ppmindonesia.com, Jakarta– Manusia berpeluang memperoleh hikmah melalui ajaran para rasul yang diutus oleh Allah SWT. Para rasul ini memiliki tugas mulia, yaitu mengajarkan kitab dan hikmah kepada umat manusia, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah (2):151 dan QS. Al-Jumu’ah (62):2. Secara khusus, QS. Al-Isra’ (17):39 menegaskan bahwa hikmah yang diajarkan para rasul tersebut merupakan wahyu dari Allah. Namun, untuk memahami konteks dari QS. Al-Isra’ (17):39, perlu ditinjau rangkaian ayat sebelumnya, yakni dari ayat 17:23 hingga 17:39. Dalam rangkaian ayat ini, dijelaskan secara rinci apa saja yang termasuk dalam hikmah itu sendiri.
Pentingnya Mempelajari Kitab sebagai Jalan Menjadi Robbaniyyin
Dalam QS. Ali Imran (3):79, Allah SWT memberikan pedoman bagaimana manusia dapat menjadi robbanin atau orang yang berketuhanan. Ayat ini menegaskan bahwa kunci keberhasilan menjadi robbanin adalah dengan mempelajari kitab dan mengajarkannya. Di bagian akhir ayat ini, Allah menyampaikan:
“Kunu robbaniyyina bima kuntum tu’allimunal kitab wa bima kuntum tadrusun” (Jadilah kamu orang-orang yang berketuhanan karena kamu mengajarkan kitab dan mempelajarinya).
Namun, pada bagian awal ayat yang sama, terdapat peringatan penting agar manusia tidak mempertuhankan individu yang diberikan kitab, kenabian, atau hikmah. Para rasul atau orang-orang yang diberi hikmah justru dilarang menyerukan penghambaan kepada mereka, sebagaimana firman Allah:
“Kunu ‘ibadan lii min dunillah” (Janganlah kamu menyembahku selain kepada Allah).
Ini menjadi pengingat bahwa meskipun para rasul dan ulama memiliki peran penting dalam mengajarkan kitab dan hikmah, penghambaan manusia harus tetap tertuju hanya kepada Allah semata.
Tantangan dan Keutamaan Mempelajari Kitab Al-Qur’an
Mempelajari kitab, khususnya Al-Qur’an, memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk manusia menjadi robbanin yang bertakwa dan berketuhanan. Akan tetapi, proses belajar ini tidak selalu mudah karena keberhasilannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1.Kitab yang dijadikan rujukan: Al-Qur’an adalah kitab yang paling tepat untuk dijadikan pedoman. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Qamar (54):17:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah memudahkan Al-Qur’an sebagai bahan pelajaran, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk merasa kesulitan dalam mempelajarinya.
2.Kesungguhan dalam belajar: Keberhasilan memahami Al-Qur’an sangat bergantung pada usaha, ketekunan, dan kesungguhan dalam mempelajari isinya. Dalam QS. Al-Baqarah (2):2, Al-Qur’an ditegaskan sebagai:
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
Dengan mempelajari Al-Qur’an, manusia akan mendapatkan petunjuk hidup yang benar dan terbebas dari kezaliman.
3.Tujuan akhir mempelajari Al-Qur’an: Al-Qur’an bukan hanya sekadar kitab pelajaran, tetapi juga kitab yang membimbing manusia menuju ketakwaan. Ketakwaan inilah yang menjadi ukuran kemuliaan di sisi Allah, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat (49):13:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (Inna akromakum ‘indallahi atqakum).
Dengan demikian, mempelajari Al-Qur’an bukan hanya sekadar upaya memahami teks suci, tetapi juga merupakan jalan menuju hikmah, ketakwaan, dan kemuliaan di sisi Allah. Al-Qur’an sebagai kitab yang telah Allah mudahkan memberikan solusi dan petunjuk bagi setiap persoalan hidup manusia. Oleh karena itu, kesungguhan dalam mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an adalah kunci utama untuk menjadi manusia yang robbanin dan bertakwa, serta mencapai kemuliaan yang dijanjikan oleh Allah SWT.(husni fahro)