ppmindonesia.com, Jakarta – Persatuan umat manusia merupakan salah satu tujuan luhur yang diajarkan oleh Al-Qur’an. Namun, perjalanan menuju persatuan ini sering kali terhalang oleh berbagai bentuk perpecahan dan konflik, baik yang disebabkan oleh kepentingan individu maupun kelompok.
Al-Qur’an menekankan bahwa jalan menuju persatuan adalah dengan kembali pada fitrah manusia, yaitu sifat asli yang telah Allah tetapkan dalam diri setiap manusia sebagai makhluk yang tunduk kepada-Nya.
Fitrah Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an
Konsep fitrah manusia dijelaskan secara mendalam dalam QS. 30:30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan ikhlas; itulah fitrah Allah yang telah menciptakan manusia di atasnya. Tidak ada perubahan dalam fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
Ayat ini mengajarkan bahwa fitrah adalah dasar penciptaan manusia. Fitrah manusia adalah kecenderungan untuk menyembah Allah, mencari kebenaran, dan hidup dalam keharmonisan. Namun, kebanyakan manusia sering kali melupakan fitrah ini, sehingga terjebak dalam berbagai bentuk kesesatan, termasuk perpecahan.
Fitrah ini juga menjadi pengingat bahwa semua manusia diciptakan dari sumber yang sama. Perbedaan bahasa, budaya, dan tradisi adalah wujud kebijaksanaan Allah (QS. 49:13). Oleh karena itu, perbedaan tidak seharusnya menjadi alasan untuk perpecahan, tetapi sebagai sarana untuk saling mengenal dan memperkuat hubungan antar manusia.
Tafarruq: Ancaman Terbesar bagi Persatuan
Salah satu ancaman terbesar bagi persatuan umat adalah tafarruq, yaitu perpecahan dalam agama, sebagaimana dijelaskan dalam QS. 30:31-32:
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan menjadi bergolong-golongan; setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.”
Ayat ini menyoroti sifat destruktif dari perpecahan agama. Tafarruq tidak hanya memisahkan manusia dalam kelompok-kelompok yang saling bersaing, tetapi juga melemahkan kekuatan umat dalam menghadapi tantangan bersama. Tafarruq sering kali muncul karena egoisme, fanatisme, dan ketidakmampuan untuk memahami perbedaan sebagai rahmat.
Kemusyrikan dalam bentuk tafarruq ini telah menjadi penyakit kronis yang melanda umat manusia sepanjang sejarah. Banyak umat yang terjebak dalam kebanggaan terhadap kelompoknya sendiri, tanpa menyadari bahwa sikap tersebut bertentangan dengan prinsip tauhid yang mengajarkan persatuan di bawah satu Tuhan.
Solusi Al-Qur’an untuk Mengatasi Perpecahan
Al-Qur’an memberikan solusi yang jelas untuk mengatasi perpecahan dan kembali kepada fitrah, yaitu:
- Kembali kepada Allah (muniibiina ilaihi): Mengarahkan seluruh perhatian kepada Allah sebagai pusat kehidupan. Dengan kembali kepada Allah, manusia dapat membersihkan hatinya dari egoisme dan keserakahan yang menjadi akar perpecahan.
- Bertakwa kepada Allah (wattaquuhu): Takwa adalah kunci untuk menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Ketakwaan melahirkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan moral.
- Menegakkan shalat (wa aqiimus shalata): Shalat adalah wujud penghambaan kepada Allah yang menguatkan ikatan spiritual manusia dengan Tuhannya dan sesama.
- Menjauhi kemusyrikan (walaa takunuu minal musyrikiin): Menjauhkan diri dari segala bentuk penyekutuan terhadap Allah, termasuk perpecahan dalam agama yang didasarkan pada kepentingan golongan.
Selain itu, QS. 49:10 menegaskan bahwa umat beriman adalah bersaudara, sehingga tugas mereka adalah mendamaikan dan menjaga persatuan:
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
Membangun Kesadaran akan Fitrah Persatuan
Kembali kepada fitrah berarti membangun kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan dan harmoni. Ini dapat dimulai dari hal-hal berikut:
- Pendidikan tentang Tauhid dan Persaudaraan: Umat perlu diajarkan bahwa tauhid tidak hanya berarti pengesaan Allah, tetapi juga pengesaan tujuan dan visi umat manusia.
- Mengutamakan Kepentingan Bersama: Kepentingan bersama harus didahulukan di atas kepentingan golongan. Ini memerlukan pengorbanan dan kesediaan untuk mendengar serta menghormati perbedaan.
- Penerapan Nilai-nilai Al-Qur’an dalam Kehidupan: Nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang, dan kesabaran harus menjadi dasar dalam interaksi sosial.
- Penguatan Institusi Zakat dan Shadaqah: Sebagaimana disebutkan dalam QS. 9:60, zakat dapat menjadi alat untuk memperkuat solidaritas sosial dan mengurangi kesenjangan yang sering menjadi pemicu konflik.
Persatuan umat hanya dapat terwujud jika manusia kembali kepada fitrah mereka sebagai makhluk yang diciptakan Allah untuk hidup dalam harmoni. Al-Qur’an memberikan panduan yang lengkap untuk mewujudkan persatuan ini, dengan menekankan pentingnya kembali kepada Allah, bertakwa, menegakkan shalat, dan menjauhi perpecahan.
Dengan kembali kepada fitrah, umat Islam tidak hanya dapat mengatasi perpecahan internal, tetapi juga menjadi teladan bagi dunia dalam membangun perdamaian dan keadilan. Jalan menuju persatuan ini memerlukan komitmen, kesadaran, dan kesediaan untuk menjalankan ajaran Al-Qur’an secara utuh. Hanya dengan cara inilah umat dapat mencapai potensi sejati mereka sebagai umat yang terbaik, sebagaimana yang Allah kehendaki.(husni fahro)