatan dakwah pembangunan di awali dengan pilot proyek bekerja sama dengan Departemen Agama Pusat dengan melibatkan para Dai Rabithah Alam Islami se DIY dan Jawa Tengah.
Pada tahun 1989, di Jogjakarta, dibentuklah Persatuan Pedagang Kaki Lima Jogjakarta (PPKY), yang kemudian menjadi embrio berdirinya Asosiasi Pedagang Kaki Lima se-Indonesia.
Musyawarah Nasional I Asosiasi Pedagang Kaki Lima pada Februari 1992 menandai awal gerakan ini secara nasional, yang kemudian diikuti dengan pengembangan ekonomi melalui koperasi-koperasi di seluruh Indonesia.
Pertemuan Nasional I Pusat Pengembangan Masyarakat diadakan pada awal tahun 1985, menandai berdirinya Pusat Peranserta Masyarakat pada 31 Januari 1985. Pertemuan ini memilih Adi Sasono, Ali Mustafa Trajutisna, Hery Yusei Yuswanto, dan Habib Chirzin sebagai Dewan Direktur untuk periode 1985-1989. Pertemuan ini juga melahirkan delapan program bidang, antara lain sosial ekonomi, teknologi tepat guna, kesehatan masyarakat, dan pengembangan lingkungan hidup.
Pada tahun 1989, dalam Pertemuan Nasional II di Umbul Harjo, Pusat Pengembangan Masyarakat berubah nama menjadi Pusat Peranserta Masyarakat dan mengubah struktur kepemimpinannya dari Dewan Direktur menjadi Presidium.
Pertemuan ini memilih lima presidium, yaitu Hadimulyo, Ki Suratno Hayuningrat, Mursalin Dahlan, Parito Hariyadi, dan Abdul Aziz sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 1989-1994.
Gerakan Pusat Peranserta Masyarakat terus berkembang dengan berbagai inisiatif, seperti kerja sama dengan Yayasan Asmad untuk mengembangkan masyarakat Asmad, pembinaan Pedagang Kaki Lima, dan pembentukan Asosiasi Pedagang Grosir Keliling se-Indonesia (APGKI) oleh Ija Rahmad. Bersama Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), mereka juga mengadakan Konvensi Nasional Pesantren Kejuruan yang melahirkan Pesantren Kejuruan di berbagai daerah.
Dengan dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga, gerakan Pusat Peranserta Masyarakat telah berkontribusi besar dalam pengembangan ekonomi dan sosial di Indonesia.
Berbagai program dan inisiatif yang mereka jalankan telah membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah, menjadikan Pusat Peranserta Masyarakat sebagai salah satu pilar penting dalam pembangunan nasional.(ppm)