ppmindonesia.com, Jakarta- Kesungguhan atau haqqa jihaadihi dalam meraih jaminan Allah untuk memahami agama-Nya (Islam) secara menyeluruh dan utuh. Tidak hanya itu, kesungguhan ini juga menjadi kunci bagi seseorang untuk terpilih sebagai manusia pilihan Allah. Dalam tulisan ini, SYAHIDA akan mengulas petunjuk yang dapat membawa manusia pada jaminan tersebut, dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an sebagai pintu masuk menuju hidayah Allah.
Kesungguhan dalam Berjuang: Jalan Menuju Hidayah Allah
Dalam Surah Al-Ankabut ayat 69, Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. 29:69)
Ayat ini menegaskan bahwa mereka yang bersungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah akan diberikan petunjuk menuju jalan-Nya.
Dua Bentuk Ujian Hidup: Kesabaran dan Syukur
Dalam prosesnya, manusia akan dihadapkan pada dua kondisi ujian hidup sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
1.Tantangan dalam bentuk kesulitan dan kesusahan
Allah menguji manusia dengan situasi yang tidak menyenangkan, untuk melihat apakah ia dapat bersabar.
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. 21:35)
Bahkan, puncak ujian kesabaran ini disebutkan dalam beberapa ayat.
- QS. 2:214: “Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti orang-orang terdahulu?”
- QS. 33:11: “Di situlah orang-orang mukmin diuji dan digoncangkan dengan goncangan yang dahsyat.”
Ayat-ayat ini memperlihatkan bahwa ujian hidup yang tidak menyenangkan akan menguji keimanan seseorang hingga batas maksimal. Apakah ujian itu akan memperkuat keyakinan mereka atau justru membuat mereka kembali kepada kekufuran?
2.Tantangan dalam bentuk kesenangan dan kelapangan
Allah juga menguji manusia melalui kenikmatan dan kesenangan, untuk melihat apakah ia bersyukur.
“Dan sekiranya bukan karena manusia akan menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), Kami pasti berikan kepada orang-orang kafir kekayaan yang melimpah…” (QS. 43:33-34)
“Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta kepada apa yang diingini, berupa wanita, anak-anak, harta benda…” (QS. 3:14)
Bagi sebagian orang, kelimpahan materi dan kenikmatan justru menjadi sebab kelalaian, bukannya menumbuhkan rasa syukur. Ujian ini menuntut manusia untuk mengendalikan kecintaannya pada dunia agar tidak menghalangi rasa syukur kepada Allah.
Jaminan Bagi Mereka yang Lulus Ujian
Bagi mereka yang berhasil melalui kedua bentuk ujian ini—baik dalam kesulitan maupun kelapangan—Allah memberikan jaminan yang nyata. Mereka akan mendapatkan petunjuk seperti yang dijanjikan dalam QS. 29:69, karena:
- Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.
“Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.” (QS. 3:9)
- Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya sedikit pun.
“Sungguh, Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun.” (QS. 10:44)
Orang yang lulus dari ujian kesabaran dan syukur ini dipastikan berada di jalan Allah (sabilillah). Berada di jalan Allah bukan hanya sekadar posisi, tetapi menandakan bahwa orang tersebut berada dalam penjagaan dan kasih sayang Allah, sehingga ia tidak akan tersesat.
Janji Allah dan Kesungguhan dalam Prioritas Cinta
Janji Allah dalam QS. 29:69 menggunakan bentuk bahasa yang kuat dengan “lamut taukid,” yaitu penegasan yang menunjukkan bahwa janji tersebut adalah tanggungan Allah. Artinya, Allah bertanggung jawab sepenuhnya untuk menepati janji-Nya kepada hamba yang bersungguh-sungguh dalam mencari jalan-Nya.
Namun, ujian terbesar yang akan menentukan kesungguhan iman seseorang adalah persoalan prioritas cinta. Allah menguji sejauh mana seseorang mendahulukan cinta kepada-Nya di atas segala cinta duniawi lainnya. Dalam QS. 2:165, disebutkan:
“Adapun orang-orang yang beriman, sangat besar cinta mereka kepada Allah.” (QS. 2:165)
Orang beriman tidak akan menyamakan cinta kepada Allah dengan cinta kepada selain-Nya. Jika ingin terhindar dari kefasikan, peringatan dalam QS. 9:24 perlu menjadi pedoman:
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. 9:24)
Kesimpulan
Kesungguhan dalam berjuang di jalan Allah (haqqa jihaadihi) menuntut prioritas cinta yang benar dan kesiapan untuk menghadapi segala bentuk ujian, baik dalam kesulitan maupun kenikmatan. Hanya mereka yang mendahulukan cinta kepada Allah di atas segalanya yang akan mendapatkan petunjuk dan berada dalam rangkulan Allah. Dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan mengingkari janji-Nya dan tidak menzalimi hamba-Nya, orang yang bersungguh-sungguh akan senantiasa berjalan di atas sabilillah, terlindungi dari kesesatan, dan berada dalam naungan rahmat-Nya.(husni fahro)