ppmindonesia.com, Jakarta “Istawa ‘alal ‘Arsy“ tidak dapat diartikan bahwa Allah bersemayam di atas suatu singgasana (‘Arsy) secara fisik. Pemahaman yang lebih tepat adalah bahwa frasa tersebut menunjukkan proses penyeimbangan ciptaan Allah dalam tata keseimbangan.
Penjelasan Makna Istawa dan ‘Arsy
- Istawa berasal dari kata dasar “sawā” atau “sawā’un,” yang bermakna sama, setara, atau seimbang.
- ‘Arsy berasal dari akar kata “‘arasha,” yang berarti bangunan atau sesuatu yang dibangun.
Maka, “istawa ‘alal ‘Arsy” dapat dipahami sebagai Allah menyeimbangkan dan membangun keseimbangan dalam sistem ciptaan-Nya. Setelah menciptakan tata surya dan planet-planet, Allah tidak “bersemayam” di atas singgasana, melainkan mengatur dan menyeimbangkan seluruh benda-benda angkasa dalam orbit dan keteraturan mereka masing-masing.
Kemudian, Allah menciptakan “rawāsiy” (penyeimbang seperti pusat magnet atau gunung) agar kehidupan di bumi dapat berlangsung stabil dan manusia bisa hidup di atasnya. Jadi, Allah tidak menempati suatu tempat tertentu seperti singgasana (‘Arsy) atau lokasi fisik lainnya.
Allah Tidak Terbatas Ruang dan Tidak Terjangkau Penglihatan
Al-Qur’an menegaskan bahwa:
- “Lā tudrikuhul abṣār wa huwa yudrikul abṣār” (QS 6:103)
Artinya: “Penglihatan manusia tidak dapat menjangkau-Nya, tetapi Dia menjangkau segala penglihatan.” - “Laisa kamitslihi syai’un” (QS 42:11)
Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.”
Dari ayat-ayat ini, jelas bahwa Allah tidak dapat dipersonifikasi atau disamakan dengan makhluk. Allah tidak memiliki bentuk fisik dan tidak berada di tempat tertentu seperti singgasana atau takhta.
Pemahaman Asma’ul Husna dalam Bahasa Arab
Semua nama dan sifat Allah dalam Asma’ul Husna adalah bentuk “ismul ma‘rifah” (kata benda definitif), yang menunjukkan sifat dan karakteristik Allah tanpa menunjuk kepada zat atau obyek fisik tertentu. Misalnya:
Allāh berarti Tuhan yang:
- Maha Pengasih dan Penyayang
- Maha Kuasa
- Pencipta segala sesuatu
- Tidak terjangkau oleh penglihatan manusia
- Pemberi rezeki
Nama-nama tersebut mengarah pada sifat-sifat yang dipancarkan oleh Allah, bukan kepada bentuk atau tempat di mana Allah berada. Dalam bahasa terang, nama-nama itu menunjukkan situasi dan kuasa Allah, bukan fisik atau wujud tertentu.
Kesadaran Bertuhan yang Sejati
Dengan memahami konsep-konsep ini, orang yang menggunakan akal sehat dan berpegang teguh pada wahyu Allah akan mencapai kesadaran bertuhan yang benar. Allah bukanlah sesuatu yang dapat dipahami secara material atau fisik, melainkan Dzat yang Maha Mengatur dan Maha Menyeimbangkan alam semesta, sekaligus Maha Dekat dan selalu memelihara ciptaan-Nya.
Dengan demikian, memahami “istawa ‘alal ‘Arsy” secara tepat akan membawa kita pada kesadaran bahwa Allah tidak terbatas oleh ruang dan waktu, dan tidak serupa dengan apapun. Keimanan yang sejati bukanlah membayangkan Allah dalam bentuk fisik, melainkan dengan merenungi sifat-sifat-Nya yang tercermin dalam setiap ciptaan.(husni fahro)