Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Pembebasan dari Belenggu Kezaliman: Menemukan Ketaqwaan Sejati Melalui Telaah Al-Qur’an

375
×

Pembebasan dari Belenggu Kezaliman: Menemukan Ketaqwaan Sejati Melalui Telaah Al-Qur’an

Share this article

ppmindonesia.com, Jakarta– ‘AQABAH’ dalam konteks ayat “Faqqu roqobah au ith’amun fii yaumin zii masghobah” (QS 90:13-14) merujuk pada dua hal utama:

1.Pembebasan dari belenggu – Ini bisa dimaknai secara luas sebagai pembebasan manusia dari berbagai belenggu kehidupan, termasuk belenggu kezaliman. Kezaliman sendiri merupakan salah satu bentuk penindasan terbesar yang dihadapi manusia. Pembebasan dari kezaliman adalah salah satu tujuan utama diutusnya kitab dari Allah, sebagaimana dijelaskan dalam QS 14:1, QS 57:9, QS 33:43, dan QS 2:257.

2.Memberi makan orang yang lapar – Ini menggambarkan pentingnya memperhatikan kesejahteraan fisik manusia, terutama dalam situasi-situasi sulit seperti kelaparan atau krisis pangan.

Untuk mencapai tujuan menghilangkan belenggu kezaliman dari kehidupan manusia, langkah yang harus ditempuh adalah dengan menelaah kitab suci secara mendalam dan logis. QS 2:121 menyebutkan pentingnya “yatluunahu haqqa tilawatihi,” yang artinya kitab suci harus dibaca, dipahami, dan dipelajari dengan benar.

Pemahaman yang benar tersebut kemudian harus diperjuangkan dengan penuh kesungguhan, seperti yang disebutkan dalam QS 22:78 – “haqqa jihaadihi,” yang berarti perjuangan itu harus dilakukan secara serius dan logis. Dari sinilah kemudian muncul manusia yang bertakwa dengan ketaqwaan yang sesungguhnya, bukan ketaqwaan yang sekadar formalitas atau harfiah.

Al-Qur’an, dalam QS 2:2, menyatakan bahwa kitab ini adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (muttaqin). Dalam ayat-ayat berikutnya (QS 2:3-4), dijelaskan kriteria orang yang bertakwa, yang disebut sebagai orang yang berjaya (muflihun), yakni mereka yang hidup di bawah petunjuk Allah. Mereka disebut berjaya karena ketaqwaannya adalah haqqa tuqaatihi – ketaqwaan yang sesungguhnya, sebagaimana dijelaskan dalam QS 3:102, dan bukan sekadar taqwa dalam definisi yang sempit.

Kriteria taqwa yang sesungguhnya dijelaskan secara rinci dalam QS 2:177 dan QS 39:33-34. Orang yang memenuhi kriteria taqwa ini mendapatkan janji Allah – “lahum maa yasyaa-una ‘inda robbihim” (bagi mereka apa saja yang mereka inginkan dari Tuhan mereka). Ganjaran ini diberikan bukan kepada mereka yang memiliki ketaqwaan yang sekadar formalitas, melainkan kepada mereka yang menjalankan taqwa sesuai dengan hakikatnya dalam Al-Qur’an.

Jika taqwa didefinisikan sebagai “mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya,” maka seharusnya dijelaskan secara spesifik perintah-perintah dan larangan-larangan apa saja yang harus ditegakkan. Penjelasan yang lebih rinci ini diperlukan agar pemahaman tentang taqwa benar-benar mendalam dan mengikat pada definisi Al-Qur’an.

Menjawab pertanyaan tentang ‘Aqabah’ ini bukanlah hal yang sederhana, terutama jika diterapkan dalam skala makro, seperti pada tingkat negara. Pembebasan dari belenggu kezaliman dan memastikan ketersediaan pangan adalah dua tantangan besar yang menuntut keberlanjutan pelayanan dan perhatian. Dari banyaknya belenggu kehidupan, yang paling mendesak untuk dibebaskan adalah belenggu kebodohan (dholumat). Kebodohan, jika dibiarkan, dapat menjadi lahan subur bagi kezaliman yang lebih besar. Oleh karena itu, pembebasan dari kebodohan harus menjadi prioritas untuk mencegah berkembangnya kezaliman lebih lanjut.(husni fahro)

Example 120x600