Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Refleksi Keimanan: Mengikuti Hukum Allah dan Menolak Thaghut

22
×

Refleksi Keimanan: Mengikuti Hukum Allah dan Menolak Thaghut

Share this article
Example 468x60

ppmindonesia.com, Jakarta– Dalam perjalanan memahami keimanan sejati, Allah memberikan berbagai ayat yang menggugah kesadaran manusia tentang pentingnya mengikuti hukum-Nya. Salah satu pertanyaan kritis yang Allah sampaikan terdapat dalam Qur’an 4:60,

“Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu dan kitab yang diturunkan sebelum engkau? Namun, mereka tetap ingin berhukum kepada thaghut (hukum selain Allah), padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarinya. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya.”

Ayat ini memberikan peringatan kepada orang-orang yang mengaku beriman, tetapi justru lebih memilih berhukum dengan hukum thaghut. Padahal, Allah telah dengan jelas melarang umat-Nya untuk berhukum selain kepada hukum-Nya. Mereka yang tidak konsisten ini mempertontonkan kelemahan iman dan penyimpangan amal yang berlawanan dengan pengakuan keimanan mereka.

Apakah Mereka Mencari Hukum Jahiliah?
Pertanyaan ini semakin relevan ketika kita renungkan firman Allah dalam Qur’an 5:50:
“Apakah mereka mencari hukum jahiliah? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?”

Ayat ini menegaskan bahwa hanya hukum Allah yang mengandung keadilan sempurna. Hukum buatan manusia, apalagi yang bersumber dari kebodohan (jahiliah), tidak sebanding dengan hukum yang diturunkan oleh Sang Maha Adil. Allah adalah Ahkamil Haakimin – hakim yang paling adil dan paling menguasai segala urusan hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Qur’an 95:8:
“Bukankah Allah adalah Hakim yang paling adil?”

Membangun Keimanan yang Kuat
Jika kita merenungkan pertanyaan dalam Qur’an 95:8, sebagai hamba Allah yang terus-menerus memperbarui janji setia untuk hanya mengabdi kepada-Nya, tentu sangat tidak logis jika tidak menjawab pertanyaan tersebut dengan penuh keyakinan dan kesetiaan. Menjawab “setuju” atas pertanyaan itu membuka pintu masuk bagi siapa saja yang ingin memenuhi syarat menjadi orang beriman sejati.

Keimanan sejati adalah fondasi yang membangun benteng pertahanan dalam diri seorang hamba untuk menghindari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran, dan penyimpangan lainnya. Allah menggariskan indikator ini dalam Qur’an 4:65, yang menegaskan bahwa seseorang tidak dianggap beriman sebelum mereka benar-benar menerima hukum Allah dengan penuh kerelaan. Juga dalam Qur’an 49:7, Allah menyatakan bahwa iman yang masuk ke dalam hati membuat seseorang membenci segala bentuk kefasikan, kekafiran, dan kejahatan.

Menolak Hukum Thaghut: Jalan Menuju Pegangan yang Kokoh
Menolak berhukum dengan hukum thaghut bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi juga sebuah indikator keimanan yang kuat. Dalam Qur’an 2:256, Allah menyatakan:
“Barang siapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”

Ayat ini memberikan gambaran bahwa menolak thaghut adalah langkah awal menuju keimanan yang kokoh. Ketika seseorang menerima bahwa Allah adalah Ahkamil Haakimin – hakim yang paling adil – maka ia akan memiliki keberanian untuk menolak segala bentuk hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Ia akan waspada terhadap peringatan dalam Qur’an 4:60, serta menghindari sifat orang yang mencari hukum jahiliah sebagaimana diperingatkan dalam Qur’an 5:50-51.

Dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya hakim yang paling adil dan penguasa tertinggi atas hukum, seorang hamba membangun pondasi iman yang kuat. Keimanan sejati tercermin dari penolakan terhadap hukum selain hukum Allah dan keyakinan penuh bahwa hukum Allah adalah yang paling adil. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beriman sejati, menjadikan Allah sebagai satu-satunya hakim, dan terus berpegang teguh pada tali keimanan yang tidak akan pernah putus.(husni fahro)

Example 120x600