Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Sujud dan Kepatuhan Hakiki

349
×

Sujud dan Kepatuhan Hakiki

Share this article
Wa Iza Quri’a ‘Alaihil Qur’ana Laa Yasjudun, Qs. 84:20 (ppm.doc)

Ayat “Wa idza quri’a ‘alaihil Qur’ana laa yasjudun” (dan ketika Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak sujud) membuka pertanyaan mendalam: Siapakah mereka yang tidak sujud ketika Al-Qur’an dibacakan?

ppmindonesia.com, Jakarta– Secara umum, istilah sujud sering dipahami sebagai menundukkan kepala hingga dahi menyentuh lantai, seperti yang lazim dilakukan dalam shalat. Pemahaman ini sudah sangat dikenal sehingga tidak mengundang perdebatan di kalangan umat beragama. Dalam, perspektif ini  mengajak kita untuk menggali lebih dalam makna sujud dan mengevaluasi apakah bentuk sujud fisik ini sepenuhnya merepresentasikan kepatuhan yang diinginkan Allah.

Sujud: Kepatuhan Fisik atau Ketaatan Hakiki?

Dalam konteks Q.S. Al-Insyiqaq [84:20-22], muncul pertanyaan menarik:

“Apakah ada orang yang benar-benar sujud ketika Al-Qur’an dibacakan?”
“Apakah sujud itu hanya sekadar menyentuh dahi ke lantai, ataukah kepatuhan penuh terhadap aturan Allah?”

Jika sujud diartikan sebagai kepatuhan yang tulus dan total kepada Allah, maka orang yang sujud akan tampak dalam kesetiaan dan keberpihakannya kepada perintah-perintah-Nya. Makna ini selaras dengan Q.S. As-Sajdah [32:15]:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang, ketika diperingatkan dengan ayat-ayat itu, mereka tersungkur sujud dan memuji Tuhan mereka serta tidak menyombongkan diri.”

Jadi, sujud bukan hanya tindakan fisik, melainkan ekspresi ketaatan penuh—sujud lahir dan batin—yang tercermin dalam sikap rendah hati dan keberpihakan kepada ajaran Allah.

Orang yang Tidak Sujud Menurut Al-Qur’an

Menurut Q.S. Al-Insyiqaq [84:20-21], orang yang tidak sujud ketika Al-Qur’an dibacakan adalah orang yang tidak beriman dan kafir:

“Maka mengapa mereka tidak beriman? Dan ketika Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka tidak sujud?”

Ayat ini menegaskan bahwa ketidakmauan untuk sujud (baik dalam arti literal maupun maknawi) adalah tanda kekafiran. Artinya, sujud ketika mendengar Al-Qur’an dibacakan menunjukkan keimanan, sementara ketidakpedulian atau penolakan adalah bukti dari kekufuran.

Namun, kenyataannya, banyak di antara umat beragama yang tidak memperlihatkan kesungguhan dalam mendengar atau memahami bacaan Al-Qur’an, apalagi sujud dalam arti kepatuhan yang tulus. Bahkan ketika Q.S. Al-A’raf [7:204] memerintahkan agar manusia diam dan mendengarkan dengan seksama ketika Al-Qur’an dibacakan, hal ini sering diabaikan. Mayoritas orang membiarkan bacaan itu berlalu tanpa upaya untuk memahami pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

Atsaris Sujud: Bukti Kepatuhan atau Simbol Fisik?

Sebagian orang menganggap bahwa jidat hitam (bekas sujud) adalah bukti dari apa yang disebut dalam Q.S. Al-Fath [48:29] sebagai “atsaris sujud” (tanda bekas sujud). Namun, perspektif SYAHIDA menegaskan bahwa atsaris sujud bukanlah bekas fisik, melainkan jejak ketaatan yang tampak dalam perilaku dan kesetiaan kepada ajaran Allah.

Ayat Q.S. As-Sajdah [32:15] menjelaskan bahwa sujud yang sejati melibatkan pujian kepada Allah dan kerendahan hati, sebagaimana disebutkan:

“Mereka tersungkur sujud (harru sujjadan), memuji Tuhan mereka, dan mereka tidak sombong.”

Sujud sebagai Gerakan Kepatuhan Sejati

Dalam ayat tersebut, “harru sujjadan” (tersungkur sujud) bukan sekadar tunduk secara fisik, tetapi mencakup gerakan berpihak pada ajaran Allah. Ini selaras dengan makna “fasabbih bi hamdi rabbika” (pujilah Tuhanmu) yang telah dibahas sebelumnya dalam konteks Q.S. An-Nasr [110:3]. Dengan demikian, sujud yang hakiki adalah gerakan ketaatan total, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun sikap hati.

Kesimpulan: Sujud Bukan Sekadar Ritual Fisik

Sujud bukan hanya soal menyentuhkan dahi ke lantai, tetapi yang lebih penting adalah ketaatan penuh kepada Allah. Orang yang benar-benar sujud akan tampak dalam keberpihakannya pada ajaran Allah dan kerendahan hati yang tercermin dalam perilakunya.

Mereka yang tidak sujud ketika Al-Qur’an dibacakan adalah mereka yang tidak beriman—karena keimanan sejati mengharuskan adanya respon aktif terhadap ayat-ayat Allah. Maka, sujud bukanlah ritual semata, melainkan pengakuan dan penerimaan sepenuh hati terhadap perintah dan ajaran Allah.

Semoga kita semua dapat menjadi hamba-hamba yang bersujud dalam arti hakiki, yaitu menyelaraskan hidup kita dengan ajaran Allah dan memuji-Nya dengan penuh ketulusan.(husni fahro)

Example 120x600