Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Said Didu, Advokasi Rakyat, dan Perlawanan terhadap Kedzaliman Proyek PIK 2

299
×

Said Didu, Advokasi Rakyat, dan Perlawanan terhadap Kedzaliman Proyek PIK 2

Share this article
Ilustrasi rakyat Teluknaga Tamgerang Banten menuntut keadilan atas Proyek Pantai Indah Kapuk 2 (ppm.doc)

Oleh : Ainur Rofiq, Senior Aktifis PPM dan Tokoh Pergerakan Pemberdayaan Masyarakat Pusat Peranserta Masyarakat

ppmindonesia.com, Bojonegoro-Kasus perjuangan Muhammad Said Didu untuk membela hak rakyat Teluknaga yang tanahnya terancam “dirampok” demi Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) semakin menjadi sorotan. Proyek yang dimotori oleh Aguan dan dimasukkan ke dalam daftar PSN oleh pemerintahan Jokowi ini, kini berujung pada kriminalisasi Said Didu oleh Kepala Desa Belimbing, Maskota HJS, dari Kecamatan Kosambi, Tangerang.

Ironisnya, Kades Maskota HJS yang melaporkan Said Didu justru diduga memiliki masalah dalam penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD). Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini bentuk kriminalisasi yang sengaja didesain untuk melemahkan perjuangan rakyat?

Rakyat Diadu dengan Rakyat

Manuver Aguan dan pihak terkait PIK 2 untuk “menggunakan” Kades Belimbing dan organisasi APDESI sebagai alat untuk menyerang Said Didu adalah strategi yang tak asing dalam konflik agraria: mengadu rakyat dengan rakyat. Hal ini tidak hanya melemahkan solidaritas masyarakat, tetapi juga menciptakan citra buruk bagi perjuangan rakyat yang sah.

Namun, langkah ini justru menjadi bumerang. Dukungan kepada Said Didu semakin menguat. Para aktivis, masyarakat sipil, dan tokoh-tokoh pro-demokrasi kini bersatu dalam barisan perlawanan melawan apa yang mereka sebut sebagai “kedzaliman di halaman depan Ibu Kota Negara, Jakarta.”

Perlawanan yang Semakin Solid

Gerakan solidaritas ini dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Jenderal (Purn) Soenarko, mantan Danjen Kopassus, dan Rafli Harun, bersama rakyat biasa, emak-emak, hingga aktivis pro-demokrasi lainnya. Mereka menyatakan komitmen untuk melanjutkan perjuangan Said Didu meskipun ia menghadapi tekanan hukum.

Bagi mereka, perjuangan ini bukan sekadar membela hak rakyat Teluknaga, tetapi juga melawan arus besar yang mereka anggap mengancam kedaulatan bangsa. Isu ini menyentuh masalah yang lebih luas, termasuk kekhawatiran akan penguasaan tanah dan sumber daya oleh kelompok tertentu yang berpotensi merugikan masa depan Indonesia.

Menggugah Kesadaran Bangsa

Kasus ini juga menjadi alarm bagi mereka yang masih menjaga akal sehat di tengah hiruk-pikuk politik dan ekonomi nasional. “Perjuangan kali ini lebih berat dari perjuangan mengusir penjajah,” kata Bung Karno, mantan Presiden RI dan proklamator. Kutipan ini relevan untuk menggambarkan perjuangan melawan apa yang disebut sebagai musuh dari dalam bangsa sendiri.

Melawan korporasi besar dan pemerintah yang condong berpihak pada pemodal raksasa adalah tantangan yang memerlukan solidaritas dan keberanian luar biasa. Aktivis yang bergabung dalam perjuangan ini menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi ideologi komunis atau pengkhianatan terhadap Pancasila dalam perjuangan mereka.

Membangun Perlawanan Semesta

Perlawanan ini bukan hanya tentang Said Didu atau Teluknaga; ini adalah seruan untuk membangun perlawanan semesta melawan kekuasaan yang dianggap zalim. Jika rakyat terus diam, mereka memperingatkan, Indonesia dapat kehilangan kedaulatannya secara perlahan, baik oleh kekuatan asing maupun oleh kekuatan oligarki dalam negeri.

Perjuangan ini adalah panggilan untuk semua pihak yang masih peduli pada masa depan bangsa. Rakyat harus bangkit melawan ketidakadilan, dan seperti yang diungkapkan oleh Bung Karno, “Sejarah tidak pernah memaafkan mereka yang menyerah di tengah jalan.”

Semoga perjuangan ini dapat membuka mata dan menggugah hati kita semua untuk bersatu melawan kedzaliman. Perjuangan ini mungkin panjang dan berat, tetapi dengan solidaritas rakyat, perubahan yang lebih adil dan bermartabat dapat diraih. (ainur rofiq)

Example 120x600