ppmindonesia.com. Jakarta – Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan dengan keberadaan pagar bambu misterius di perairan pesisir utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Struktur yang membentang sepanjang delapan kilometer ini terlihat terdiri dari ribuan batang bambu yang tertancap rapi, membentuk garis panjang menyerupai tanggul.
Lokasi pagar bambu tersebut berada di Kampung Paljaya, Jembatan Cinta, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, dan hingga kini, keberadaan serta tujuan pembangunannya masih menjadi misteri yang memicu berbagai spekulasi.
Menurut keterangan seorang nelayan setempat, Tayum, tanggul bambu ini sudah berdiri selama enam bulan terakhir. Ia menjelaskan bahwa tanah yang mengisi sela-sela pagar bambu berasal dari pengerukan dasar laut menggunakan tiga alat berat ekskavator yang bekerja siang dan malam.
Proses pengerukan dan pengurukan tersebut telah menciptakan struktur besar yang hingga kini tidak diketahui peruntukannya. Tayum sendiri mengaku tidak mengetahui siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan tersebut.
Fenomena ini mengingatkan pada kasus serupa di perairan Tangerang, di mana pagar laut sepanjang 30 kilometer juga menimbulkan polemik serupa. Di sana, hingga kini tidak ada kejelasan mengenai siapa yang membangun struktur tersebut atau untuk apa tujuannya.
Sejumlah tokoh publik turut memberikan perhatian pada kasus ini, seperti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan pengamat sosial Denny Siregar, yang mengkritik keras pembangunan tersebut.
Kini, misteri pagar bambu di perairan Bekasi kembali mengundang pertanyaan besar. Apakah struktur ini merupakan inisiatif kelompok nelayan lokal, atau ada keterlibatan pihak swasta? Jika dilakukan oleh nelayan, penggunaan alat berat seperti ekskavator dan pengerukan tanah laut dirasa tidak sesuai dengan kapasitas mereka.
Sebaliknya, jika proyek ini merupakan pekerjaan pihak swasta, ketiadaan papan informasi atau pemberitahuan resmi menimbulkan dugaan adanya pelanggaran prosedur.
Pemerintah daerah, provinsi, hingga pusat, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki proyek ini. Ketidakjelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab, tujuan pembangunan, serta dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar harus segera dijawab.
Hal ini penting agar keberadaan tanggul bambu tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi nelayan lokal maupun ekosistem perairan. Selain itu, langkah cepat dan transparan dari pemerintah juga dapat mencegah munculnya spekulasi liar di masyarakat, seperti yang terjadi pada kasus serupa di Tangerang.
Publik memerlukan kepastian dan jawaban yang jelas terkait pembangunan masif ini agar misteri pagar bambu di perairan Bekasi dapat terungkap dengan tuntas.(asyary)