ppmindonesia.com, Jakarta– Salah satu anugerah Allah yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa adalah Furqan. Meskipun jarang dibicarakan, konsep Furqan ini memiliki peran penting dalam kehidupan spiritual dan praktis seorang Muslim. Kata “Furqan” berarti kemampuan membedakan atau membedakan yang benar dari yang salah. Dalam beberapa ayat, Al-Quran menyebut Furqan sebagai fungsi dari risalah kerasulan, seperti pada Surah Al-Baqarah (2:53) dan Surah Al-Anbiya’ (21:48), yang menegaskan bahwa Nabi Musa juga menerima Furqan sebagai alat pembedaan.
Al-Quran Surah Al-Anfal (8:29) menunjukkan bahwa Furqan akan terwujud dalam diri seorang manusia ketika ia bertakwa. Artinya, risalah kerasulan sebagai Furqan hanya menjadi nyata pada diri seseorang yang menghayati nilai-nilai ketakwaan. Tanpa ketakwaan, seseorang tidak akan mampu memahami perbedaan antara yang hak dan yang batil karena ia tidak memiliki pemahaman yang mendalam terhadap standar atau ukuran nilai dalam Islam.
Furqan Sebagai Alat Ukur Kehidupan
Furqan berfungsi sebagai alat ukur untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Al-Quran sebagai sumber utama Furqan adalah acuan bagi setiap Muslim untuk menilai berbagai aspek kehidupan. Mereka yang memahami Al-Quran mampu melihat mana yang sesuai dan mana yang bertentangan dengan ajarannya.
Tanpa memahami Al-Quran, seseorang tidak akan mampu membedakan antara sesuatu yang sesuai dengan petunjuk ilahi dan yang tidak. Maka dari itu, Al-Quran dalam statusnya sebagai Furqan menjadi penuntun yang membantu seorang Muslim dalam menentukan sikap dan pilihan hidup. Ketika Al-Quran dihayati sebagai jalan hidup, manusia akan menjadi pribadi yang unggul dan mampu membedakan antara berbagai hal, terutama antara yang hak dan yang batil.
Peran Taqwa dalam Mewujudkan Furqan
Dalam Surah Al-Anfal (8:29), Allah menyatakan bahwa Dia akan menjadikan Furqan bagi mereka yang bertakwa. Ketakwaan di sini berarti kewaspadaan dan kehati-hatian dalam menjalani hidup dan membuat pilihan. Orang yang memiliki Furqan mampu melihat perbedaan yang mendasar dalam berbagai persoalan dan mampu mengenali mana yang sesuai dengan Al-Quran dan mana yang tidak. Misalnya, diskusi antara “Asraa” dan “Isra’” menjadi contoh bagaimana Furqan dapat membedakan mana yang logis dan sesuai dengan Al-Quran serta mana yang tidak.
Kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil sangat penting, sebab esensi dari ketakwaan adalah kewaspadaan dalam menentukan pilihan. Jika seseorang tidak memiliki Furqan yang kuat, ia bisa saja tersesat atau terjerumus karena kekeliruan berpikir dan lemahnya kewaspadaan.
Cara Menguatkan Furqan dalam Diri
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan menguatkan Furqan dalam diri seseorang:
- Memperdalam Ilmu Pengetahuan Berbasis Al-Quran: Dengan menjadikan Al-Quran sebagai alat ukur, seseorang akan memiliki kemampuan deteksi terhadap berbagai hal dalam kehidupan.
- Meningkatkan Keterampilan dalam Membandingkan Sudut Pandang: Hal ini berarti terus belajar memahami keragaman pandangan atau realitas umat dalam menghadapi suatu masalah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menilai dengan Furqan.
Dalam Surah Al-Baqarah (2:185), terdapat pernyataan yang berkaitan dengan program sosialisasi Al-Quran sebagai media peningkatan Furqan. Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan kewaspadaan umat dalam kehidupan. Program ini disebut “syahru ramadhan” yang bertujuan untuk memberantas sumber-sumber kejahatan dengan membumikan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Sosialisasi Al-Quran sebagai Sarana Peningkatan Taqwa
Program sosialisasi Al-Quran yang diselenggarakan dalam rangka syahru ramadhan disebut sebagai “ayyaman ma’dudat” (hari-hari yang diperhitungkan). Program ini dirancang untuk memperkuat kemampuan umat dalam menghadapi berbagai godaan dan mengendalikan diri melalui pemahaman Al-Quran sebagai petunjuk hidup. Dalam program ini, Al-Quran dijadikan panduan agar manusia memahami nilai-nilai yang benar.
Sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Baqarah (2:183), hasil akhir dari sosialisasi ini adalah meningkatnya ketakwaan, baik bagi peserta maupun panitia yang terlibat. Ayat ini berakhir dengan frasa “la’allakum tattaqun”, yang menunjukkan bahwa tujuan utama adalah menjadikan peserta dan penyelenggara sama-sama mengalami peningkatan ketakwaan.
Surah Al-Baqarah (2:187) menyatakan bahwa Allah menerangkan ayat-ayat-Nya untuk manusia “la’allahum yattaqun” (agar mereka bertakwa). Sosialisasi Al-Quran ini bertujuan agar setiap peserta dan penyelenggara mengalami peningkatan Furqan, sehingga mereka mampu membedakan antara yang hak dan batil. Al-Quran bukan hanya menjadi kitab petunjuk, tetapi juga menjadi sarana utama untuk memperkokoh ketakwaan.
Pada akhirnya, program ini bukan hanya menguntungkan peserta tetapi juga panitia yang menyelenggarakan, karena melalui interaksi dengan Al-Quran, mereka pun akan memperoleh manfaat dari sosialisasi tersebut. Program ini menjadi penting dalam membentuk pribadi yang bertakwa, sehingga ia mampu menjalani hidup dengan Furqan sebagai penuntun.(husni fahro)