Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Mengelola Riba dan Shodaqah dalam Perspektif Al-Qur’an: Tafsir QS 2:276

305
×

Mengelola Riba dan Shodaqah dalam Perspektif Al-Qur’an: Tafsir QS 2:276

Share this article

Dalam QS 2:276, Allah berfirman:
“Allah menghancurkan riba dan menyuburkan (memberkahi) shodaqah.” (yamhaqullāhur ribā wa yurbiṣ ṣadaqāt).

ppmindonesia.com, Jakarta Ayat ini menjadi pijakan penting dalam memahami hubungan antara riba dan shodaqah, serta relevansinya dalam tata kelola ekonomi dan sosial umat beragama. Pemahaman umum tentang riba sering kali terbatas pada pengertian bunga uang yang diharamkan, tetapi Al-Qur’an memberikan perspektif yang lebih luas dan mendalam.

Riba yang Dilarang dan Riba yang Dibolehkan

Al-Qur’an tidak serta-merta menyatakan semua bentuk riba sebagai haram. Sebagai contoh, QS 3:130 memperingatkan umat untuk tidak mempraktikkan riba yang melipatgandakan (adh’āfan muḍā’afah), yaitu riba yang merugikan dan melemahkan perkembangan ekonomi selanjutnya. Selain itu, QS 30:39 menegaskan bahwa riba yang hanya berorientasi pada memperkaya harta tanpa keberkahan di sisi Allah (liyarbū fī amwālin nās falā yarbū ‘indallāh) tidak memiliki nilai spiritual dan sosial yang hakiki.

Dari perspektif bahasa, kata yurbi berasal dari akar kata rabā yang berarti tumbuh atau berkembang. Dalam bentuk majhul (pasif), yurbi bermakna “ditumbuhkan” atau “dikembangkan.” Maka, dalam konteks QS 2:276, Allah mengarahkan manusia untuk menciptakan sistem pertumbuhan nilai yang sehat, seperti melalui shodaqah yang membawa keberkahan dan manfaat.

Perintah Meribakan Shodaqah

Allah memerintahkan agar shodaqah ditumbuhkan dan dikembangkan (yurbiṣ ṣadaqāt). Ini tidak hanya disebutkan dalam QS 2:276, tetapi juga diperkuat dalam QS 9:60 dan QS 9:103. Dalam QS 9:60, shodaqah disebut sebagai farīḍatan minallāh (sesuatu yang diwajibkan oleh Allah), yang memiliki delapan jalur distribusi untuk pemberdayaan masyarakat. Jalur-jalur ini sering kali dianggap sama dengan mustahiq zakat, tetapi sebenarnya berbicara tentang shodaqah sebagai sistem pemberdayaan yang lebih luas.

Lebih jauh, QS 9:103 menjelaskan bahwa shodaqah diambil dari harta manusia untuk membersihkan (tuṭahhiruhum) dan mencerdaskan (tuzakkīhim) mereka. Ayat ini menegaskan bahwa shodaqah bukan hanya bentuk amal, tetapi juga strategi untuk meningkatkan kualitas hidup dan kedamaian, bahkan melalui pelaksanaan sholat yang menjadi sumber ketenangan umat manusia.

Shodaqah sebagai Instrumen Sosial

QS 4:114 menyatakan:
“Tidak ada kebaikan dalam banyak pembicaraan mereka, kecuali orang yang menyuruh (melakukan) shodaqah, atau sesuatu yang ma’ruf, atau mendamaikan manusia.”

Ayat ini menggarisbawahi bahwa shodaqah adalah salah satu fondasi untuk membangun masyarakat yang bermartabat. Shodaqah tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga sebagai pilar dalam menciptakan keharmonisan sosial dan kemajuan peradaban manusia.

Shodaqah dan Zakat: Dua Konsep yang Berbeda

Dalam kajian Al-Qur’an, penting untuk membedakan antara shodaqah dan zakat. QS 9:60 berbicara tentang shodaqah yang memiliki delapan jalur pemberdayaan, sementara zakat adalah bagian dari shodaqah itu sendiri. Shodaqah mencakup pengelolaan harta secara luas untuk mewujudkan kesejahteraan umat, sehingga tidak dapat direduksi hanya menjadi zakat.

Kesimpulan

Melalui pemahaman ayat-ayat seperti QS 2:276, QS 9:60, QS 9:103, dan QS 4:114, kita diajak untuk merenungkan pentingnya shodaqah sebagai instrumen pertumbuhan nilai dan pemberdayaan masyarakat. Allah tidak hanya melarang riba yang merugikan, tetapi juga memberikan solusi berupa pengelolaan shodaqah yang berorientasi pada keberkahan dan kemaslahatan umat. Dengan demikian, shodaqah menjadi fondasi bagi terciptanya peradaban manusia yang bermartabat (khuluq ‘aẓīm).(husni fahro)

Example 120x600