ppmindonesia.com, Jakarta-Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menetapkan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) menjadi Rp6.500 per kilogram, sebagaimana diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Kepbadan) No.2/2025.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 15 Januari 2025 dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus menjaga stabilitas stok pangan. Namun, kenaikan HPP ini dinilai masih jauh dari harapan petani, terutama bagi mereka yang menyewa lahan atau mempekerjakan tenaga kerja.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menyatakan bahwa kenaikan HPP menjadi Rp6.500 per kilogram belum mencerminkan nilai yang layak. Usulan SPI adalah menaikkan HPP gabah hingga Rp7.000 per kilogram, mengingat tingginya biaya produksi yang harus ditanggung petani.
Harga benih, pupuk, obat-obatan tanaman, dan bahan bakar minyak (BBM) untuk irigasi terus meningkat, sehingga margin keuntungan yang diterima petani semakin kecil. Petani yang tidak memiliki lahan sendiri bahkan harus berbagi hasil dengan pemilik lahan, membuat pendapatan bersih mereka semakin tergerus.
Rendahnya Keuntungan Petani
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa biaya produksi tanaman padi per hektare mencapai Rp12,7 juta per musim tanam, atau sekitar 73,84% dari total nilai produksinya.
Dengan rata-rata panen nasional sebanyak 6 ton per hektare, pendapatan bruto petani mencapai Rp39 juta jika harga GKP Rp6.500 per kilogram. Namun, setelah dikurangi biaya produksi dan pembagian hasil dengan pemilik lahan 50 : 50 , petani penggarap hanya mendapatkan pendapatan bersih sekitar Rp19,5 juta per musim tanam.
Dalam satu tahun, padi biasanya ditanam dua kali, dengan satu siklus tanam hingga panen membutuhkan waktu enam bulan. Dengan demikian, rata-rata pendapatan bulanan petani hanya sekitar Rp3,2 juta untuk setiap hektare sawah. Pendapatan ini bahkan masih di bawah rata-rata upah minimum regional (UMR) di berbagai daerah, seperti di Jawa Barat.
Tantangan Kesejahteraan di Negeri Agraris
Indonesia, sebagai negara agraris, sering memuji petani sebagai tulang punggung ketahanan pangan. Namun, ironi terjadi ketika petani sendiri belum dapat menikmati hasil kerja keras mereka. Kenaikan harga gabah yang ditetapkan pemerintah seringkali tidak sebanding dengan kenaikan biaya produksi. Petani yang seharusnya menjadi prioritas dalam rantai pasok pangan justru kerap menjadi pihak yang paling dirugikan.
Pemerintah berdalih bahwa penetapan HPP harus memperhatikan keseimbangan harga di hulu dan hilir, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat. Namun, kebijakan ini seolah mengorbankan kesejahteraan petani demi stabilitas harga di tingkat konsumen. Selain itu, minimnya pengawasan terhadap praktik tengkulak dan pedagang besar membuat petani tidak mendapatkan harga yang sesuai dengan nilai kerja mereka.
Solusi untuk Kesejahteraan Petani
Peningkatan kesejahteraan petani tidak cukup hanya dengan menaikkan HPP. Pemerintah perlu memberikan subsidi langsung untuk biaya produksi, seperti benih, pupuk, dan BBM. Selain itu, teknologi pertanian dan inovasi pasca panen harus diperkenalkan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen.
Perum Bulog juga harus berperan aktif dalam menyerap gabah petani dengan harga yang adil, sehingga petani tidak bergantung pada tengkulak.
Keseimbangan harga di hulu dan hilir harus diwujudkan tanpa mengorbankan petani. Pemerintah perlu menjamin bahwa kenaikan harga beras tidak hanya menguntungkan pedagang besar, tetapi juga memberikan dampak positif langsung kepada petani. Dengan kebijakan yang berkeadilan, petani dapat menikmati hasil kerja keras mereka dan mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Petani merupakan pilar utama ketahanan pangan nasional. Namun, realitas menunjukkan bahwa kesejahteraan mereka masih jauh dari harapan. Kebijakan kenaikan HPP, meskipun penting, belum cukup untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi petani.
Pemerintah harus melakukan langkah-langkah strategis dan komprehensif agar petani tidak lagi menjadi pihak yang paling dirugikan dalam sistem pangan nasional. Hanya dengan demikian, kesejahteraan petani dapat terwujud, dan peran mereka sebagai penjaga ketahanan pangan benar-benar dihargai.(asyary)