Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Makna Kedekatan dan Kesetiaan kepada Allah dalam Al-Qur’an

545
×

Makna Kedekatan dan Kesetiaan kepada Allah dalam Al-Qur’an

Share this article

ppmindonesia.com, Jakarta– Ayat wasjudu waqtarib dalam Surah Al-‘Alaq (96:19) memiliki makna mendalam, yakni perintah untuk senantiasa bersujud dan mendekat kepada Allah. Ini adalah bentuk kasih sayang dan perlindungan Allah agar manusia terbebas dari segala bentuk belenggu kehidupan. Allah menginginkan hamba-Nya senantiasa mengutamakan-Nya dalam setiap tindakan, karena dengan demikian mereka akan selalu berada dalam penjagaan dan keberkahan-Nya.

Perintah ini dipertegas lagi dalam Surah Al-Hajj (22:77), di mana Allah memerintahkan untuk berbuat baik (waf’alul khaira). Seseorang yang terus mendekatkan diri dan setia kepada Allah akan dituntun untuk menjadi pribadi yang berjaya, yaitu mereka yang mampu menampilkan perbuatan baik yang sejati.

Bagi seorang yang bertakwa, perbuatan baik bukan sekadar “baik” karena dilihat atau dinilai orang, melainkan didasarkan pada kebenaran yang ditunjukkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

Dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl (16:30), diceritakan bahwa ketika orang-orang bertakwa ditanya tentang apa yang Allah turunkan kepada mereka, mereka menjawab dengan satu kata sederhana: “kebaikan” (khairan). Ini adalah jawaban yang mencerminkan pemahaman mendalam mereka akan kebaikan yang sejati, yang berasal dari ajaran dan tuntunan Allah.

Sebaliknya, dalam ayat berikutnya, Surah An-Nahl (16:24), ketika pertanyaan yang sama diajukan kepada orang yang tidak beriman, mereka menjawab bahwa itu hanyalah “dongeng orang terdahulu” (asathirul awwalin). Jawaban ini menunjukkan penolakan mereka terhadap ajaran Allah dan ketidakmampuan mereka melihat kebaikan dalam ajaran tersebut.

Untuk memahami lebih jauh, perbedaan sikap ini perlu dikaji dalam rangkaian ayat dari Surah An-Nahl (16:24-33), di mana Allah menunjukkan bagaimana perbedaan pandangan terhadap “kebaikan” sangat terkait dengan tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang.

Standar Kebaikan dalam Al-Qur’an

Persoalan kebaikan semakin mendalam jika dilihat dari perspektif Surah An-Nisa (4:114). Ayat ini menegaskan bahwa dari semua “kebaikan” yang dirancang oleh manusia, hanya ada tiga jenis yang benar-benar diakui oleh Allah sebagai kebaikan sejati:

  1. Amara bi shodaqotin – perintah untuk bersedekah,
  2. Amara bi ma’rufin – perintah untuk berbuat baik yang dikenal oleh syariat,
  3. Amara bi ishlahin bainan naas – perintah untuk melakukan rekonsiliasi atau perbaikan antar manusia.

Ketiga tindakan ini merupakan pilihan terbaik dalam “kebaikan,” karena mereka selaras dengan kehendak Allah dan membawa manfaat yang luas bagi umat manusia.

Lebih lanjut, konsep ini telah dibahas dalam konteks Surah Al-Baqarah (2:276), di mana Allah berjanji untuk “meribakan” atau melipatgandakan pahala sedekah (Yurbis shodaqaat).

Ini menunjukkan bahwa sedekah yang dilakukan dengan niat yang tulus dan sesuai dengan petunjuk Allah tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga pertumbuhan spiritual dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian, bagi seorang yang bertakwa, perbuatan baik bukanlah sekadar apa yang dipandang baik oleh orang lain, melainkan harus sesuai dengan tuntunan dan bimbingan Allah dalam Al-Qur’an. Perbuatan baik harus mencerminkan kebaikan yang hakiki, yaitu kebaikan yang dibimbing oleh Allah untuk mewujudkan rahmat bagi alam semesta.(husni fahro

Example 120x600