ppmindonesia.com, Jakarta – Alif Purnomo, seorang peneliti muda di bidang pendidikan, menyampaikan pandangan kritis terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 yang mengatur revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi, khususnya terkait penyelenggaraan SMK.
Menurut Alif, meskipun Perpres ini memiliki tujuan baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan vokasi, terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki agar lulusan SMK benar-benar mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja dan industri. Salah satu fokus utamanya adalah pentingnya pelaksanaan asesmen awal yang sistematis untuk para calon siswa SMK.

Alif menilai bahwa salah satu penyebab utama ketidakterserapan lulusan SMK di dunia kerja adalah ketidaksesuaian antara bakat dan potensi siswa dengan jurusan atau program keahlian yang mereka pilih.
Untuk mengatasi masalah ini, ia merekomendasikan penerapan Multiple Intelligences Research (MIR), sebuah pendekatan berbasis teori kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh Howard Gardner. Pendekatan ini mengakui bahwa setiap individu memiliki beragam kecerdasan, seperti kecerdasan linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Melalui asesmen berbasis MIR, potensi unik setiap siswa dapat diidentifikasi sejak awal. Langkah ini tidak hanya membantu siswa memilih jurusan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, tetapi juga memastikan bahwa proses pembelajaran yang dijalani lebih relevan dan efektif. Dengan demikian, siswa akan memiliki kompetensi yang lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
Menurut Alif, asesmen awal ini juga dapat mengurangi tingkat ketidakpuasan siswa selama proses pembelajaran, yang sering kali menjadi penyebab rendahnya motivasi belajar dan kualitas lulusan. Dengan menghubungkan potensi individu dengan jurusan yang diambil, lulusan SMK akan lebih siap untuk bersaing di dunia industri atau memulai wirausaha mandiri.
Namun, Alif juga mengkritik Perpres 68/2022 yang dinilai belum sepenuhnya memberikan perhatian terhadap pentingnya pengembangan sumber daya manusia sebagai prioritas utama. Ia mencatat bahwa tujuan Perpres ini cenderung lebih menekankan pemenuhan kebutuhan pasar kerja dan pengembangan potensi lokal daripada mengutamakan pembentukan individu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
Sebagai tambahan, Alif menyoroti bahwa Perpres ini belum secara spesifik mengatur mekanisme asesmen bagi calon siswa. Padahal, asesmen semacam ini sangat diperlukan untuk menciptakan sinergi antara potensi individu dengan kebutuhan jurusan.
Ia juga menekankan bahwa pengembangan pendidikan SMK harus mengedepankan keseimbangan antara pendekatan utilitarianisme, yang berorientasi pada kebutuhan ekonomi, dan pendekatan humanisme, yang menempatkan pengembangan individu secara holistik.
Menurut Alif, dengan memprioritaskan pengembangan manusia melalui asesmen awal berbasis MIR, pendidikan SMK dapat bertransformasi menjadi ekosistem pendidikan yang tidak hanya menghasilkan lulusan yang kompeten, tetapi juga relevan dan adaptif terhadap tantangan industri yang dinamis. Langkah ini, jika diterapkan dengan baik, akan membantu mengurangi mismatch antara lulusan SMK dan kebutuhan pasar kerja, sekaligus mengubah paradigma pendidikan vokasi menjadi lebih manusiawi dan berkelanjutan.(asyary)