Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Penegakan Hukum Lemah? Pagar Laut Ilegal Tetap Berdiri Kokoh

15
×

Penegakan Hukum Lemah? Pagar Laut Ilegal Tetap Berdiri Kokoh

Share this article
Pagar Misterius di Laut Tangerang (Dok. KKP)

ppmindonesia.com, Jakarta – Kemunculan pagar bambu raksasa sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, memunculkan pertanyaan besar tentang lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Struktur pagar yang menghalangi akses masyarakat pesisir ini dinilai ilegal karena tidak disertai izin dan mengabaikan aturan tata ruang laut. Ironisnya, meski sudah disorot oleh berbagai pihak, hingga kini pagar tersebut tetap berdiri kokoh tanpa ada tindakan nyata untuk menghentikan atau membongkarnya.

Pagar Misterius yang Mengundang Polemik

Pagar laut yang ditemukan pada 14 Agustus 2024 ini awalnya memiliki panjang tujuh kilometer. Namun, hanya dalam waktu dua bulan, panjangnya membengkak menjadi 30,16 kilometer, melintasi enam kecamatan dan 16 desa. Dengan tinggi mencapai enam meter, pagar bambu tersebut didirikan di zona laut yang meliputi area perikanan tangkap, pelabuhan, pariwisata, budidaya, hingga rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

Namun, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga aparat keamanan tidak mengetahui siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunannya. Bahkan, pihak kecamatan dan kelurahan setempat pun mengaku tidak tahu-menahu. Situasi ini memunculkan tanda tanya besar tentang pengawasan dan otoritas yang seharusnya bertanggung jawab menjaga tata ruang wilayah pesisir.

Nelayan Jadi Korban Utama

Pagar ini berdampak langsung pada 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya di wilayah pesisir Tangerang. Mereka kini kesulitan mengakses laut untuk mencari nafkah akibat pagar yang menghalangi jalur perahu. Hal ini tidak hanya menurunkan produktivitas mereka, tetapi juga mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir yang selama ini bergantung pada sumber daya laut.

Selain itu, keberadaan pagar ini mencederai hak masyarakat pesisir atas ruang laut yang secara hukum adalah milik bersama. Muncul kekhawatiran bahwa pembangunan ini dilakukan atas dasar kepentingan tertentu yang mengabaikan kesejahteraan rakyat kecil.

Investigasi yang Mandek dan Dugaan Reklamasi

Meski DKP Banten telah melakukan investigasi sebanyak empat kali dan melibatkan berbagai pihak, termasuk TNI AL, Polairud, dan Satpol PP, hasilnya masih nihil. Pemerintah daerah dan pusat hanya mampu mengeluarkan imbauan untuk menghentikan pembangunan tanpa ada tindakan tegas untuk membongkar pagar yang telah berdiri.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri mengakui bahwa pembangunan ini tidak memiliki izin resmi. Dugaan bahwa pagar ini terkait dengan proyek reklamasi atau pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 semakin menguat, mengingat lokasinya yang berdekatan. Namun, hingga kini, belum ada bukti konkret yang mengaitkan proyek tersebut dengan pagar laut ini.

Penegakan Hukum yang Dipertanyakan

Kasus ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum di sektor kelautan dan pesisir. Bagaimana mungkin struktur sepanjang 30 kilometer dapat dibangun tanpa terdeteksi oleh pemerintah? Apakah ini murni kelalaian, atau ada unsur pembiaran yang disengaja?

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki undang-undang yang jelas terkait tata ruang laut dan pembangunan di wilayah pesisir. Namun, kasus ini menunjukkan bahwa peraturan tersebut tidak dijalankan dengan tegas. Aparat penegak hukum seolah-olah kehilangan daya untuk menindak pelanggaran yang terang-terangan terjadi.

Mendesak: Tindakan Nyata dan Transparansi

Pemerintah pusat dan daerah harus segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan dan membongkar pagar laut ilegal ini. Selain itu, penting untuk mengusut tuntas siapa pihak di balik pembangunan ini, termasuk kemungkinan keterlibatan aktor besar yang memanfaatkan celah hukum.

Transparansi dalam investigasi juga menjadi hal yang mendesak. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan ini dan apa motif di baliknya. Jika tidak, kasus ini hanya akan menambah daftar panjang persoalan hukum yang tidak terselesaikan di Indonesia, sekaligus mempertegas persepsi publik bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Keberadaan pagar laut ilegal ini tidak hanya mencederai hak masyarakat pesisir, tetapi juga mencerminkan kelemahan sistem pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dan kepentingan masyarakat tidak dikorbankan oleh kepentingan pihak-pihak tertentu. Tanpa tindakan nyata, polemik ini hanya akan memperkuat ketidakpercayaan publik terhadap otoritas yang seharusnya melindungi mereka.(asyary)

Example 120x600