ppmindomesia.com, Jakarta-Pernyataan yang populer di kalangan umat Islam, yaitu dari Q.S. 9:33. Ayat ini sering dijadikan pengantar dalam ceramah atau khutbah karena memiliki makna yang strategis dan padat. Pernyataan dalam Q.S. 9:33 meliputi beberapa poin penting:
- Allah mengutus Rasul
- Dengan petunjuk dan agama yang benar (dinil haqq)
- Untuk dinyatakan segalanya atas agama itu
- Meskipun dibenci oleh orang-orang musyrik
Bagian terakhir yang menyebutkan “meskipun orang musyrik membenci” menegaskan bahwa perjuangan untuk menegakkan kebenaran tidak boleh terhambat oleh kebencian mereka. Kebencian orang-orang musyrik justru menjadi ujian dalam upaya menegakkan ad-Din.
Orang musyrik, menurut Q.S. 30:31-32, adalah mereka yang berpecah-belah dalam agama (tafaruq) dan hidup dalam golongan-golongan yang saling merasa puas dengan kebenaran golongannya sendiri. Kondisi ini sering kali menjadi sumber perpecahan dalam umat, di mana masing-masing kelompok merasa paling benar dan menolak kebenaran lain yang datang dari petunjuk Allah.
Allah juga menegaskan dalam Q.S. 6:159 bahwa Rasulullah dan orang-orang beriman dilarang menjadi bagian dari mereka yang terpecah-belah dalam agama. Bahkan, orang-orang musyrik dianggap sebagai najis yang harus dijauhkan, termasuk larangan bagi mereka untuk memasuki Masjidil Haram.
Penyebab utama dari perpecahan (tafaruq) ini telah dijelaskan dalam Q.S. 6:153, yaitu karena mengikuti selain dari jalan Allah (shirath). Oleh sebab itu, perhatian kita harus tertuju kepada ad-Din yang fitrah, yaitu agama yang merupakan ciptaan Allah, agama yang atasnya manusia diciptakan (lihat Q.S. 30:30).
Muncul pertanyaan, mengapa orang musyrik begitu membenci? Apa sebenarnya yang mereka benci? Apakah karena segala sesuatu dinyatakan atas agama yang benar (dinil haqq)? Ataukah mereka membenci karena Allah mengutus Rasul-Nya?
Kemungkinan besar, kebencian mereka terhadap petunjuk dan dinil haqq yang dibawa Rasulullah muncul karena kebenaran tersebut akan membongkar kesalahan dan kesesatan dalam keyakinan mereka. Kehadiran petunjuk yang hakiki dalam kehidupan bermasyarakat menakutkan bagi mereka, karena akan mengoreksi sistem keyakinan dan keagamaan mereka. Selain itu, ada ketakutan bahwa seluruh aspek kehidupan umat akan dinyatakan berdasarkan agama, yang berarti mereka akan kehilangan otoritas dan pengaruh dalam masyarakat.
Suksesnya misi kerasulan sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. 9:33 akan melahirkan umat Islam yang kaffah, yang tunduk secara penuh kepada ajaran Allah. Kondisi ini akan menciptakan masyarakat yang kondusif untuk mencapai syarat keimanan yang sebenarnya, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. 4:65.(husni fahro)