Konsep Yurbis Shodaqaat menekankan pentingnya pengembangan shodaqoh dalam Islam. Shodaqoh tidak hanya sekadar amal, tetapi juga instrumen penting yang harus terus ditumbuhkan untuk mendukung delapan kelompok mustahiq yang sangat membutuhkan
ppmindonesia.com, Jakarta- Istilah “Yurbis Shodaqaat“ yang berasal dari Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah (2:276), sering kali memicu kebingungan di kalangan umat Islam, terutama terkait kata “riba”. Riba dikenal luas sebagai sesuatu yang dilarang dalam Islam, namun konsep meribakan shodaqoh – yang artinya mengembangkan sedekah – justru merupakan perintah Allah yang memiliki makna mendalam dan penting bagi kesejahteraan sosial.
Dalam ayat tersebut, Allah menekankan dua prinsip yang berlawanan: “yamhaqullahur ribaa wa yurbis shodaqaat” – Allah menghapuskan riba dan menumbuhkan shodaqoh. Ini bukan hanya soal larangan riba, tetapi juga perintah untuk memastikan bahwa sedekah, sebagai instrumen sosial, terus berkembang demi kesejahteraan umat.
Mengapa Shodaqoh Harus Diberdayakan?
Al-Qur’an menjelaskan bahwa shodaqoh memiliki peran sentral dalam menopang kesejahteraan sosial melalui beberapa sasaran alokasinya. Surah At-Taubah (9:60) menjelaskan adanya delapan kelompok yang berhak menerima shodaqoh, sementara Surah At-Taubah (9:103) dan An-Nisa (4:114) menguraikan sasaran tambahan yang menjadi fokus penyaluran dana ini. Delapan kelompok tersebut sering kali disalahartikan sebagai mustahiq zakat, padahal konteks ayat tersebut membahas shodaqoh, bukan zakat.
Kewajiban Mengembangkan Shodaqoh
Shodaqoh bukan hanya tindakan sukarela, melainkan merupakan kewajiban (fardhu) dari Allah, sebagaimana ditegaskan dalam Surah At-Taubah (9:60). Sayangnya, banyak umat Islam yang tidak menyadari status hukum ini dan hanya memberikan shodaqoh secara seadanya, tanpa memahami betapa pentingnya instrumen ini dalam menjaga keseimbangan sosial. Rendahnya pemahaman ini tidak hanya menghambat pertumbuhan shodaqoh, tetapi juga mendorong perlunya sosialisasi yang lebih intensif mengenai shodaqoh sebagai kewajiban agama.
Mengapa Harus Ada Istilah “Meribakan Shodaqoh”?
Meribakan shodaqoh berarti memastikan bahwa dana yang disalurkan melalui shodaqoh tidak hanya berhenti sebagai bentuk pemberian, tetapi juga tumbuh dan berkembang. Hal ini dilakukan dengan memahami alokasi shodaqoh yang ditetapkan dalam Al-Qur’an. Dalam konteks Surah Al-Anfal (8:41), kita diperintahkan untuk mengalokasikan 20% dari apa yang dikelola, yang dikenal dengan istilah khumus, untuk menopang sistem keuangan yang digunakan untuk shodaqoh. Ini adalah strategi pengembangan dana yang tidak hanya memastikan kebutuhan jangka pendek terpenuhi, tetapi juga menjamin kesinambungan dana sosial.
Riba dan Shodaqoh: Dua Hal yang Berlawanan
Konsep riba yang ditekan dan shodaqoh yang dikembangkan merupakan kebijakan Allah dalam pengaturan ekonomi umat. Riba, yang dalam konteks Al-Qur’an Surah Ar-Rum (30:39) diartikan sebagai pertumbuhan yang hanya berfokus pada peningkatan kekayaan manusia, ditegaskan tidak memiliki nilai di sisi Allah. Dengan kata lain, riba yang hanya menambah kekayaan tanpa membawa manfaat sosial tidak diridhai oleh Allah. Ini bertentangan dengan shodaqoh, yang justru diperintahkan untuk dikembangkan karena membawa manfaat besar bagi masyarakat luas.
Surah Ali-Imran (3:130) memperingatkan tentang memakan riba dalam kondisi pertumbuhan yang masih lemah. Ayat ini bukan berarti bahwa riba dalam segala bentuk diharamkan, tetapi lebih mengacu pada kondisi di mana pertumbuhan ekonomi atau usaha seseorang masih rentan. Dalam situasi ini, menambah beban riba akan melemahkan pertumbuhan tersebut.
Alokasi Dana Shodaqoh: Pentingnya Pertumbuhan Berkelanjutan
Fokus utama dalam perbincangan tentang Yurbis Shodaqaat adalah alokasi dana shodaqoh yang besar dan berkelanjutan. Delapan kelompok mustahiq yang dijelaskan dalam Surah At-Taubah (9:60) adalah mereka yang sangat membutuhkan dukungan finansial yang cukup besar.
Sebagai contoh, kelompok fuqara yang disebutkan pertama kali bukanlah orang-orang miskin dalam pengertian umum. Fuqara dalam Surah Al-Baqarah (2:273) adalah mereka yang telah mempersembahkan hidupnya sepenuhnya untuk mencari ridho Allah. Mereka ini adalah sosok yang berdedikasi penuh untuk menyebarkan ilmu, meneliti, dan memikirkan ciptaan Allah serta memberikan manfaat bagi masyarakat melalui pengetahuan mereka. Orang-orang ini tidak mengemis, sehingga seringkali orang awam mengira mereka kaya raya karena mereka tidak meminta-minta. Padahal, mereka adalah orang yang mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dalam berdiri, duduk, maupun berbaring.
Fuqara dan Peran dalam Masyarakat
Fuqara yang disebut dalam ayat ini memiliki peran besar dalam pembangunan peradaban. Mereka adalah para Ulil Albab yang memikirkan penciptaan langit dan bumi, serta menghasilkan ilmu yang bermanfaat. Mereka juga adalah Ulil Amri, para ahli dalam tata kelola sistem pemerintahan, Ulil Abshar yang unggul dalam perencanaan, Ulin Nikmah yang ahli dalam mengelola kesejahteraan umat, serta Ulil Aydii yang pakar dalam pengendalian sumber daya manusia. Semua mereka adalah penerima alokasi dana shodaqoh pertama karena peran mereka yang sangat penting dalam pengembangan peradaban.
Dengan demikian, kebutuhan untuk mendukung fuqara dan mustahiq lainnya sangat besar. Oleh karena itu, mengembangkan shodaqoh atau meribakan shodaqoh adalah langkah yang logis dan diperlukan untuk memastikan bahwa kebutuhan mustahiq dapat terpenuhi secara berkelanjutan.
Kesimpulan: Shodaqoh sebagai Instrumen Pembangunan Sosial
Konsep Yurbis Shodaqaat menekankan pentingnya pengembangan shodaqoh dalam Islam. Shodaqoh tidak hanya sekadar amal, tetapi juga instrumen penting yang harus terus ditumbuhkan untuk mendukung delapan kelompok mustahiq yang sangat membutuhkan. Memastikan shodaqoh tumbuh dan berkembang adalah bagian dari perintah Allah untuk menjaga keseimbangan dan kesejahteraan sosial, serta mencegah berkembangnya riba yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Dengan memahami peran besar shodaqoh, kita diajak untuk lebih serius dalam menjalankan kewajiban ini, serta mendukung program-program yang memastikan shodaqoh bisa menjadi sumber kekuatan dalam membangun masyarakat yang adil, makmur, dan diridhai Allah.(husni fahro)