ppmindonesia.com, Jakarta- Frasa “Kalimatun sawaa” diambil dari Qur’an 3:64, yang memuat seruan penting kepada para Ahlul Kitab (kaum Yahudi dan Nasrani) untuk bersama dalam prinsip-prinsip ketauhidan. Ayat ini mengajak umat beragama untuk menemukan titik temu dalam keyakinan, demi membangun kebersamaan dan menghindari perselisihan.
Siapakah “Kami” dan “Kamu”?
Dalam konteks Qur’an 3:64, “kami” merujuk kepada umat Muslim, sementara “kamu” merujuk kepada Ahlul Kitab—yakni kaum Yahudi dan Nasrani. Seruan ini bertujuan untuk mengajak kedua kelompok tersebut kepada tiga prinsip utama yang menjadi pondasi kebersamaan antar umat beragama:
- Tidak Menyembah Selain Allah.
“…alla na’budu illa Allah…” (bahwa kita tidak menyembah selain Allah).
Prinsip pertama menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Hal ini menjadi ajakan bagi seluruh umat beragama untuk memusatkan ibadah hanya kepada Tuhan Yang Esa. - Tidak Menyekutukan Allah dengan Apapun.
“…wa laa nushrika bihi syay’a…” (bahwa kita tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun).
Prinsip kedua menolak segala bentuk syirik, baik melalui penyembahan berhala, makhluk, atau konsep ketuhanan yang menyertakan lebih dari satu entitas. - Tidak Menjadikan Manusia sebagai Tuhan Selain Allah.
“…wa laa yattakhidza ba’dhuna ba’dhan arbaban min dunillah.”
(bahwa kita tidak menjadikan sebagian kita sebagai tuhan selain Allah).
Prinsip ketiga menolak segala bentuk pemujaan kepada manusia—baik nabi, pemuka agama, maupun pemimpin—dalam posisi ketuhanan.
Pilar Kebersamaan Antar Umat Beragama
Ketiga prinsip ini merupakan pondasi yang dapat menyatukan seluruh umat beragama dalam hubungan yang harmonis. Perbedaan dalam syariat dan bahasa tidak boleh menjadi penghalang, karena semua risalah para nabi dan rasul memiliki esensi yang sama, yaitu mengajak kepada ketauhidan dan akhlak mulia.
Kesamaan Misi Para Rasul
Qur’an 4:163-165 menegaskan bahwa apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ tidak berbeda dengan yang diwahyukan kepada para rasul sebelumnya. Setiap rasul membawa pesan ketauhidan dan ketaatan kepada Allah. Lebih lanjut, Qur’an 4:150-152 mengecam orang-orang yang membeda-bedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, karena hal itu dianggap sebagai kekufuran yang nyata (kafirina haqqa).
“Qur’an 2:136 dan 2:285 mengajarkan bahwa umat Islam wajib mengimani seluruh rasul tanpa membeda-bedakan di antara mereka. Ini menjadi landasan bahwa tidak ada tempat bagi fanatisme atau permusuhan atas dasar perbedaan risalah kenabian.”
Mengajak dengan Hikmah dan Lemah Lembut
Agar kebersamaan dapat tercapai, Al-Qur’an juga memberikan tuntunan dalam berdakwah:
- Qur’an 3:159: “Maka berlemah lembutlah terhadap mereka dengan rahmat Allah.”
- Qur’an 16:125: “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.”
Dakwah harus dilakukan dengan sikap lemah lembut dan hikmah, bukan dengan kekerasan atau pemaksaan, agar tercipta dialog yang produktif dan hubungan yang harmonis.
Kesamaan Ajaran dalam Syariat
Banyak ajaran pokok yang menjadi kesamaan antara Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya. Sebagai contoh, Qur’an 17:23-39 dan Qur’an 6:151-152 memuat prinsip-prinsip dasar yang sejalan dengan Ten Commandments (Sepuluh Perintah) dalam Alkitab, seperti larangan berbuat syirik, berbakti kepada orang tua, dan berbuat adil. Kesamaan ini menunjukkan bahwa pondasi akhlak dan syariat dalam berbagai agama berasal dari sumber ilahi yang sama.
Kebersamaan dalam Kehidupan Sosial
Kebersamaan antar umat beragama juga tercermin dalam aspek sosial. Qur’an 5:5 memperbolehkan umat Islam memakan makanan Ahlul Kitab dan menikahi wanita mereka yang terjaga kesuciannya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan teologis, interaksi sosial yang harmonis tetap bisa terjalin.
Seruan “Kalimatun Sawa” dalam Qur’an 3:64 adalah ajakan kepada semua umat beragama untuk bersatu pada prinsip-prinsip dasar ketauhidan. Dengan menghindari syirik dan tidak mengangkat manusia sebagai tuhan, hubungan harmonis dapat dibangun di atas landasan keyakinan bersama.
Tidak ada alasan logis bagi umat beragama untuk saling bermusuhan, karena para rasul datang dengan pesan yang sama. Kebersamaan dapat tumbuh melalui dialog yang berlandaskan hikmah, serta melalui kerjasama sosial berdasarkan nilai-nilai universal yang diajarkan oleh setiap agama.
Seruan ini masih relevan hingga kini sebagai pedoman dalam membangun hubungan antar umat beragama, agar manusia hidup dalam kedamaian dan persatuan, bukan dalam permusuhan dan perpecahan. (husni Fahro)