Scroll untuk baca artikel
Nasional

Berpegang Teguh pada Wahyu: Jalan Menuju Shirathal Mustaqim

344
×

Berpegang Teguh pada Wahyu: Jalan Menuju Shirathal Mustaqim

Share this article
Berpegang teguhlah pada apa yang diwahyukan kepadamu (ppm.doc)

Berpegang Teguh pada Wahyu: Jalan Menuju Shirathal Mustaqim

ppmindonesai.com, Jakarta– Surah Az-Zukhruf (43:43-44) menegaskan perintah Allah: “Fastamsik billazi uhiya ilaika” (Berpegang teguhlah pada apa yang diwahyukan kepadamu). Perintah ini menekankan pentingnya bertahan dan konsisten dalam menjalankan ajaran wahyu Allah. Orang yang bertahan dengan apa yang telah diwahyukan sesungguhnya telah berada di atas shirathal mustaqim—jalan yang lurus.

Permohonan yang Terus Diulang-ulang

Namun, ada suatu ironi yang mengejutkan: setiap hari, berjuta-juta orang mengulang-ulang doa dan permohonan untuk diberikan petunjuk kepada shirathal mustaqim. Doa tersebut telah berlangsung ribuan tahun, tetapi petunjuk yang dimohonkan sudah ada di hadapan mereka, yaitu Al-Qur’an. Maka timbul pertanyaan: mengapa masih ada yang terus memohon sesuatu yang sebenarnya sudah tersedia? Apakah ini bentuk ketidakpedulian, ketidaksadaran, atau kelalaian?

Keadaan ini mencerminkan betapa banyak orang yang memanjatkan doa tanpa memahami isinya. Mereka meminta petunjuk, tetapi tidak menyadari bahwa Allah sudah lama memberikan petunjuk tersebut melalui Al-Qur’an—petunjuk yang terang benderang, sudah ada sebelum mereka lahir, dan tersedia bagi siapa pun yang menghendakinya. Ini seperti seseorang yang terus mencari sesuatu, padahal barang yang dicari sudah ada di depan mata.

Makna Berpegang Teguh pada Wahyu

Allah menegaskan dalam Surah Az-Zukhruf (43:43-44) bahwa orang yang bertahan dengan wahyu sudah berada di atas shirathal mustaqim. Dengan kata lain, siapa saja yang berpegang teguh pada Al-Qur’an tidak perlu lagi terus-menerus meminta petunjuk, karena petunjuk tersebut sudah diberikan dan hanya tinggal diikuti. Maka, kelanjutan permohonan yang berulang-ulang bisa menjadi tanda ketidaksadaran atau ketiadaan pemahaman yang mendalam.

Pentingnya Berpikir dan Memahami Wahyu

Allah memperingatkan dalam Surah Al-Anfal (8:22) bahwa seburuk-buruk makhluk adalah mereka yang tidak mau berpikir. Ketidakmampuan untuk memahami bahwa shirathal mustaqim sudah ada dan bisa dicapai kapan saja adalah bentuk kelalaian yang tidak sepatutnya terjadi. Jika mereka mau merenungkan Surah Al-An’am (6:153) dan Surah Yasin (36:3-4), mereka akan menemukan bahwa shirathal mustaqim itu adalah Al-Qur’an itu sendiri—petunjuk Allah yang sempurna dan cukup bagi siapa saja yang mencari kebenaran.

Kesimpulan: Tidak Perlu Meminta Apa yang Sudah Ada

Meminta sesuatu yang sudah tersedia sama saja dengan mengabaikan nikmat yang sudah diberikan Allah. Mereka yang masih terus memohon tanpa menyadari bahwa shirathal mustaqim adalah Al-Qur’an hanya menunjukkan kelalaian atau keengganan untuk berpikir. Maka, perintah fastamsik billazi uhiya ilaika adalah ajakan untuk benar-benar berpegang teguh pada Al-Qur’an, memahami dan mengamalkan isinya dengan sepenuh hati.

Apabila seseorang sadar bahwa petunjuk yang dimintanya sudah ada dan bisa diakses kapan saja, tentu ia tidak akan terus meminta. Sebaliknya, ia akan berusaha menempuh jalan lurus tersebut dengan konsisten dan penuh keyakinan. Jangan sampai kita termasuk dalam golongan yang disebut dalam Al-Anfal (8:22) sebagai makhluk yang tidak mau berpikir, karena mereka itulah yang paling hina.

Mari kita berpegang teguh pada Al-Qur’an dan tidak menjadi dungu dengan terus meminta petunjuk yang sebenarnya sudah ada di depan mata. Sebab, hanya dengan bertahan dan berpegang pada wahyu Allah, kita benar-benar berada di atas shirathal mustaqim yang selama ini kita cari. (husni fahro)

 

Example 120x600