ppmindonesia.com,Jakarta – Surah Al-Baqarah (2:183) menginformasikan bahwa shiyam (puasa) telah diwajibkan bagi orang-orang beriman, sebagaimana diwajibkan kepada umat terdahulu, dengan harapan mereka menjadi orang yang bertakwa. Namun, bagaimana shiyam dapat menghasilkan ketakwaan? Apakah shiyam sebatas ibadah ritual atau mencakup aksi-aksi yang menguatkan solidaritas dan menuntun manusia menuju kehidupan yang selaras dengan petunjuk Ilahi?
Jawaban atas pertanyaan tersebut dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah (2:184). Shiyam dipaparkan sebagai kegiatan yang terjadwal dalam hari-hari tertentu (ayyāman ma’dūdāt). Pada waktu-waktu tersebut, Al-Qur’an menekankan pentingnya sosialisasi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia (hudā lil-nās), termasuk fungsi Al-Qur’an sebagai penjelas petunjuk dan pembeda antara yang benar dan salah (wa bayyinātin minal hudā wal furqān).
Kegiatan sosialisasi ini dilakukan oleh mereka yang memiliki waktu dan kemampuan untuk menyampaikan bukti-bukti dan penjelasan dari Qur’an (fa man syahida minkum al-shahra fal-yasumhu). Bagi mereka yang berhalangan—karena sakit atau beban tertentu—diberikan kelonggaran untuk mengikuti kegiatan di kesempatan lain.
Selain itu, orang-orang yang ingin mendukung suksesnya program sosialisasi dapat memberikan bantuan materi, meski akan lebih baik jika terlibat langsung dalam pelaksanaannya.
Para tim pelaksana sosialisasi Qur’an diingatkan bahwa kegiatan tersebut sangat baik bagi mereka jika mereka memiliki ilmu pengetahuan (wa antashūmū khayran lakum in kuntum ta’lamūn). Sosialisasi ini membantu masyarakat memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Qur’an sebagai pedoman untuk menjadi orang yang bertakwa.
Surah Al-Isra’ (17:78) juga memberikan petunjuk agar program sosialisasi Qur’an ditegakkan dengan kesungguhan, sebagaimana menegakkan shalat. Dalam ayat ini, disebutkan bahwa Qur’anal fajar adalah manifestasi Qur’an dalam kehidupan manusia dan merupakan bukti nyata serta persaksian (inna Qur’ānal fajar kāna masyhūdā).
Momentum utama sosialisasi Qur’an ini berlangsung dalam Syahr Ramadhan, bulan yang menjadi ajang pemberantasan sumber-sumber kejahatan. Pada akhirnya, melalui keterlibatan masyarakat dalam program ini, kemampuan mengendalikan diri akan tumbuh, dan nilai-nilai ketakwaan akan tertanam di hati masyarakat.
Dengan demikian, berbicara tentang shiyam berarti berbicara tentang peran Qur’an sebagai petunjuk bagi orang yang ingin mencapai takwa. Hal ini sejalan dengan kehendak Allah dalam Surah Al-Baqarah (2:183), bahwa kewajiban shiyam memiliki tujuan mulia: menjadikan manusia bertakwa.(husni fahro)