ppmindonesia.com, Jakarta-Perusahaan yang menaungi jaringan restoran waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) Indonesia, PT Fast Food Indonesia Tbk (kode saham: FAST), tengah menghadapi ujian berat. Hingga kuartal III tahun 2024, perusahaan mencatat kerugian sebesar Rp557,08 miliar, meningkat tajam hingga 266,59 persen secara year-on-year (YoY) dibandingkan kerugian Rp152,41 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi ini memaksa FAST mengambil langkah efisiensi, termasuk menutup puluhan gerai dan merumahkan ribuan karyawan. Berdasarkan laporan keuangan kuartal III yang dirilis pada Jumat, 11 Agustus 2024, hingga 30 September 2024, perusahaan telah menutup 47 gerai, menyisakan 715 gerai dari total 762 gerai yang beroperasi pada akhir tahun 2023. Selain itu, jumlah karyawan grup usaha ini turun drastis dari 15.989 orang pada Desember 2023 menjadi 13.715 orang, yang berarti ada pengurangan hingga 2.274 karyawan.
Faktor Penyebab Kerugian
Manajemen FAST menyebut dua alasan utama di balik kerugian besar ini. Pertama, pemulihan usaha pasca-pandemi COVID-19 yang belum mencapai tingkat optimal. Kedua, situasi pasar yang kian memburuk akibat dampak krisis Timur Tengah, yang memicu aksi boikot masyarakat terhadap produk-produk yang dianggap mendukung kepentingan Israel, termasuk KFC.
Namun, boikot bukanlah satu-satunya faktor. Ada dua alasan lain yang turut memperparah situasi bisnis KFC dan McDonald’s di Indonesia:
1.Kesadaran Gaya Hidup Sehat
Kelompok masyarakat menengah ke atas, yang dahulu menjadi target utama KFC dan McDonald’s, kini mulai mengubah pola konsumsi mereka. Dengan semakin berkembangnya kesadaran tentang pentingnya gaya hidup sehat, mereka mulai meninggalkan junk food, seperti ayam goreng dan soft drink, yang tinggi kalori dan dapat meningkatkan risiko penyakit seperti asam urat. Sebaliknya, mereka beralih pada makanan alami dan nonolahan yang dianggap lebih baik bagi kesehatan.
2.Persaingan dengan Ayam Goreng UMKM
Pandemi COVID-19 juga memunculkan gelombang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor kuliner. Beragam lapak ayam goreng lokal bermunculan di berbagai daerah dengan harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan KFC atau McDonald’s. Produk ayam goreng UMKM ini tidak hanya menawarkan rasa yang mirip, tetapi juga menghadirkan kenyamanan lebih bagi masyarakat karena mudah ditemukan di tepi jalan hingga pelosok desa.
Masa Depan KFC Indonesia
Di tengah terpaan badai, KFC Indonesia menghadapi tantangan berat untuk bangkit. Jika situasi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin lebih banyak gerai yang akan ditutup di masa mendatang. Meskipun demikian, langkah-langkah strategis untuk menyesuaikan diri dengan preferensi konsumen serta memperbaiki efisiensi operasional dapat menjadi kunci untuk mempertahankan eksistensi mereka di Indonesia.
Kasus yang dialami KFC dan McDonald’s ini memberikan pelajaran penting bagi perusahaan besar untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan pasar. Konsumen tidak hanya mencari rasa dan merek, tetapi juga harga yang kompetitif, kemudahan akses, dan, yang terpenting, nilai kesehatan dari produk yang mereka konsumsi. (asyary)