ppmindonesia.com, Jakarta– Indonesia sebagai negara dengan lahan yang luas dan sumber daya alam yang melimpah, ironisnya masih harus bergantung pada impor susu sapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ketergantungan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari upaya pemenuhan kebutuhan gizi nasional hingga permasalahan pada rantai distribusi susu lokal yang tidak optimal.
Pada 5 November 2024, Kementerian Pertanian mengumumkan rencana impor satu juta sapi perah selama lima tahun, mulai 2025 hingga 2029. Kebijakan ini diambil untuk mendukung target pemenuhan kebutuhan susu nasional serta program pemerintah terkait makanan bergizi gratis. Indonesia berencana mendatangkan sapi perah dari beberapa negara, termasuk Australia, Brasil, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Meksiko.
Namun, di sisi lain, kondisi peternak sapi perah lokal sangat memprihatinkan. Di Boyolali, Jawa Tengah, misalnya, peternak terpaksa membuang susu hasil produksi mereka karena pembatasan kuota oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KSPM) Seruni, Sugianto, menyebutkan bahwa kebijakan ini telah merugikan peternak hingga ratusan juta rupiah. Alasan di balik pembatasan ini diduga terkait dengan kebijakan impor susu dan sapi perah yang justru memperburuk situasi peternak lokal.
Paradoks Kebijakan Susu Nasional
Pemerintah telah mengundang investor luar negeri seperti Vietnam (TH Group) dan Greenfields Indonesia untuk membangun peternakan sapi perah skala besar di Indonesia. Greenfields, misalnya, telah mendirikan peternakan di Blitar yang mampu menampung lebih dari 10.000 ekor sapi perah dengan klaim akan meningkatkan kapasitas produksi susu nasional. Namun, sapi perah yang digunakan berasal dari perusahaan tersebut, bukan dari peternak lokal.
Meski Greenfields berkomitmen membantu meningkatkan kesejahteraan peternak sekitar melalui kemitraan, fakta bahwa susu yang dihasilkan berasal dari sapi perusahaan sendiri menimbulkan ironi. Hal ini berpotensi semakin memarginalkan peternak lokal yang selama ini kesulitan menjual hasil produksi mereka.
Mengapa Tidak Menguatkan Koperasi Lokal?
Daripada menyerahkan sektor peternakan kepada investor asing, mengapa pemerintah tidak membangun pabrik susu dan peternakan berbasis koperasi gabungan peternak sapi perah lokal? Langkah ini akan:
- Meningkatkan Kesejahteraan Peternak Lokal
- Dengan sistem koperasi, peternak dapat langsung berpartisipasi dalam pengelolaan produksi dan mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar.
- Mengoptimalkan Potensi Susu Lokal
- Susu lokal yang dihasilkan oleh koperasi dapat dikelola dengan teknologi modern untuk memenuhi standar industri.
- Menciptakan Tata Kelola yang Berkeadilan
- Pemerintah dapat memfasilitasi sinergi antara koperasi, pengolah susu, dan pasar untuk menciptakan ekosistem tata niaga susu yang saling menguntungkan.
Masalah pada Pembinaan dan Regulasi
Saat ini, produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 20% kebutuhan industri, sekitar 750 ribu ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 530 ribu ton dipasok oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang melibatkan 44.000 peternak. Namun, pertumbuhan produksi susu lokal hanya 0,9% per tahun, jauh tertinggal dibandingkan dengan pertumbuhan kebutuhan industri sebesar 5%.
Jika pemerintah mengklaim telah melakukan pembinaan, mengapa kesenjangan antara produksi dan kebutuhan masih begitu besar? Pola pembinaan yang selama ini dilakukan perlu dievaluasi, termasuk dalam hal:
- Peningkatan Kapasitas Peternak: Pelatihan intensif tentang pemeliharaan sapi perah dan pengolahan susu.
- Penguatan Infrastruktur: Penyediaan fasilitas pemerahan dan penyimpanan susu yang memenuhi standar industri.
- Akses Pembiayaan: Memberikan akses mudah kepada peternak untuk memperoleh modal usaha.
Rekomendasi Solusi
- Transformasi Tata Kelola Susu Nasional
- Pemerintah harus menciptakan kebijakan yang berpihak pada peternak lokal, termasuk pembangunan pabrik susu nasional berbasis koperasi.
- Penguatan Koperasi Susu Lokal
- Koperasi harus menjadi sentra pengolahan susu dengan dukungan teknologi modern dan bantuan pemerintah.
- Sinergi dari Hulu ke Hilir
- Tata niaga susu perlu diatur agar semua pihak, mulai dari peternak hingga industri pengolahan, dapat bersinergi tanpa saling merugikan.
- Pengendalian Impor
- Kebijakan impor sebaiknya hanya dilakukan untuk memenuhi kekurangan jangka pendek sambil mendorong swasembada susu dalam jangka panjang.
Jika pemerintah ingin memenuhi kebutuhan susu nasional tanpa mengorbankan peternak lokal, pendekatan yang holistik dan berpihak pada peternak harus menjadi prioritas. Membangun industri susu berbasis koperasi dengan pengelolaan profesional bukan hanya solusi berkelanjutan, tetapi juga langkah strategis untuk memberdayakan peternak lokal sekaligus mengurangi ketergantungan impor.(asyary)