ppmindonesia.com, Jakarta-Islam melalui Al-Qur’an menegaskan pentingnya hubungan antara kecerdasan, spiritualitas, dan pemberdayaan umat. Konsep-konsep seperti shodaqah dan zakat sering kali diinterpretasikan secara sempit oleh sebagian masyarakat, yang berakibat pada pengabaian makna mendalam dan strategisnya dalam membangun peradaban.
Makna Shodaqah dan Zakat
Dalam Al-Qur’an, zakat sering dirangkaikan dengan shalat, seperti dalam perintah “Aqimus shalah wa aatuz zakah”. Hal ini mengisyaratkan bahwa menegakkan shalat harus dibarengi dengan mendatangkan kecerdasan, sebagaimana shalat sejati adalah yang mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. 29:45). Lebih jauh, zakat tidak sekadar membersihkan, tetapi juga mensucikan, sebagaimana terlihat dalam QS. 9:103, yang membedakan istilah tuthahhiruhum (membersihkan) dengan tuzakkihim (mensucikan).
Shodaqah sebagai anggaran strategis memiliki kedudukan yang jauh melampaui zakat dalam arti konvensional. Shodaqah dirancang untuk mencerdaskan dan memajukan umat, sebagaimana ditegaskan dalam QS. 2:276 bahwa Allah “meribakan shodaqah.” Dalam QS. 4:114, shodaqah dikaitkan dengan dorongan untuk amal kebajikan yang menghasilkan manfaat nyata bagi kehidupan umat manusia.
Pemahaman Tentang Ghanimah dan Khumus
Banyak umat beragama keliru memahami istilah ghanimah (QS. 8:41) sebagai “rampasan perang”. Padahal, secara logis dan etimologis, istilah ini merujuk pada segala hasil yang dikelola manusia. Alokasi 20% (khumus) dari hasil ini adalah sumber utama pendanaan bagi shodaqah, berbeda dari zakat yang sering kali hanya dibatasi pada 2.5%. Islam tidak membenarkan tindakan merampas yang merugikan pihak lain, sebagaimana ditegaskan dalam QS. 7:85, 11:85, dan 26:183 tentang larangan merugikan manusia dalam bentuk apa pun.
Sasaran Shodaqah Berdasarkan QS. 9:60
- 9:60 menyebutkan delapan kelompok yang menjadi sasaran distribusi shodaqah. Penafsiran yang mendalam terhadap istilah-istilah ini sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan strategi pemberdayaan umat:
- Al-Fuqara
Para fuqara adalah individu yang mengorbankan hidup mereka untuk sabilillah sehingga tidak memiliki waktu untuk memenuhi kebutuhan pribadi (QS. 2:273). Mereka adalah orang-orang unggul yang menjalankan penelitian dan inovasi untuk kemaslahatan umat. Dalam perspektif Al-Qur’an, fuqara meliputi kelompok seperti Ulil Albaab (pemikir), Ulil Abshar (perencana), Ulil Nuhaa (pengendali), hingga Ulil Amri (pemimpin pemerintahan). Kelompok ini adalah tulang punggung peradaban, berbeda dengan pengertian umum yang menganggap mereka sebagai individu miskin. - Al-Masaakiin
Kelompok ini bertugas menciptakan kedamaian melalui pengelolaan sarana dan prasarana kehidupan. Mereka memastikan tersedianya fasilitas dasar seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi. Shalat yang ditegakkan atas masyarakat (shalataka sakanun lahum, QS. 9:103) menjadi simbol penting kedamaian yang dijamin oleh al-masaakiin. - Amilin `Alaiha
Mereka adalah pengelola dana shodaqah yang bertugas dengan amanah besar. Tugas mereka melibatkan prinsip pemerataan (kailaa yakuna duulatan bainal aghniyaa minkum, QS. 59:7) dan solidaritas (yakhafunahum kakhifatikum anfusakum, QS. 30:28). - Muallafati Qulubuhum
Orang-orang yang sedang dalam pembinaan keilmuan, baik di tingkat dasar hingga perguruan tinggi, termasuk dalam kelompok ini. Islam memandang pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan umat secara gratis dan tanpa diskriminasi. - Ar-Riqab
Ar-riqab mengacu pada individu yang menjalankan tugas diplomasi untuk membangun hubungan baik antar kelompok, bangsa, atau negara. Penafsiran sempit yang menyebut riqab sebagai “kerabat dekat” sangat keliru dan tidak sesuai dengan tugas mereka dalam mewujudkan harmoni global. - Al-Gharimin
Mayoritas memahami al-gharimin sebagai “orang berhutang”. Namun, QS. 4:100 menjelaskan bahwa mereka adalah individu yang berhijrah di jalan Allah dan memerlukan dukungan untuk kehidupan layak. Tugas mereka sangat strategis dalam penyelamatan dan pemberdayaan umat. - Fisabilillah
Kelompok ini mencakup mujahid yang berjuang menegakkan konstitusi agama Allah. Anggaran untuk mereka bersifat dinamis, tergantung pada tantangan yang dihadapi. - Ibnu Sabil
Kelompok terakhir adalah mereka yang berada di perjalanan untuk menjalankan sabilillah, yang mencakup tugas dakwah, riset, atau aktivitas lainnya yang mendukung keberlanjutan misi Islam.
Shodaqah sebagai faridhah minallah (QS. 9:103) adalah instrumen strategis untuk menciptakan peradaban yang berlandaskan keadilan, kecerdasan, dan kedamaian. Melalui pengelolaan yang amanah dan tepat sasaran, Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah tetapi juga membangun fondasi kuat untuk kesejahteraan masyarakat global.(husni fahro)